50 - Hambar

1.5K 82 1
                                    

Meskipun bibir ini tersenyum kala kamu menghiburku tetap saja terasa hambar bagiku karena yang mampu menghangatkan hati ini hanyalah dia seorang dan sudut bibir ini akan sendirinya terangkat dengan segala tingkahnya - Alisha

Tak peduli dengan seberapa besar ambisimu merebut hatiku karena berada di dekatmu tak akan menggerakkan dasar hati ini berpindah posisi dari rasa hambar akan kehadiranmu. Hanya dia bidadari dalam istana bintang hatiku. Senyumnya membuatku berjanji tak akan pernah berpaling sedikitpun pada wanita lain meskipun kenyataannya aku kembali menorehkan luka tapi percayalah walaupun banyak gadis yang menghampiriku tapi tetap hati ini terasa beku dan lebih tepatnya hambar - Lardo

Author Pov

Kedua pasangan yang tak lagi bersama itu tengah berpikir keras untuk meluruskan segala permasalahan yang ada. Berusaha menghindar setiap kali salah satu dari mereka tengah berdiri menatap dengan sorot mata sendu. Menepis keraguan untuk kembali bersikap seperti biasa saja ketika bertemu, tapi dirasa tidak mungkin karena mereka tak sanggup memandang satu sama lain dengan jarak begitu dekat. Setiap kali Alisha kerap kali mencoba bersikap tenang dengan Lardo, pikirannya terus menolak mengingat kebohongan itu. Hatinya tak pernah menginginkan perpisahan tapi dengan egoisnya logika bisa meluluhlantakan perasaan cinta berubah jadi benci. Ralat lebih tepatnya kecewa.
Ingin sekali rasanya Lardo memeluk erat Alisha dan tak akan membiarkannya pergi bersama orang lain. Memaksanya untuk terus berada disisinya, menerima apapun kesalahan Lardo, memaafkan, dan kembali merangkai kisah yang telah terukir indah. Tapi Lardo bukanlah lelaki egois yang tidak memikirkan perasaan gadisnya itu. Memberinya waktu untuk perlahan membuka sedikit celah baginya menjelaskan segala kesalahpahaman ini yang didasari oleh sebuah kebohongan. Dalam benak Lardo terus bertanya apakah hari itu akan tiba? Waktu dimana dengan senyuman Alisha bersedia mendengarkan curahan isi hati Lardo yang ternyata menyimpan begitu banyak hal yang tak dimengerti oleh Alisha. Kini kedua insan tersebut hanya berpacu pada sebuah takdir tanpa bangkit kembali menjemput cinta yang akan membekas dan tak pernah memudar sedikitpun meski terhalang oleh jarak.
Mereka percaya bahwa mekanisme hidup sejatinya telah tersusun rapi dalam sebuah takdir yang digariskan pada ikatan tali kasih sayang tanpa sadar bahwa takdir pun akan membawa hubungan mereka tanpa arah jika tidak diimbangi dengan usaha untuk mewujudkannya. Menunggu takdir itu berpihak pada kisah cinta mereka hingga lelah pada akhirnya menghancurkan semuanya.

"Alisha. Hei!" Mark melambaikan tangan ke wajah cantik Alisha.

Alisha tengah melamun mengingat kejadian tadi sepulang sekolah di parkiran.

"Lish ka-"

Alisha tersadar dari lamunannya. "Ma, maaf ya Mark." Alisha tersenyum manis.

"Iya nggak apa-apa kok Lish. Abis kamu dari tadi ngelamun terus. Ngelamunin apa sih?"

"Kepo?" Alisha menjulurkan lidah.

"Jangan bilang mikirin aku ya? Ngaku aja deh!" Mark terkekeh.

"Pede gila kamu ya. Kepentingan banget emang mikirin kamu." Alisha menyesap kopi hangat.

"Oke. Paham kok Lish." Air muka Mark berubah seketika. Dia sadar untuk apa dengan bodohnya bicara seperti itu kepada Alisha. Sudah pasti jelas jawabannya memikirkan Lardo seorang bukan dirinya.

Alisha memperhatikan Mark intens. "Woy! Sekarang kamu yang diem aja kayak patung pancoran." Alisha tertawa renyah.

"Iya aku mikirin kamu kok." Sambungnya.

Seketika wajah Mark sumringah. Meskipun hati kecilnya sadar untuk kesekian kalinya terluka dengan sikap Alisha. Mark mengetahui Alisha tak seutuhnya menerima Mark dengan mudah masuk ke relung hatinya.

"Nah gitu dong senyum. Kan manis. Ahayde."

"Lish!"

"Hm."

Trust MeWhere stories live. Discover now