Part 42

21K 1.4K 62
                                    

(Biasakan untuk vote terlebih dahulu sebelum baca, setelah itu beri komentar).

••••••

-First week-

Matahari mulai merangkak naik seraya menampakkan dirinya. Nyanyian burung-burung di pagi hari terdengar sangat indah. Angin berhembus kencang membawa dedaunan pergi bersamanya. Serta, awan teduh yang sedari tadi setia menemani kegelisahan hati Keira.

Terdiam membeku tanpa suara meski Liam berada di sampingnya. Bagi Keira, tidak ada lagi hal paling sedih dan menyesekkan, selain melihat senyuman Liam yang terus merekah di bibir pucat pasinya itu. Ada begitu banyak hal yang ingin Keira sampaikan, tetapi apalah daya ia tak sanggup untuk mengungkapkan itu semua. Bibirnya seolah terkunci rapat-rapat dan tak bisa dibuka, walaupun telah ia coba ratusan kali.

Banyak sekali dentuman-dentuman aneh yang terlintas di benak Keira. Namun, ia terus mencoba untuk menepis itu semua sejauh mungkin. Sejauh gurun pasir yang tak mempunyai ujungnya.

Keira mencoba untuk memegang tangan Liam. Tetapi, ekspektasi tak sesuai dengan realita yang ada. Tangan Liam begitu dingin. Dinginnya mampu membuat Keira memandang aneh wajah Liam yang memang sudah pucat sejak pertama kali ia melihatnya di sini. Di rumah sakit.

Lagi-lagi, hati Keira terenyuh. Terenyuh merasakan bagaimana tersiksanya Liam saat ini.

"Li, are you okay?" Tanya Keira. Tetapi, setelah itu ia menggelengkan kepalanya. Merasa tak yakin dengan apa yang ia ucapkan barusan. Tidak mungkin Liam baik-baik saja di saat seperti ini.

"Em, i mean, are you okay with all of this? Like, what you're feeling right now," lanjutnya.

"Im okay," Jawab Liam singkat. Namun, senyuman hangatnya tak absen dari bibirnya itu. Tetapi, Keira tahu bahwa senyuman itu hanyalah sebuah tipuan agar ia tidak harus merasa khawatir terhadap Liam.

"Li, If something's bothering you, you better talk to me. Don't keep it all by yourself, huh?" Keira menaikkan sebelah alisnya.

"You don't have to worry about that, Keira." Balas Liam dengan suara yang sangat pelan. Bahkan, Keira yang berada di sebelahnya saja hanya samar-samar mendengar ucapan Liam.

Semenjak Liam tersadar dari pingsannya kemarin, ia lebih sering terdiam tanpa mau bicara sedikitpun. Bahkan, setiap Keira dan Mamanya bertanya, Liam selalu menjawabnya dengan singkat atau dengan seulas senyuman saja.

Keira mengerti dengan apa yang dirasakan Liam. Sangat-sangat mengerti. Tetapi, Keira tidak mau melihat Liam seperti itu. Semua akan terasa lebih berat untuknya. Apalagi mengingat bahwa waktu yang terus berjalan dengan sangat cepat.

Bahkan, Keira sama sekali tidak merasa bahwa waktu sudah hampir memasuki sore hari. Padahal, ia merasa baru saja datang ke rumah sakit pagi tadi.

"Li, wanna go out? Kita keliling aja di sekitar rumah sakit ini atau kita bisa duduk-duduk di bawah pohon itu..." Keira menunjuk salah satu pohon yang terlihat dari dalam jendela rawat inap. Pohon yang menurutnya bisa membuat Liam merasa sedikit lebih baik.

"Why not?"

Ya, Keira tahu itu bukanlah sebuah pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan yang keluar dari bibir Liam. Kenapa? Karena Liam mengucapkannya dengan senyuman penuh arti. Tanpa bertanya pun Keira sudah tahu itu.

Dengan sigap, Keira segera mengambil kursi roda yang berada di samping ranjang Liam. Kemarin, dokter menyarankan Liam untuk memakai kursi roda jika ingin bepergian. Ya, walaupun sebenarnya Liam sempat menolak, karena ia merasa bahwa itu terlalu berlebihan. Bahkan ia masih sanggup berjalan dan baik-baik saja.

complicated feeling | ✓Where stories live. Discover now