ARTHUR | 1

52.3K 1.4K 38
                                    

Seorang gadis cantik masih terlelap dalam tidurnya. Bermimpi bertemu seorang pangeran berkuda putih, tapi hilang saat alarm-nya berbunyi membangunkannya.

Namun, matanya terasa sangat berat dan kaku. Sulit sekali untuk dibuka. Meski begitu, dia tetap mengumpulkan niat dan tekad, lalu bangun dari tidurnya.

Gadis itu, Theresa, segera masuk ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Sebenarnya dia lelah harus pergi ke kantor cabang milik ayahnya untuk bekerja. Namun karena semua kendali sekarang dilimpahkan kepadanya, dia tidak punya pilihan lain selain menjadi anak yang berbakti dan bertanggung jawab.

Ini hari pertama Theresa datang ke perusahaan sebenarnya. Sebelumnya, dia hanya mengontrol dari rumah. Namun, mulai hari ini dan seterusnya, ayahnya memintanya untuk bekerja di perusahaan sebagaimana mestinya.

Theresa menolak berpakaian super glamour, jadi dia hanya mengambil kemeja berwarna putih, dipadukan dengan wrap skirt berwarna hitam. Kemudian, dipadukan dengan blazer berwarna hitam.

Theresa baru saja menyelesaikan perguruan tingginya, yakni di Harvard. Ayahnya menghadiahkannya kantor cabang tersebut kepadanya, kalau dia berhasil lulus dengan nilai terbaik. Well, dia berhasil menyelesaikannya dengan sempurna.

Theresa adalah seorang gadis cantik dengan rambut panjang sepinggang, bibir mungil, mata bulat, hidung mancung. Tidak cukup fisik yang menawan, dia juga dibekali kepintaran di atas rata-rata.

Selain fisik dan kepintaran yang menakjubkan, dia dibesarkan dalam keluarga terpandang dengan kekayaan yang tidak akan habis, bahkan sampai keturunan ketujuh.

Setelah puas dengan penampilannya, dia bergabung di meja makan bersama kedua orang tuanya untuk sarapan bersama seperti biasa.

"Kenapa lama banget, Theresa? Kamu gatau sekarang jam berapa?" omel Rina.

Theresa melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. "Jam 7.00. Lagian aku kan pemilik perusahaannya, gapapa dong."

"Iya, santai aja, Ma. Lagian kantor sejak kapan punya jam ketat untuk pemiliknya?" bela Kent setelah mengunyah rotinya.

Rina berdecak, "Bukannya dinasehatin, malah dibelain."

"Idih, jealous ya gara-gara aku yang dibelain Papa," ejek Theresa sambil mengambil roti yang sudah diolesi selai strawberry oleh Rina.

"Ngapain juga, kayak gada kerjaan aja."

"Udah tua, masih gengsian," ejek Kent.

"Kamu ngomong sekali lagi, tidur di luar ya nanti malam," ancam Rina.

Theresa tertawa. "Nanti Papa tidurnya di kamar Theresa aja kalau ditendang sama Mama."

"Gamau ah. Papa gajadi belain kamu deh."

Theresa tertawa lagi. Orang tuanya selalu punya hubungan yang sangat baik. Terlihat jelas bahwa keduanya saling menyayangi. Terlihat jelas juga bahwa keduanya sangat menyayangi dirinya. Membuatnya sangat bersyukur bisa terlahir di dunia ini bersama kedua orang tuanya.

Theresa meneguk segelas susunya, mengambil tasnya. "Ma, mana kunci mobilnya?" tanya Theresa.

"Gatau, bukan punya Mama," jawab Rina cuek.

Theresa menekuk muka. "Tadi katanya gaboleh terlambat, sekarang giliran Theresa udah mau pergi, ngga dikasitau kuncinya di mana."

"Lagian siapa suruh suka simpan barang sembarangan? Susah ya bertanggung jawab sama barang kepunyaan kamu?" Rina kemudian memberikan sebuah kunci mobil.

Alis Theresa bertautan. "Ini kan bukan punyaku, Ma?"

Rina tersenyum. "Memang bukan. Soalnya Mama mau pinjam mobil kamu buat arisan, biar ngga kalah keren."

Theresa menarik nafas lelah, "Dasar ibu-ibu terlalu gaul."

——

Theresa tanpa sadar memarkirkan mobilnya di lapangan parkir para pegawai lainnya. Karena malas memindahkannya, dia kemudian meletakkannya begitu saja.

Theresa berjalan masuk ke dalam perusahaan, tanpa ada seorang pun yang mengenalinya sebagai pemilik perusahaan baru.

Seorang pria dengan jas rapi datang mendekat sambil menyerahkan badge nama. "Kamu karyawan baru ya? Tolong agar badge-nya digunakan, supaya gampang kalau mau diberi arahan."

Theresa merasa terganggu dan mengatakan, "Saya bukan karyawan baru."

Laki-laki, yang diketahuinya bernama Nico itu menatapnya aneh, "Terus apa? Direktur? Gausa macam-macam deh kamu, modal cantik gini aja, heran."

Theresa naik pitam dibuatnya. "Jangan menyesal kamu sudah berbicara dengan saya hari ini."

Nico memamerkan senyumnya yang katanya mematikan itu. "Oh, jangan sampai kamu yang menyesal karna tidak berkenalan dengan saya. Mau kenalan?"

Theresa menepis kasar uluran tangan Nico. Tepisan tersebut mengundang banyak perhatian karyawan lainnya yang membuat Nico tentu saja menjadi malu.

Theresa tersenyum miring. "Gaperlu salam. Nama saya Theresa kalau kamu mau tau."

Nico tertawa. "Berani juga untuk ukuran karyawan seperti kamu. Baiklah, silahkan masuk. Abaikan saja badge ini, saya bawakan yang baru nanti."

Theresa berjalan tanpa perlu menghiraukan laki-laki absurd tersebut. Baru juga hari pertama, pikirnya, sudah ada hal aneh seperti ini.

Lagipula bagaimana bisa ayahnya mempekerjakan orang dengan mutu kerja seperti itu? Tidak efisien! Sepertinya, dia harus membicarakannya dengan ayahnya, mengenai posisi kerja pria tersebut.

Theresa buru-buru naik ke lantai paling atas untuk masuk ke ruangannya. Sebelum menemukan karyawan aneh lainnya yang akan menganggunya lagi.

——

ARTHUR ✔Where stories live. Discover now