Part 24

8.3K 399 11
                                    

Saat tengah bersantai di balkon apartment miliknya, Jane mendapat telepon yang membuatnya hampir saja melompat ke bawah jika ia tidak mengingat dengan misinya, membunuh Keira.

"Gadis itu kabur! Saya bahkan belum berbuat apapun padanya! Saya tidak mau tahu, anda harus mengembalikan uang yang telah saya berikan untuk anda!" Teriak seseorang dari telepon.

"Saya akan mengembalikannya dua kali lipat jika anda mau!"

Jane pun langsung mematikan sambungan teleponnya dan dengan segera membanting ponselnya ke lantai yang membuat ponsel tersebut hancur berkeping-keping.

Ia mengepalkan tangannya dengan frustasi, yang membuat buku jarinya memutih. Entah sudah yang ke berapa kalinya, ia gagal membuat Keira mati. Sekarang, ia juga harus menerima kegagalannya kembali saat orang yang telah membayar mahal kepadanya untuk tubuh Lisa meminta ganti rugi.

Jane pun sudah tidak mempunyai cara cadangan lagi untuk membuat mereka menderita. Tentu saja itu membuat Jane kesal dan emosi. Biasanya, ia selalu mempunyai beribu cara jahat dan licik. Namun, lihatlah sekarang, bahkan untuk berpikir pun ia sudah tidak bisa. Seolah, semua yang sudah ia rencanakan, buntu di tengah jalan.

Kemudian, sebuah ide pun akhirnya muncul di kepala Jane. Ia sangat yakin bahwa kali ini, rencananya pasti akan berhasil. Bisa ia pastikan, Keira akan segera musnah dari dunia ini. Bagaimanapun caranya, ia harus berhasil.

•••

Samuel baru saja pulang dari sekolahnya tanpa berkunjung ke rumah sakit terlebih dahulu. Hari ini ia memang tidak sempat untuk menjenguk Keira. Pasalnya, waktu ujian yang semakin dekat membuatnya menerima banyak tugas dari para guru.

Seperti sekarang ini, semua guru yang mengajar di kelasnya, dengan kompak memberikan tugas yang harus dikumpulkan minggu depan. Bayangkan saja, hari ini ada lima mata pelajaran. Mengerikan, bukan?

Baru saja ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur, Samuel dikejutkan oleh kedatangan Jane yang menurutnya sangat aneh. Bagaimana mungkin Jane dengan mudahnya menampakkan wajah di depan Samuel?

Dengan malas, Samuel turun ke bawah dan membuka pintu. Di sanalah wajah seseorang yang sudah beberapa minggu ini selalu saja ingin ia kuliti hidup-hidup. Andai saja Jane bukan perempuan dan tidak ada hukum yang melarang, mungkin tanpa banyak berpikir ia akan langsung melakukannya.

"Mau apa lo kesini? Nyerahin diri?" Tanya Samuel sambil menatap geram wajah Jane.

Jane menggeleng. "Engga, dengerin gue dulu. Lo salah paham. Bukan gue yang bikin celaka lo semua," Jane membuat wajahnya sesedih mungkin.

Samuel tersenyum sinis. "Untuk apa gue percaya sama lo?"

Jane merasakan amarahnya tiba-tiba saja memuncak. "Karena, gue emang bener," cetus Jane.

Samuel hanya bisa berdecak, lalu masuk kembali ke dalam rumahnya. Jane yang melihat itu dengan sigap memeluk tubuh Samuel dari belakang dengan erat. Tentu saja pergerakan itu membuat Samuel terkejut.

"Please, lo harus percaya sama gue, Sam," Samuel memberontak dalam pelukan Jane. Namun, Jane lebih mengeratkan pelukannya.

"Jangan harap gue bakal percaya sama lo!" Dengan satu hentakan keras, Samuel melepaskan tangan Jane yang membuatnya tersungkur.

