Part 19

22.5K 1.4K 47
                                    

"Cinta dan persahabatan bukanlah sebuah pilihan. Kamu bisa memiliki atau bahkan kehilangan keduanya secara bersamaan."

•••

Liam merasa sekolah hari ini benar-benar terasa hampa. Entah kenapa, ia begitu kesepian karena tidak ada Keira di sampingnya. Akhir-akhir ini, cewek itu yang selalu menjadi alasan utama bagi Liam untuk terus masuk sekolah. Bahkan, walau saat ini sedang ada guru yang sedang menjelaskan materi, ia tidak memerhatikannya sama sekali. Pikirannya melayang entah kemana.

Semalam, ia juga tidak bisa tidur. Ia terus saja merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa menolong Keira, padahal jaraknya saat itu sangat dekat. Menurutnya, Andaikan ia berlari lebih kencang, pasti Keira tidak akan tertimpa musibah yang bahkan bisa meregangkan nyawanya. Namun, semua itu adalah takdir. Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Kadang, ia juga merasa sangat bingung kenapa akhir-akhir ini hanya Keira, lah, yang memenuhi pikiran dan otaknya. Entah sejak kapan hal itu mulai menjadi kebiasaannya, ia sendiri tidak tahu. Yang jelas, semakin hari semakin membuat rasa bingungnya bertambah besar.

Kini, waktu sudah memasuki jam istirahat dan Liam tidak kunjung beranjak dari tempat duduknya. Hanya melakukan apa yang sejak pagi ia lakukan; menatap bangku di sebelahnya yang kosong.

Tiba-tiba, seseorang menepuk bahunya kencang yang membuat Liam melonjak kaget saat itu juga. Saat ia menoleh, ia melihat bahwa Rio dan Kenio sedang berdiri di sampingnya. Berbeda dengan Samuel yang memilih untuk menempati bangku kosong di sebelahnya.

"Lagi mikirin apa, sih? Serius amat muka lo," sahut Rio sembari menduduki dirinya di atas meja milik Liam.

Liam menggeleng. "Engga, cuma lagi ngira-ngira aja siapa yang udah mencelakai Keira," balasnya santai agar tidak ketahuan kalau saat ini ia sedang memikirkan Keira dan juga ... perasaannya.

"Nah, itu dia. Dari tadi juga kita mikirin itu di kelas," kata Rio seraya menepuk meja yang ia duduki dengan kencang.

"Kalau lo gimana, Sam? Menurut lo siapa orangnya?" Tanya Kenio sembari menatap Samuel penasaran.

"Tetep sama. Jane. Gue yakin banget kalau dia orangnya."

"Gue pribadi juga beranggapan kalau dia orangnya. Tapi, kita harus tetep nyusun strategi biar dia mau ngakuin kesalahannya."

Samuel pun langsung menatap Kenio dengan kerutan di dahinya. "Ngga perlu. Lagian, kita cuma harus bawa dia ke kantor polisi aja."

Kenio menghela napasnya. Kalau memang semudah itu membuat Jane mengakui kesalahannya, harusnya dari kemarin cewek itu sudah mendekam di kantor polisi, bukan?

•••

Setelah mendengar bel pulang sekolah, Liam, Samuel, dan yang lainnya pun langsung melajukan mobil mereka menuju rumah sakit untuk menjenguk Keira. Sesampainya di sana, mereka melihat orang tua Keira yang sedang menunggu di depan ruang inap. Terlihat sangat kelelahan.

"Kebetulan kalian datang. Tante sama Om mau pulang dulu," Mama Keira bangkit berdiri dan langsung menghampiri mereka.

"Yaudah, biar kita yang jagain Keira, Tante," kata Samuel.

"Tolong jaga Keira, ya, nanti tante balik lagi kok."

Mereka pun kontan mengangguk patuh yang langsung membuat orang tua Keira melangkahkan kakinya menuju lift.

complicated feeling | ✓Where stories live. Discover now