ARTHUR || 28 ✔

16.9K 656 69
                                    

Rina dan Theresa sedang pergi untuk menghabiskan waktu bersama. Pergi makan, berbelanja, dilanjutkan dengan pedicure dan medicure, berenang, dan lain-lain.

Mereka berdua benar-benar senang akhirnya bisa punya waktu luang untuk melakukan kegiatan-kegiatan di atas yang sudah jarang mereka lakukan bersama.

Liburan bersama-sama ini merupakan pilihan terbaik menurutnya. Apalagi kali ini ada Arthur yang ikut serta, jauh lebih menarik, menurutnya.

Di lain tempat, Arthur sedang berusaha untuk menetralkan detak jantungnya dan melafalkan kalimat-kalimat yang akan dibicarakannya dengan Kent.

Setelah merasa jauh lebih baik dan yakin dengan apa yang akan dikatakannya, Arthur mendekati Kent. Tapi, begitu melihat Kent, nyalinya langsung menciut dan memutuskan untuk berjalan pergi. Sayangnya, Kent menyadari kehadirannya dan memanggilnya.

Arthur duduk di salah satu kursi yang masih kosong. Jantungnya berdetak jauh lebih keras daripada biasanya.

"Ada yang mau dibicarakan?" tanya Kent yang sedaritadi memperhatikan gerak-gerik Arthur yang kelihatannya tidak tenang.

"Jadi gini, om, kedengarannya mungkin klise sekali. Saya juga tau saya belum punya apa-apa sekarang ini, tapi saya suka sama putri om dan saya mau mengajaknya untuk masuk ke jenjang yang jauh lebih serius."

"Maksud kamu menikah?" tanya Kent. Arthur mengangguk mantap.

"Kamu serius, Arthur? Saya yakin kamu tau jelas, pernikahan itu bukan untuk main-main. Kalau kamu menikah, kamu bersedia bertanggung jawab atas Theresa? Kamu yakin kamu bisa lakukan?"

"Saya serius dan saya tau benar tentang hal itu. Saya tidak akan menikahinya sekarang, saya juga sadar saya ini belum bekerja, belum bisa menafkahi Theresa. Setelah saya benar-benar mapan, barulah saya akan menikahinya," jelas Arthur yakin.

Kent merenung, "Saya besarkan Theresa sampai sekarang ini bukan hal yang mudah. Dan saya sebagai orang tuanya, tentu saja sulit untuk memberikan kewajiban saya untuk menjaganya kepada orang lain. Tapi saya percaya sama kamu bahwa kamu tidak akan pernah menyakitinya kan?

Arthur mengangguk tanpa ragu. Sejak awal, dia tidak pernah memiliki keinginan untuk menyakiti gadis itu. Sebaliknya, dia bertekad untuk membahagiakannya bagaimanapun caranya.

"Saya tentu saja tidak ingin melihat anak saya sedih, jadi saya minta tolong sama kamu untuk tidak pernah menyakiti putri saya melihat Theresa benar-benar menyukai kamu, sama seperti kamu menyukainya," tambah Kent.

Arthur mengangguk, "Saya janji saya ga akan buat dia nangis. Sebaliknya saya akan buat dia menjadi seseorang yang paling bahagia di muka bumi ini."

"Bicara soal membuatnya menangis, kamu pasti tau bahwa kamu pernah melakukannya? Saya sudah coba untuk maafkan kamu dan beri kamu kesempatan baru. Tolong kamu gunakan kesempatan itu dengan sangat baik. Saya tidak mau jika sewaktu-waktu Theresa datang kepada saya dan menangis. Kalau saya tau itu kamu penyebabnya, kamu akan benar-benar menyesal, Arthur."

"Saya janji, tidak akan pernah buat Theresa nangis."

"Saya percaya kamu bisa melakukannya, meskipun begitu kamu tetap perlu bicara dengan Rina, istri saya. Karena kami adalah pasangan, saya tidak pantas membuat keputusan seorang diri."

Arthur mengangguk lagi. Dia pikir Kent akan membuat keputusan sendiri, tapi dia kagum saat Kent memintanya untuk bertanya pendapat istrinya. Dia ingin menjadi seperti Kent nanti setelah menikah.

——

Malam harinya, Arthur mengajak Theresa pergi ke Cheonggyecheon Stream yang terkenal romantis di malam hari karena dihiasi cahaya kota berwarna-warni.

Theresa sedang sibuk menatap bintang-bintang di langit dengan kakinya yang dicelupkan di air. Di sebelahnya, ada Arthur yang sedang sibuk menatapnya.

"Kamu kenapa sih natap aku terus? Aku tau aku cantik, tapi aku jadi malu nih gara-gara dliatin terus," ujar Theresa tanpa mengalihkan pandangannya. Tapi Arthur tidak menjawab.

"Theresa, aku ga, ga juga suka bertele-tele."

Theresa mengangguk-anggukkan kepalanya. Theresa tentu saja sudah tau sifat cowok yang ada di sebelahnya ini.

"Mau ngomong apa?"

Arthur berlutut tepat di depan Theresa. "Di bawah bintang dan bulan, serta ombak pantai malam ini sebagai saksinya, will you be my girlfriend?"

Theresa memanyunkan bibirnya. "Kata kamu gamau pacaran, buang-buang waktu. Terus sekarang kenapa ngajak pacaran? Ga langsung nikah aja?"

"Kamu mau langsung nikah sama aku gitu? Kamu ga khawatir kehidupan kamu seperti apa nantinya kalau menikah dengan aku sekarang?"

"Aku ga peduli, aku sayang kamu."

"Kamu kira hanya dengan kata sayang itu cukup untuk membangun sebuah rumah tangga? Aku cinta sama kamu, sayang sama kamu, dan smau berikan yang terbaik buat kamu. Jadi tunggu dulu ya dengan sabar, sekarang kita pacaran, seraya mengenal satu sama lain dan mempersiapkan diri untuk menikah nantinya."

Theresa terdiam. Masih tidak menyangka, Arthur sudah berpikir jauh ke depan. "Jadi, apa jawaban kamu? Jantungnya berdebar kencang sedaritadi."

"Mau lah!" Arthur membawa Theresa ke dalam pelukannya.

"Aku sayang banget sama kamu."

Sepersekian detik kemudian, Theresa melepas pelukan mereka. "Tapi aku jadi takut, kalau nanti kamu gajadi nikah sama aku gimana?"

"Aku memang gabisa pastiin masa depan, Sa. Tapi aku janji, janji dengan diri sendiri, bahwa jika masanya datang nanti, aku bakal datang untuk melamar kamu. Dan pada saat kamu resmi menjadi istriku, aku pastikan kamu akan jadi orang yang sangat bahagia."

Theresa tersenyum senang. Baru hari ini dia merasa se-senang ini. "Aku senang bisa ada di sini sama kamu!" ujarnya sambil memeluk Arthur erat, rasanya tidak ingin melepaskan pelukannya.

"Arthur," panggil Theresa.

"Kenapa?" tanya Arthur.

"Aku gamau pulang dulu, mau di sini. Di sini bagus. Aku bisa liat bulan dan bintang yang cantik banget malam ini."

"Iya. Kamu bisa puas-puas lihat bintang dan bulan malam ini," sahut Arthur.

"Thankyou. And I love you."

"I love you more, Honey." Theresa menyandarkan kepalanya di bahu Arthur. Hari ini adalah hari yang terbaik selama dia mengenal Arthur.

E N D

ARTHUR ✔Where stories live. Discover now