Jane meringis merasakan sakit di bagian pinggangnya. Tetapi, hatinya lebih sakit saat menerima penolakan kejam dari Samuel.

Sebenarnya, Jane hanya ingin membuat Samuel jatuh dalam pelukannya. Jika berhasil, ia akan dengan senang hati berhenti membuat mereka menderita.

Sayangnya, ia tidak berhasil. Jadi, bisa dipastikan bahwa Jane akan kembali membuat mereka menderita dengan cara yang lebih kejam. Ia tidak peduli lagi jika kali ini ia gagal kembali.

•••

Saat ini, Keira benar-benar merasa seperti ada sesuatu yang berbeda dari dirinya. Sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa maksudnya itu. Kesepian dan kegelapan. Arah yang tak tentu ke mana ujungnya. Semua terlihat sama, bahkan sejauh mata memandang pun hanya kegelapan tiada akhirnya yang ia lihat. Sunyi, sepi dan tanpa suara mendominasi seluruh indra pendengarannya. Dirinya tersesat. Tersesat di tengah-tengah padatnya kabut hitam yang membawa rasa sakit dan pedih tiada tara. Ia takut. Sangat takut.

Siapa aku dan di mana aku sekarang ini? Pertanyaan itu terus berdentam-dentam dalam benakku. Nyatanya, aku hanya sebuah jiwa yang sedang terombang-ambing untuk bertahan hidup di antara kegelapan yang menguasai seluruh pandanganku.

Entah kapan aku akan terbiasa dengan kondisi diriku yang seperti ini. Aku tidak tahu mana yang lebih baik, hidupku sebelumnya ataukah sekarang, yang saat ini sedang kurasakan. Semua terasa sangat berbeda semenjak aku tahu bahwa kemungkinannya sangat kecil untuk kembali menjangkau dunia.

Perjalanan yang begitu panjang kulalui bersama Samuel selama lebih dari lima belas tahun ini, membuatku menemukan kebahagiaan yang selama ini belum pernah kurasakan. Ia selalu saja mempunyai beribu macam cara untuk membuatku tersenyum. Bahkan, saat aku kecil dulu, aku selalu berangan-angan ingin mempunyai seorang kekasih sepertinya.

Namun, belakangan ini, ada seseorang yang mampu membuatku merubah keinginanku sejak kecil. Dia, yang saat ini tengah memenuhi seluruh isi hatiku. Dia, yang selalu membuatku ingin segera terbangun dari tidur panjangku. Dia, Liam.

Hingga perlahan, tanpa kusadari, aku menyayangi Samuel dan mencintai Liam di waktu yang hampir bersamaan. Mungkin terdengar sedikit menjijikan, tetapi seperti itulah yang kurasakan saat ini.

Aku tau aku egois. Sungguh, mereka adalah dua orang yang sangat penting dihidupku setelah Tuhan dan kedua orangtua ku. Rasanya sungguh sulit menentukan siapa yang harus aku pilih. Jika aku tidak punya perasaan, maka aku akan dengan senang hati memilih mereka berdua. Namun, bagaimanapun aku harus tetap memilih salah satu dari mereka.

Entah suara siapa yang saat ini sedang kudengar, tetapi orang itu terus-terusan memanggil namaku dan membisikkan kalimat yang begitu membuatku tersentuh dan ingin menangis. Ah, aku baru ingat kalau suara itu adalah suara Mamaku. Kalau boleh aku jujur, aku begitu merindukan kedua orang tuaku.

Seminggu ini, aku merasa sangat kesepian tanpa mereka. Namun, aku menemukan kehidupan dan tempat baru di sini yang mampu membuatku lebih bahagia dan lebih merasa hidup. Tempat yang tadinya gelap tanpa cahaya sedikitpun, kini berubah menjadi indah dan semua berwarna putih cerah. Kali ini, aku benar-benar yakin tidak mau kembali ke kehidupan lamaku.

•••



July 20, 2016.

complicated feeling | ✓Where stories live. Discover now