Cukup lama Aliasha mengikuti mereka hingga kini telah tiba di Bandara.
"Bandara." Alisha mengernyitkan dahi bingung.

"Ngapain Abi, Dania, Nunu, Alva, Adel, Adlan, Azka, dan Aul ke Bandara. Apa mereka mau berlibur?"

"Udah deh aku turun aja dan tanya langsung ke mereka." Alisha turun dari mobil.

Alisha menyusuri ruangan Bandara dan berlari kecil mengejar sahabatnya.

"Abi tunggu!" Alisha berteriak tapi Abi tak menoleh.

"Bi kayak ada Alisha di belakang. Kita harus lebih cepat ayo." Alva mengajak sahabanya agar lebih cepat supaya Alisha tak dapat mengejarnya.

"Kok makin cepat sih mereka jalannya. Ada yang gak beres pasti." Alisha berlari pelan di tengah kerumunan orang banyak.

"Eh kita ngumpet aja dulu sini. Tunggu Alisha keluar dari Bandara dulu." Usul Adlan.

Mereka mengangguk paham dan mengikuti langkah kecil Adlan.
Adlan setia menggenggam tangan Adel, Alva dan Nunu begitu juga Azka dengan Aulia. Napas mereka terengah bersamaan karena terus berlari.

"Ko mereka gak ada? Gue yakin pasti mereka menyembunyikan sesuatu dari gue. Kenapa kamu suruh mereka buat aku gak tahu kamu dimana Do. Jahat. Hiks... " Alisha berjalan lunglai tanpa arah.

Tanpa Alisha sadari sebenarnya sahabatnya tengah bersembunyi di balik dinding pembatas yang tertutup kerumunan orang.

"Gue kasian sama Alisha. Kalian gak kasian apa? Apa salahnya kasih tahu aja." Dania tak bisa menahan diri mengatakan yang sebenarnya.

"Tapi kita udah janji sama Lardo sayang. Kamu lupa? Kita juga kasian tapi gimana lagi." Abi mengecup puncak kepala Dania lembut untuk menenangkannya.

"Karena kalian cowok jadi gak ngerti kalau cewek lagi sedih." Adel menggerutu.

"Udah Adelku cantik. Semua demi kebaikan mereka berdua juga. Lardo juga pasti bakal kembali ke Alisha."

"Ya sampai kapan Lan. Gak memungkinkan, Alisha kasian nunggu tanpa kepastian. Tega banget." Kini Nunu pun ikut kesal.

"Iya cowok egois." Aulia menimpali.

"Nu lo harusnya mikir juga ke depannya. Alisha juga gak sanggup nanti kalau ketemu." Alva menanggapi.

"Berdo'a yang terbaik aja ya buat mereka." Azka menengahi.

Alisha telah lelah mencari kesana kemari keberadaan sahabanya untuk mendapatkan penjelasan kenap mereka tampak terburu-buru bahkan ketika dia memanggil Abi sekali pun bukannya berhenti malah lebih cepat berlari hingga Alisha kehilangan jejak. Alisha kembali ke parkiran dengan lelah. Cape fisik juga hati, itulah yang kini Alisha rasakan. Tapi bukan berarti perjuangannya berhenti sampai di sini.

Alisha melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang sembari berpikir kepada siapa lagi menemukan informasi tentang Lardo.
"Carissa. Dia pasti tahu Lardo dimana." Alisha mengeluarkan ponsel dari tas selempang yang ia kenakan.

Alisha menelpon Carissa.
"Alhamdulillah di angkat juga." Alisha tersenyum lega.

"Hallo!"

"I, iya hallo. Kenapa Alisha?" Suara dari seberang sana yang terdengar aneh.

Tumben Carissa bersikap demikian. Sepertinya dia tengah menangis. Sudahlah, yang terpenting Lardo saat ini.

"Maaf Carissa. Gue cuma mau tanya, lo tahu kan Lardo dimana? Tenang aja ya. Gue cuma mau minta maaf kok gak lebih."

"Lo udah tahu kebenarannya ya Lish kalau Lardo itu mencintai lo dengan tulus." Terdengar suara Carissa tertawa pelan tapi kembali terdengar isakan.

"Carissa lo sakit ya? Kok suara lo kayak nangis. Maaf ya ganggu."

"Engga kok Lisha. Maafin gue ya selama ini buat lo jauh dari Lardo. Gue jahat, semua karena gue Alisha." Terdengar Carissa kembali menangis.

"Kita gak usah bahas itu dulu ya Car, lo mau kan kasih tahu dimana Lardo?"

"Dia sekarang di Medan Lish. Lardo melarang setiap orang yang dekat dengan lo biar gak kasih tahu keberadaan dia. Tapi lo jangan salah paham ya sama Lardo. Lo ke sini sekarang. Dia butuh lo Alisha. Maafin gue ya. Lo harus datang."

Tut... Telepon terputus.

Alisha heran mendengar pernyataan Carissa meminta maaf tapi terdengar tulus.
"Mungkin dia udah sadar kalau Lardo itu cinta sama gue. Berarti papi mami tahu dong dimana Lardo, Mark juga."

Skip

"Papi mami jawab aku jujur sekarang. Kalian tahu kan Lardo dimana?" Tanya Alisha penuh selidik setelah tiba di rumah.

"Duduk dulu sayang." Hidayat merangkul Alisha duduk di ruang keluarga.

"Kamu udah tahu sayang?" Tanya Sinta lembut.

"Iya dari Carissa. Dia di Medan kan? Ngapain dia di sana pih, mih. Apa mau menghindar dari aku." Alisha tampak sedih.

"Kamu jangan berpikiran begitu. Kamu sudah tahu tentang kak Retta sayang." Hidayat membelai lembut pipi Alisha.

"Udah pih. Aku gak marah kok sama kalian. Aku paham, aku bukan adik yang baik. Kenapa selama ini gak tahu penyakit dia. Berarti papi itu tahu ya Lardo itu mantan kak Retta. Kenapa gak marah Lardo pacari aku?"

"Karena dia tulus sama kamu. Mami tahu itu."

"Itu sebabnya kenapa papi mami gak marah ketika aku kecewa sama dia? Semuanya sulit. Aku juga kangen Axel."

"Iya sayang. Besok kamu ke Medan kan?"

"Iya pih. Aku ke kamar ya mau mandi. Cape."

"Iya sayang. Setelah makan Qory istirahat nak."

"Sippp. Mamiku tercantik." Alisha mencium pipi Sinta penuh sayang.

"Papiku juga tersayang." Alisha pun melakukan hal yang sama setelah itu menaiki tangga menuju kamarnya untuk meregangkan ototnya yang begitu cape seharian tadi.

Balik lagi Author. Huhhh. 3 part lagi cerita Trust Me End loh. Sedih aku, gak tahu deh kalian? Budayakan Voment ya kawan. Pasti banyak typo belum direvisi.

TBC

Trust MeWhere stories live. Discover now