ARTHUR | 19

9.4K 526 0
                                    

Berawal dari Theresa yang tidak sengaja melihat pesan Siska kepada Arthur, sekarang Theresa bingung harus bersikap seperti apa saat bertemu mereka. Pilihan terakhirnya adalah untuk bersikap dingin terhadap keduanya.

Arthur sadar akan perlakuan berbeda yang dia terima dari Theresa, mengenai perubahan sikap yang mendadak dingin ini. Namun dia sadar bahwa dia tidaklah berada di posisi yang tepat untuk menanyakan ada masalah apa yang sedang dihadapi gadis itu. Bukannya tidak peduli, Arthur hanya takut melanggar privasi Theresa.

Di lain sisi, Theresa justru merasa bahwa Arthur adalah manusia yang paling tidak peka di muka bumi ini. Besar harapan Theresa agar Arthur setidaknya mau menyapanya atau bahkan menanyakannya mengenai hal apa yang akan terjadi. Namun, hal itu tidak kunjung terjadi.

Theresa masih terus mendiamkan Arthur, bahkan sampai sekarang, saat keduanya berada di mobil untuk melanjutkan sesi pemotretan. Keduanya benar-benar tidak berbicara sepatah kata pun. Bahkan setelah sampai, Theresa langsung turun begitu saja dan membanting pintunya.

Arthur mulai berubah pikiran. Apapun yang terjadi, bahkan jika ternyata melanggar privasi Theresa, Arthur akan tetap bertanya mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi di antara mereka berdua.

"Bryan, lakukan sesi pemotretan sesegera mungkin. Saya sibuk."

Menyadari Theresa sedang tidak dalam mood yang baik, Bryan bertindak dengan cekatan. Menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk sesi pemotretan ini. Setelah make up dan ganti pakaian selesai, sesi pemotretan pun dimulai.

Biasanya tidak sulit bagi Bryan untuk mengarahkan model dalam berpose. Kali ini, dia akui bahwa pengarahan untuk pose sangat sulit dilakukan. Semakin diarahkan, semakin besar pula jarak antara Arthur dan Theresa. Lama-lama, Bryan pun menjadi kesal.

"Kalau mau pemotretrannya cepat selesai, bantu saya dalam hal mengikuti pemotretan ini dengan baik. Atau kalau kalian memang punya masalah, selesaikan dulu masalahnya, lalu hubungi saya."

"Saya pilih opsi kedua," sahut Arthur cepat.

"Baik, kalau begitu selesaikan semuanya sampai tuntas. Panggil saya kalau sudah selesai."

Sepeninggalan Bryan, bukannya berbicara, Theresa malah memalingkan mukanya dari Arthur. Arthur pun mengatakan, "Kalau kamu diam terus, kita akan jadi seperti ini terus."

"Terus mau lo apa?"

"Saya mau kamu bicara dan utarakan apa yang terjadi."

Theresa menggeleng cepat. Tentu saja dia tidak mau. Kalau dia menceritakan apa yang terjadi kepada Arthur, bisa malu dia. Lagipula harga dirinya kan tinggi.

"Kalau kamu menolak untuk berbicara, saya gatau apa yang harus saya lakukan untuk memperbaiki kesalahan saya."

"Gamau kasih tau. Malu."

"Malu kenapa? Hanya ada saya dan kamu di sini. Saya juga tidak akan menghina atau mengejek kamu, apapun alasannya."

"Benaran?" tanya Theresa. Arthur mengangguk tanpa ragu.

Theresa menarik dan menghembuskan nafasnya beberapa kali, tujuannya adalah untuk menenangkan diri. Kemudian, dia mengatakan, "Sebenarnya gue sedih dan kesal aja karena Siska ga undang gue di hari spesialnya dia. Padahal gue sama dia udah temenan lama banget. Masa hanya karena sebutir cowok kayak lo, gue jadi terlupakan."

"Tolong ya, saya ini manusia, bukan beras, jadi sebutnya seorang, bukan sebutir," protes Arthur tidak terima.

"Males ngomong ah kalau udah dipotong."

"Jangan gitu dong. Jadi gimana supaya kita baikan lagi? Saya bilang aja ke dia supaya undang kamu juga?"

"Ih, geblek, gausah. Ketahuan dong gue betenya karna apa."

ARTHUR ✔Where stories live. Discover now