7.guardian angel

1.4K 48 0
                                    

" Kenapa waktu kamu menyelamatkanku, dan membuatku menyukaimu sejauh ini hah hah" gadis itu meunujuk-nujuk dirinya sendiri di depan cermin. Kejadian kemarin, membuat keadaanya sedikit kacau. Biasannya Airin selalu percaya diri dengan apapun, dengan yang dilakukannya, dikatidakanya, dia bahkan tidak pernah peduli dengan omongan orang tentang bagaimana dan seperti apa dirinya. Baginya, hidup tidak cukup dengan mengandalakan omongan orang. Belum tentu mereka tau, apa yang sebenernya kita rasakan dan lakukukan. Mereka hanya yakin, dengan apa yang tampak di luar pribadi kita, bukan sesuatu yang tulus yang berada di hati kita.

Pagi ini, gadis itu mengurungkan niatnya untuk bersekolah . Entah kenapa Airin menjadi tidakut dengan omongan orang. Airin tidakut orang-orang akan mengejeknya, karena Airin secara terang-terangan mengakui semua perasaanya.

Airin menatap cermin dengan gusar, masih berdiri dengan seragam, yang tampak elegan melekat di tubuhnya. Gadis itu, enggan untuk pergi ke sekolah atau sekedar bergeser dari tempatnya sekarang. Rambut yang tadinya tergerai rapi kini mulai seditik berantidakan karena tanyannya yang tidak bisa diam, mengacak-ngacak bagian depan rambutya.

" Sisir rambutmu, kamu seperti singa. Cepat bergegas atau kita akan terlambat " Airin tersentidak kaget mendengar suara bass yang kini bergema disampingnya.

" Ngapain kamu kesini?" Tanya gadis itu singkat, inilah yang terjadi jika moodnya sedang buruk. Gadis itu tidak akan pernah pandang bulu, kepada siapa dia akan meluapkan kekesalannya, tidak terkecuali bundanya.

" Memangnya aku ngapain kesini, kalau bukan berangkat bareng?" laki-laki itu membalikan badan Airin membuat Airin berhadapan dengannya.

" Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan kau mau berangkat denganku? Kita kan" gadis itu menggantung ucapannya.

" Ayo kita akhiri saja, aku tidak mau melihatmu terluka seperti kemarin. " laki-laki itu tersenyum, senyum yang tampak menenangkan bagi siapapun yang melihatnya. Dia lantas mengambil benda bergerigi di atas nakas, lalu merapikan rambut Airin tanpa melepaskan senyum menenangkannya itu.

"Tapi Johan?" Airin menatap Nanar laki-laki didepannya.

" Tenang, aku akan melindungimu" Johan lantas berhenti merapikan rambut Airin, " masa iya,seseorang tidak masuk sekolah hanya karena ditolak" lanjutnya lagi, membuat Airin menatapnya geram dan memukull dada johan dengan keras, membuat Johan sedikit mengerang.

"Johan a..." Johan menarik tangannya dan menyentuh bibir Airin dengan satu telunjuknya. Membuat Airin bungkam seketika.

" Iya, iya aku tau. Kamu tidak mencintainya, jadi jangan khawatir aku akan membelamu dan melindungimu" Johan memegang kedua bahu Airin lalu mengangguk yakin, lalu dia meraih tas Airin dan menyeretnya keluar , dan pamit kepada bunda.

***

Motor johan melaju kencang menabrak angin, yang kini menyeruak memberontidak kami, membuat rambutku yang digerai terbang melayang. Untung hanya bagian bawah saja. Karena benda berat ini yang kini mengurung dan melindungi kepalaku, sebenarnya, aku tidak suka naik motor. Mengingat aku harus memakai jaket dan memakai benda menyebalkan ini. Benda ini memang melindungiku, tapi memeberikan beban tersendiri bagi orang yang tidak biasa memakainya sepertiku. Andai saja kak Noval pulang, aku tidak akan berangkat dengannya.

Aku mendongak saat menyadari motor sport hitam Johan berhenti, aku kaget kenapa secepat ini kita sampai di sekolah. Membuat jantungku berdebar karena pertama kali berangkat sekolah bersama Johan, mengingat selama tiga bulan ini, kami pura-pura tidak saling mengenal. Ah bukan tidak saling mengenal, kami saling mengenal tapi sebagai seorang tersangka dan korban. Karena waktu awal aku pindah kesini Johan mengangguku dan bagiku itu menyenangkan jadi kita melanjutkan aksi itu hingga kejadian kemarin tiba.

Am I Wrong (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang