16. Fate

994 36 0
                                    


Johan memberengut sebal mendengarkan Noval yang daritadi menceramahinya, pasalnya sejak kejadian pengeroyokan itu, Noval menggunakan istirahatnya untuk melihat keadaan Johan. Noval dengan telaten dan apik memasangkan gips di kakinya Johan. "kenapa sih lo seneng banget buat kita repot" Noval terus melanjutkan aktivitasnya, tanpa tau mimik Johan berubah.

" Gue minta maaf, gue selalu buat kalian repot" johan berkata lirih, nampaknya kata-kata Noval tadi sampai menembus hatinya, Johan merasa bersalah telah banyak merepotkan semua orang disampingnya. Perkataan johan barusan membuat Noval mengerutkan kening dan menjeda aktivitasnya membalutkan gips tersebut.

" Hey, Kenapa minta maaf? " Noval mulai mengerti kata-katanya barusan, membuat Johan sedikit kecewa. Padahal sebelum sebelumnya kata-kata Noval lebih pedas dari pada ini, namun Johan begitu sensitif akhir-akhir ini.

" Gue tau, gue minta maaf, gue selalu buat kalian susah" ucapan Johan barusan membuat Noval semakin tidak mengerti, sebenarnya kenapa anak ini. Biasanya kalau Noval berbicara pedas mulutnya tidak kalah pedas, tapi kenapa sekrang Johan mengalah begitu saja.

" Ya lo selalu buat gue repot, dan susah karena lo nyaingin ketampanan gue" kata-katanya berisi candaan, namun mimik mukanya sama sekali tidak menunjukan bahwa Noval sedang becanda.

Johan menarik nafas pelan, orang yang selama ini dianggap kakak olehnya selalu saja tidak pernah serius jika berbicara dengannya. "Val gue serius, gue... "belum sempat Johan melanjutkan ucapannya Noval langsung menimpalnya.

" Gue tau lo serius. Inget yah gue, bunda, atau Airin gak pernah ngerasa dibuat susah oleh lo Jo. Jangan terus melihat masa lalu, lihatlah sekarang orang-orang yang masih ada di sisi lo" dada noval serasa sesak, seakan ada batu besar yang menghalangi jantungnya untuk memompa. Terlalu menyakitkan untuknya, jika mengingat kejadian 6 tahun yang lalu, dimana Noval dan Airin harus kehilangan Ayahnya dan Johan kehilangan kedua orang tuanya. Semua itu bagaikan tinta yang tumpah di kertas putih polos, tetap membekas meski beribukali menghapuanya. " Kita sama-sama kehilangan orang yang kita sayang, jadi berhentilah bersikap menyedihkan seperti itu" Noval membereskan alat kesehatannya lalu merapikan lengan baju dengan rapi, sungguh sangat menaawan.

" Kata bunda Gue adalah bintang karena gue memberikan kecerian di keluarga ini, Airin adalah Bulan dengan sifatnya yang dingin, dia memberikan kenyamanan dan keteduhan di keluarga ini, dan lo. Lo adalah matahari yang berhasil memberikan kehangatan di keluarga ini" Noval tersenyum berharap Johan mengerti dengan semua ucapannya, ucapan bunda yang selalu menjadi motivasi buat semua anaknya.

" Dan gue bilang bunda adalah langit lahan kita untuk tetap bersinar" Johan tersenyum setelah apa yang barusan diucapkannya. Sekilas terlintas dipikirannya saat Johan baru keluar dari rumah sakit, bunda orang pertama yang memeluknya, menyemangatinya, membantu membuatnya bangkit dari keterpurukan yang hampir menenggelamkan nyawanya. Johan sangat tau, apa arti bunda buatnya sekarang, sangat berarti.

" Waktu gue habis ngurusin lo hahh" Noval mendengus kesal melirik jam yang tangannya. Mulai lagi, Baru saja mereka akur Noval sudah menciptidakan hal yang berbau ejekan. Membuat Johan memutar bola matanya.

" Pergi lo sana, Lagian siapa suruh lo datang kesini" Johan mendengus kesal, bagaimana bisa waktu Noval habis hanya gara-gara memasang gips untuk johan. Johan membalikan tubuhnya kearah jendela membelakangi Noval. Novalpun beranjak dari duduknya.

"Airin akan ikut gue kerumah sakit, jadi lo jaga rumah baik baik ya"

" Lah kok gitu, Jelas-jelas ada pasien dirumahnya, ngapain dia kerumah sakit? " Johan membalikan badannya, Menatap punggung Noval yang berjalan menjauh dari tempatnya sekarang.

Am I Wrong (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang