Part 22

19.5K 1.4K 45
                                    

Samuel bersama teman-temannya yang lain pun segera menuju ke rumah sakit, setelah ia membaca pesan dari seseorang yang menurutnya adalah Jane. Instingnya langsung mengatakan bahwa Keira sedang dalam bahaya saat ini. Dan ... ya, Kenio benar, Jane bukanlah lawan yang mudah untuk dihadapi dan ditakluki oleh mereka.

Sesampainya di rumah sakit, mereka segera berlari sekencag mungkin. Bahkan, beberapa kali menabrak orang yang sedang berjalan di depannya. Benar saja, begitu sampai di depan pintu kamar inap, mereka melihat bahwa beberapa orang dokter beserta suster sedang sibuk melakukan sesuatu kepada tubuh Keira yang tidak henti-hentinya bergetar kencang.

Begitu ingin masuk ke dalam, mereka dengan cepat ditahan oleh para suster yang melarang mereka untuk masuk. Awalnya, mereka memberontak. Namun, pasrah juga dan menunggu di depan dengan gusar.

Saat ini, mereka pun dengan sengaja tidak menghubungi orang tua Keira. Menurutnya, memang itulah keputusan yang terbaik, karena mereka tidak ingin membuat orang tua Keira khawatir.

Selama kurang lebih satu jam menunggu, akhirnya dokter yang menangani Keira pun keluar. Sontak mereka bangkit berdiri dan menatap penuh penasaran kepada dokter tersebut.

"Bagaimana, Dok? Apa yang terjadi dengan Keira?" Tanya Samuel penasaran.

"Pasien kekurangan oksigen akibat alat bantu napasnya terlepas dari hidungnya-" dokter itu menggantung kalimatnya sejenak. "Untungnya, suster yang merawat pasien segera mengambil tindakan dengan cepat. Kalau tidak, kami tidak bisa menjamin keselamatan pasien."

Mereka semua pun mendadak lemas. Benar-benar tidak menyangka jika Jane selangkah lebih cepat dari mereka.

"Lalu, kondisi Keira bagaimana, Dok?" Tanya Liam.

"Dia baik-baik saja," dokter tersebut menyunggingkan senyumnya. "Hanya saja, kami tidak dapat memutuskan kapan dia akan tersadar dari komanya."

Setelah dokter tersebut memberi izin mereka untuk melihat Keira, mereka semua pun segera masuk ke dalam kamar inap. Saat itu juga, mereka langsung melihat wajah Keira yang memerah dengan tubuh yang masih sedikit bergetar. Walaupun tidak sehebat tadi, setidaknya mereka merasa lega karena Keira segera ditangani oleh dokter dan juga suster. Entah apa jadinya jika Keira terlambat diberi pertolongan dan meninggalkan mereka semua saat ini.

Hanya dengan membayangkannya saja, sudah membuat bergidik ngeri.

"Keira, lo tenang aja, kita pasti akan berusaha sebisa mungkin supaya Jane mengakui kesalahannya," kata Samuel seraya mengelus rambut Keira dengan lembut.

Entah kenapa, tiba-tiba saja mereka semua mendadak terdiam sambil mengingat-ingat sesuatu. Sepertinya, ada yang mereka lupakan.

Sontak, wajah Rio memerah dan dadanya bergemuruh dengan kencang. "Lisa!"

Rio pun langsung keluar dari dalam sana dan berlari sekencang mungkin. Sedangkan yang lainnya, ikut berlari mengejar Rio, setelah teringat bahwa Lisa juga sedang dalam bahaya.

Seorang diri, Rio menjalankan mobilnya sambil terus menengok ke kiri dan ke kanan. Ia juga terus mencoba untuk menguhubungi ponsel Lisa, tetapi ponselnya tidak aktif. Bahkan, Lucy pun juga tidak bisa di hubungi. Ia benar-benar tidak tahu harus kemana, karena Lucy tidak memberitahu ke mana ia akan pergi.

Begitu juga dengan mereka yang mengikuti dari belakang, kekhawatiran semakin menjadi-jadi, setelah tahu bahwa tidak ada satupun dari mereka yang menyimpan nomor Jane. Ditambah, dengan langit yang semakin lama semakin gelap.

Di tempat lain,

Lisa dan Lucy baru saja sampai di sebuah club malam khusus kalangan atas yang berada di daerah pusat kota. Lisa sempat terkejut saat mengetahui bahwa Jane merupakan salah satu wanita bayaran di club tersebut. Pasalnya, Jane merupakan anak dari keluarga yang sangat kaya raya. Bahkan, uang jajannya perbulan saja bisa mencapai harga satu buah mobil baru. Apalagi, Jane merupakan anak satu-satunya. Setidaknya, itu yang ia tahu setelah Lucy memberitahunya tadi.

Lucy juga dengan segera membawa Lisa menuju sebuah ruangan vip, dimana ia biasa menghabiskan waktu bersama Jane. Sebenarnya, Lisa sendiri merasa sangat gugup dan cemas, karena ini merupakan pertama kalinya ia menginjakkan kaki di tempat seperti itu.

Dan pintu pun terbuka. Dengan langkah gemetar dan gugupnya, Lisa mengikuti Lucy masuk ke dalam ruangan tersebut dari belakang. Di sanalah Jane berada. Ia terlihat sedang menikmati minuman yang Lisa tebak merupakan alcohol.

Jane segera bangkit dan menghampiri Lisa saat itu juga. Sekuat tenaga, Lisa menahan kegugupannya yang entah sejak kapan bertambah besar. Ia tidak takut jika harus melawan Jane sendiri, tetapi ia lebih takut jika Jane melakukan sesuatu yang tidak-tidak padanya bersama para anak buah di belakangnya itu.

Jane menyeringai. "Nyali lo besar juga. Gue salut."

Lisa mendekatkan wajahnya pada wajah Jane. Sedikit menantang. "Gue engga akan pernah takut sama lo, pembunuh."

Rahang Jane mengeras dan tubuhnya menegang. Ia pun dengan segera menangkup wajah Lisa menggunakan tangannya dengan kencang. "Pembunuh? Pembunuh lo bilang?!"

Lisa meringis kesakitan, namun ia tetap bersikap tenang. "Iya, kenapa? Bukannya itu emang kenyataan kalau lo adalah seorang ... pembunuh?"

Jane pun dengan segera mendorong tubuh Lisa hingga ia tersungkur. Kemudian, menyuruh para anak buahnya untuk membekap mulut Lisa menggunakan sapu tangan yang telah diberi obat bius sebelumnya.

Lisa menitikkan air matanya dengan posisi tubuh yang bertumpu pada kedua lututnya. Menatap wajah Jane dengan tatapan penuh bencinya. Sekencang apapun ia memberontak, tenaga dua lelaki bertubuh besar tidak akan mungkin mengalahkan tubuhnya yang kecil. Dari awal, ia memang sudah tahu bahwa ikut bersama Lucy, sama saja dengan menyerahkan diri kepada Jane. Namun, ia rela berkorban demi sebuah kebenaran yang akan menyelamatkan para temannya. Ya ... walau ia sendiri yang harus menjadi korban.

Dan sekarang, hanya sosok Rio sajalah yang memenuhi pikirannya. Rio, gue percaya kalau lo akan dengan cepat menolong dan menemukan gue, pikir Lisa sebelum akhirnya ia jatuh pingsan.

•••

[A/N]

Wah, engga berasa ya kalau cerita ini udah setengah jalan. Kayanya, selain alasan sekolah yang udah mulai masuk hari senin, alasan lain kenapa aku juga akan slow update setelah ini adalah biar kalian bacanya penasaran. Soalnya, aku kan kalau update kadang sehari dua kali, jadi nanti kalian ngga penasaran wkwk. Oke, deh.

Hope this chapter is more than enough to read and make you guys happy, while im trying my best to make this story better than before. Thank you!❤

Edited on July 16, 2016.

complicated feeling | ✓Where stories live. Discover now