ARTHUR || 20

9.8K 534 2
                                    

Arthur datang ke rumah Theresa untuk konsultasi mengenai presentasi proyek yang akan mereka rilis dalam hitungan minggu mulai dari hari ini.

"Gue bosen banget, Ar, ngurus ginian."

"Tapi, coba periksa dulu. Takutnya ga sesuai."

"Yaudah, sini."

Theresa mulai membaca segala isi dari hasil kerja Arthur dengan cermat, tangannya bergerak untuk menambahkan atau mengurangi hal yang dianggapnya tidak sesuai.

"Oke, udah aman nih. Siap dipresentasikan," katanya.

"Yakin ya udah fix?" tanya Arthur memastikan. Theresa mengangguk.

"Eh lo bukannya harus pergi?" tanya Theresa yang teringat bahwa Arthur harus mengunjungi Siska yang mengundangnya ke acara ulang tahunnya.

Arthur menggeleng, "Tujuan saya hanya kamu."

"Gue?"

"Maksudnya rumah kamu," kata Arthur cepat.

Theresa tertawa melihat reaksi dari Arthur tersebut, "Gue becanda. Santai aja kali."

"Saya ga kemana-mana pokoknya."

"Tempat Siska juga?"

Arthur mengangguk, "Saya bilang gabisa datang, udah saya sampaikan sejak lama."

"Lo ga takut dia kecewa gitu?"

"Sepertinya bukan urusan saya. Lagipula kami berdua tidak sedekat itu."

"Wow, gue tersanjung karena berhasil jadi prioritas lo."

"Ya, selamat."

Karena bosan, Theresa mengajak Arthur ke rumahnya. Sebelum menonton, Theresa mengatakan, "Siapa tau suatu saat lo suka sama gue, gue mau kasitau nih, gimana tipe ideal gue."

Theresa menyerahkan toples berisi biskuit kepada Arthur. Arthur mengambil biskuit yang berbentuk hati dan berkata, "Saya gamau tau."

Theresa berdecak, "Dengerin aja kenapa sih. Protes mulu. Kalau tipe ideal gue sih orang yang bisa tinggal di sisi gue untuk waktu yang lama, lama sekali. Bukan tipe orang yang bisa mendadak hilang. Gue mau sama seseorang yang bisa stay sama gue untuk waktu yang ga tertentu."

"Hanya itu? Kamu ga peduli orang itu ganteng atau jelek, miskin atau kaya?" tanya Arthur.

"Ini pertanyaan sulit. To be honest, tampang memang penting, tapi bukan prioritas utama gue. Prioritas utama gue ya yang penting orang itu bisa bertahan sama gue untuk waktu yang tidak tertentu.

"Lalu kaya? Hm nah. Gue ga terlalu pentingin kekayaan seseorang. Karena suatu saat, bisa hilang kapan aja. Lagipula bagus kalau ada cowok ya no offense, kurang dari segi ekonominya, bisa menunjukkan apakah dia bertanggung jawab atau tidak."

Arthur berkata, "Memangnya kamu ga malu kalau cowok kamu ga kaya? Sedangkan kamu, di mana kamu pergi, semua orang pasti kenal kamu."

"Gue selalu hidup atas kemauan gue sendiri, bukan untuk orang lain. Selama gue nyaman, bahagia, kenapa gue harus peduli dan bahkan menyesuaikan diri gue sama orang lain? Itu sih yang selalu orang tua gue ajarkan."

"Bagus, benar sekali. Kalau hidupmu cuma mengikuti apa kata orang lain, kamu pasti tidak akan bahagia, tidak akan puas. Karena orang selalu menuntut lebih dan lebih."

Theresa mengangguk setuju.

"Kayanya Nico cocok sama kamu." Sebenarnya, Arthur mengatakan ini hanya untuk bercanda, tidak serius.

Theresa terlihat menimbang-nimbang perkataannya, "Iya nih kayanya Nico cocok sama gue. Dia ga tinggalin gue meskipun gue tolak dia kemarin. Mungkin gue harus belajar suka Nico kali ya? Mengingat gue sama sekali ga menarik bagi lo."

ARTHUR ✔Where stories live. Discover now