"Aul aku bantuin yah."

Aulia mengangguk. " Yaudah nih!" Aulia menyodorkan buket bunga nan cantik.

"Semoga hubungan mereka ke depannya baik-baik aja ya. Gue gak rela mereka ada di posisi kayak gini. Sulit." Dania menatap kosong ke arah Alisha.

"Kita do'ain aja ya Dan yang terbaik buat mereka." Abi mengusap puncak kepala Dania.

---
"Dania, Adel, Aul, Nunu kalian dimana? Kok sepi banget." Alisha tampak cemas karena suasana hening.

Alisha beranjak dari kursi taman dan berjalan pelan sembari tangannya meraba alih-alih ada benda di hadapannya.

"Abi, Adlan, Alva, Azka. Kalian lagi gak ngerjain gue kan? Gue takut!" Alisha mencoba mencari keadaan temannya.

Alisha terus berjalan dengan hati-hati.

Bugh...

"Awh, lutut gue perih. Kenapa jatuh sih ah. Kok kalian jahat aih sama gue, masa cewek cantik kayak gue di tinggal sendiri." Maki Alisha kesal.

Ada suara berdeham seseorang sontak Alisha kembali berdiri dengan susah payah.

"Siapa di sana?" Tanya Alisha ragu.

"Gue penjual perawan!" Bisiknya tepat di daun telinga Alisha dengan suara horor dan tak di kenali Alisha.

Alisha mundur ke belakang. "Ya Allah siapa dia? Tolongin Qory ya Allah."

Lelaki itu terus melangkah maju dan Alisha terus berjalan mundur hingga hampir terjatuh namun dengan sigap lelaki itu menopang tubuh mungil Alisha.

"Lo siapa sih? Please jangan macem-macem sama gue!" Alisha menjauhkan dirinya dari sosok misterius itu.

"Gue mau lo ikut karena gue bakal jual lo ke om-om." Suaranya semakin membuat Alisha bergidik ngeri.

"Enggak. Gue gak mau, awas aja kalau berani. Gue bakal panggilin pacar gue lo."

Lelaki itu menahan tawa. "Gue gak takut. Siapa pacar lo palingan juga gue tonjok sekali langsung tepar."

" Sembarangan lo kalau ngomong. Lardo! Adelardo my pacar. Lo dimana? Dengar ya pacar gue itu jago bela diri dan lo kalau berani macem-macem sama gue. Liat aja. Gue bakal lapor po-"

Lelaki itu membuka tutup mata Alisha dengan posisi tangan masih membungkam bibirnya. Alisha membulatkan bola matanya bingung.

"Emm, mmph." Alisha mencoba meronta.

"Udah ngomongnya?"

"Elo. Ihh nyebelin banget sih lo." Alisha mencubit pinggang Lardo.

Lardo tampak kesakitan karena ulah Alisha. "Rasain lo!"

"Kenapa lo cubit gue. Malu ya ngakuin gue pacar lo yang katanya jago bela diri." Lardo terkekeh.

Alisha menunduk malu. Terlihat semburat merah di pipinya.
"Dih pede banget. Tadi itu gue terpak-" Lardo mncium pipi Alisha.

"Lo kenapa sih Do suka cium gue semau lo. Emangnya lo siapa gue coba."Alisha mencebikan bibirnya.

"Pacar lo lah. Tadi aja lo ngakuin. Dan sekarang lo jadi pacar gue."

"Hah? Ogah gue ahh." Alisha memutar tubuhnya membelakangi Lardo.

Do lo kenapa selalu bikim gue malu gini. Segala bilang kita pacaran. Nembak aja belum.

"Surprise!" Terdengar suara riuh dan Alisha kembali berhadapan dengan Lardo.

Alisha membelalakan matanya bingung. "Kalian ada di sini lagi, tadi kemana?"

Mereka tersenyum dan Lardo memberikan sebuket bunga pada Alisha yang di tutupinya oleh  tubuh atletisnya.

Mata Alisha berbinar. "Maksudnya apa?" Tanya Alisha polos.

"Gue gak mau basa-basi Lish. Karena gue suka ngomong langsung." Lardo menghela napas kemudian membuangnya perlahan. "Lish lo mau kan jadi pacar gue?"

"Pacar?" Sorot mata Alisha tampak bahagia tapi meskipun di balik itu masih terlihat keraguan.

"Gue tahu lo masih ragu dan takut mulai lagi suatu hubungan. Tapi please izinin gue buat buktiin ke lo, kalau gue sayang sama lo. I wuf you Lish." Lardo memposisikan tubuhnya setengah membungkuk memohon pada Alisha.

"Gue bakal bikin kekecewaan lo terhadap mantan lo sirna dan di gantiin nama gue di hati lo. Adelardo Radmilio Emery." Ucap Lardo tulus.

Air mata yang membendung di pelupuk mata Alisha menetes tanpa pemisi membasahi wajah cantiknya.

"Bangun Do!" Alisha membantu Lardo untuk kembali berdiri.

"Gue bisa ngerasain itu Do. Ya walaupun lo sering bikin gue kesel tapi lo juga bikin gue kangen dengan tingkah lo yang konyol."

"Cie...Cie. Ekhem!" Mereka serempak mengucapkan kata tersebut.

"Jadi?" Lardo penasaran.

"Gu, gue mau jadi pacar lo." Jawab Alisha ragu sembari menggigit bibir bawahnya.

Lardo memeluk Alisha hangat saking bahagianya. "Makasih Liah lo udah kasih gue kesempatan. Dan gue janji ga bakal bikin lo ragu lagi sama gue." Lardo semakin mengeratkan pelukan mereka begitupun Alisha yang kini masih menangis.

"Woyy udahan ahh pelukannya! Iri gue." Celetuk Adlan yang kemudian di sikut oleh Alva.

"Bego lo namanya juga orang senang. Kita juga gitu kalau nembak cewek. Alay lo Njing!" Balas Alva.

Lardo mengurai pelukan mereka dan mengusap lembut air mata Alisha.

"Lo cinta banget ya sama gue sampe terharu gini. Cup cup." Lardo mengusap pucuk kepala Alisha gemas.

"Apaan si lo. Gue nangis karena..." Alisha menggantung ucapannya. "Karena gue gak nyangka aja lo mau nembak gue."

"Mati dong kalau di tembak. Nih terima bunganya!"

"Makasih Do."

Lardo memberi kode pada temannya agar meninggalkan mereka di taman ini.

"Lho kok kalian pulang?"

"Biarin aja ah. Kita berduaan aja biar romantis."

"Ihh harusnya juga bilang makasih. Mereka juga kan bantuin kita jadian."

"Makasih mah gampang Lish, besok juga bisa."

"Dasar lo, muka lo itu gak pantes romantis." Alisha meledek Lardo sembari tersenyum.

"Oyah? Yakin lo?" Lardo mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

"Waw. Beautiful necklace!"

"Gue bilang juga apa. Gue romantis kan?" Lardo memasangkan kalung tersebut ke leher jenjang Alisha.

"Makasih Do. Oh iya gue lupa. Gue mau kita jadian gak boleh ada yang tahu kecuali mereka tadi ya. Apalagi Carissa."

"Yaudah gue terserah lo aja." Ucap Lardo singkat.

"Jangan marah ya. Do!" Alisha menggoyangkan lengan Lardo.

"Iya. Mana bisa gue marah sama lo Petit!"

"Yaudah kita makan yuk!" Ajak Lardo dan Alisha hanya mengangukkan kepala sembari terus menghirup aroma sedap bunga cantik itu.

Trust MeWhere stories live. Discover now