Chapter 24 : Homo dude, Prince charming and their Antihero

7.3K 346 24
                                    

Hari ini adalah hari yang sedikit membuat perasaanku tidak karuan : takut, cemas, gugup bergabung menjadi satu. Ku ingat kembali pembahasanku dengan Andre tadi malam, sebagai penyemangat, lalu ku mulai mengetik didalam ponselku, mengirimkan pesan kepada Annisa.

Hi, Nisa, Nanti sore pulang kerja ada waktu? aku mau ngomong, aku tunggu di parkiran.

Aku menarik nafas, kemudian menutup mata sambil menekan tombol send. Pesan terkirim, aku menjadi panik sendiri, seandainya ini masih bisa di undo.

Beberapa menit kemudian balasannya datang dari Annisa, Tumben, Zikra ada apa ya? mau kasih kejutan? Nisa bisa kok :D

Oke aku tunggu. Balasku lagi

Oh tuhan. Aku semakin gugup, seperti ketakutan anak kecil saat menunggu gilirannya disuntik.

Entah sudah berapa lama aku mondar mandir di toilet VIP, toilet favoritku yang sepi, masih takut dengan apa reaksi Annisa nanti, jika aku menolaknya. Sebagian diriku mencoba menghibur dengan mengatakan Annisa pasti akan baik-baik saja, dia sudah dewasa, penolakan secara baik-baik pasti akan diterimanya.

"Nisa, kamu terlalu baik buatku" ish, big no, batinku saat berlatih bicara didepan cermin, ini biasanya dilakukan saat berlatih menembak seseorang, bukan saat menolak.

"Nisa, kamu pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik" oke itu lumayan, dan harus disertai dengan alasan yang masuk akal.

"Aku sudah dijodohkan orang tuaku di kampung" tiba-tiba keahlian berbohongku bisa muncul lagi, membantuku untuk memilih alasan.

"Semoga kamu bahagia, aku sebenarnya sedih mengatakan ini" lanjutku berimprovisasi. Seharusnya ini akan mudah, tetapi rasa gugup dan bagaimana reaksi Annisa membuatku sedikit takut.

Waktu berjalan sangat cepat, tiba-tiba jam telah menunjukkan lima menit sebelum pulang. Aku semakin panik, Andre i need you.

"Coy, gue duluan ya" ujar Steven pamit pulang, aku membalas dengan anggukan, entah hanya perasaanku saja, dia terlihat menjaga jarak denganku.

Parkiran kantor terlihat ramai, karyawan dan kendaraan mereka lalu lalang memenuhi area yang selalu sibuk di jam-jam seperti ini. Kucari Annisa disekitar halte dan belum menemukannya. Kemana ya dia?

Kuputuskan untuk menelfon Andre, mendengarkan suara manly-nya bisa membuatku lebih tenang.

"Ndre, dia belum datang"

"Tunggu aja, gue masih di office, nunggu sebentar nggak masalah kan?" tanyanya.

"Yaudah" lanjutku sambil menutup telfon.

"Hi Zikra" Annisa datang dengan tiba-tiba, seperti hantu. Jantungku langsung berdetak lebih cepat, panik sendiri. Dia membawa sebuah kotak makanan dan sekantong minuman di tangannya "Nisa abis pesan luti gendang, buat cemilan" lanjutnya lagi. Dia pasti benar-benar tidak menyangka apa yang akan ku katakan kepadanya. Senyuman manis dibibirnya membuatku sedikit bergejolak, seandainya aku menyukai perempuan pastilah dia menjadi pilihanku.

Dia duduk, lantas membuka kotak makanan itu dan menyodorkannya kepadaku, aku menolak dengan halus, ekspresinya mulai berubah, mungkin telah merasakan sesuatu yang seharusnya.

"Aku mau bilang Nisa, aku..." melihat ekspresi sedihnya aku tidak tega untuk melanjutkan perkataanku, help me god.

"Aku...aku" lanjutku lagi dengan ragu, kututup mataku membayangkan Andre datang menolongku dari situasi ini. Annisa masih diam dengan senyuman yang telah memudar menunggu perkataanku selanjutnya.

Engineer HomoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang