6. Flashback

Mulai dari awal
                                    

" Ckkk dasar orang-orang gila" Johan berdecak sebal melihat Alvin dan Nando, dengan polos mengembalikan buku Johan setelah meminjamnya diam-diam. Membuat Johan kesal dan tidak rela, kalau mereka seenaknya menyalin tanpa mau belajar.

Saat Johan hendak kembali duduk, dia tersenyum licik dan duduk di salah satu bangku yang ditempati oleh gadis berambut pirang. Johan mengambil botol yang berada di atas bangku gadis itu, lantas meminumnya tanpa memintanya terlebih dahulu. Perempuan itu terperanjat dam membulatkan kedua bola matanya.

" hey hey Johan itu minuman gue. Kembalikan!" ucap Raniya galak. Raniya lantas berdiri, berniat merebut kembali botol minumanya.

Namun, belum sempat tangannya menyentuh botol itu, Johan dengan segera melemparkan botol itu kearah papan tulis, dan botol itu jauh tepat ditangan Nando, mereka bertiga tertawa mengejek, membuat kelas menjadi rusuh. Raniya mendengus kesal dengan cepat Raniya menghampiri Nando. Raniya kalah cepat, Botolnya kembali terlempar kearah Alvin yang berada tidak jauh dari pintu.

Alvin kurang cekatan mengambil Botol itu, hingga botol itu jatuh tepat didepan pintu kelas.Baru saja Alvin melangkah dengan niat mengambil botol itu, pintu kelas terbuka.seorang perempuan masuk. wajahnya tampak asing bagi mereka semua.

" hei awass, kau nanti jatuh " Alvin berteriak memberi tahu, supaya tidak menginjak botol itu. Sebab jika botol itu terinjak, gadis itu akan terpeleset. Namun, gadis itu terlanjur mengijak botol itu membuatnya terjengkang ke belakang, dan untungnya Alvin lebih cepat bertindak dia menarik lengan gadis itu hingga gandis itu jatuh dipangkuannya.

Alvin menatap lekat gadis itu, mereka berdua saling menatap. Namun hal itu membuat keduanya menjadi canggung. Dengan cepat Alvin melepaskan gadis itu dari pangkuannya.

***

Setelah berlama-lama diruang Kepala Sekolah, akhirnya aku diantar juga ke kelas. Aku sudah tidak sabar untuk belajar, penasaran rasanya, bagaimana sekolah, di sekolah umum. Setelah sekian lama aku di sekolahkan, di sekolah khusus perempuan. Aku diantar oleh guru muda, Namanya Bu Fanny dia adalah guru sastra dan Wali kelasku.

Kami berdua jalan beriringan, langkah Bu Fanny yang cepat membuatku sedikit tergesa-gesa mengimbangi langkahnya. Tiba-tiba Bu Fanny menghentikan langkahnya, membuat langkahku ikut terhenti.

" Permisi bu, ada apa?" aku penasaran kenapa Bu Fanny menghentikan langkahnya.

"tunggu hmmmmmmmmm" Bu Fanny menarik nafas panjang,seakan menimbang apa yang akan dikatidakannya." Dari 4 kelas bahasa, kenapa kamu memilih kelas bahasa 2" kata Bu Fanny lagi.

" Entahlah bu, saya suka dengan cara bicara ibu. Jadi saya memilih ibu untuk menjadi wali kelas saya" ucapku sopan. Aku sendri tidak tahu, kenapa Kelas Bahasa 2 yang harus aku pilih. Karena secara otomatis, saat Bu fanny memperkenalkan dirinya sebagai Wali kelas di Kelas bahasa 2, aku langsung tertarik dengan kelas itu.

" Mungkin kamu menyukai saya, tapi saya tidak tau kamu akan suka atau tidak dengan kelas yang kamu pilih" Bu Fanny kembali menghela nafas panjang. Membuatku bertanya-tanya, apa maksud dari semua perkataannya.

Aku dan Bu Fanny berdiri di depan sebuah kelas, belum sempat aku menanyakan alasan Bu Fanny bicara seperti itu, tiba-tiba aku medengar suara kegaduhan dari dalam kelas tersebut. Aku menoleh penasaran, heran rasanya mendengar kegaduhan seperti itu di sekolah tingkat SMA. Hal-hal seperti itu hanya aku temui saat SD. Sungguh, aku semakin penasaran, bagaimana rasanya bersekolah, di sekolah bukan Khusus Perempuan.

" Yang berisik itu kelas kamu, kelas Bahasa 2. Mari masuk?"

Aku tertegun dengan apa yang di ucapkannya barusan. Kelas yang gaduh itu, adalah kelas yang aku pilih, Bahasa 2. Beberapa pikiran negative muncul mengelilingi otidakku, membuat aku menarik nafas panjang ,berusaha membuang semua pikiran negatif itu. Aku melangkah mengikuti Bu Fanny baru beberapa langkah. Ponsel Bu Fanny berdering membuatnya menyuruku masuk kelas duluan.

Aku memandang pintu, yang berada tepat di depanku sekarang, perlahan ku putar kenop pintu itu dan masuk kedalam kelas. Baru beberapa langkah dari pintu.

" heii.. awas nanti kau jatuh" seseorang berteriak, namun belum sempat aku menoleh kakiku menginjak sesuatu membuat ku terjengkang kebelakang.

Belum sempat tubuhku menyentuh lantai, seseorang menarik tanganku, hingga aku jatuh dipangkuannya. Matidaku mengerjap beberapa kali, saat mata kami bertemu, saling memandang. Detidak jantungku meningkat, berdetidak lebih cepat dari biasanya. Dengan cepat dia melepaskan ku dari pangkuannya.

" bodoh! Tadi gue bilang awas-awas!,untung lo ngga jatuh " laki-laki itu memandangiku kesal, tangannya berlipat di dada.

" kamu ini kenapa? Mana aku tau, aku akan jatuh tadi!" aku pun menatapnya sebal, membuat mimiknya terlihat semakin kesal sekarang.

"kau....." belum sempat dia melanjutkan kata-katanya. Bu Fanny masuk ke dalam kelas, dan melerai pedebatan kami. Membuat semua murid yang menyadari kehadiran Bu Fanny, kembali duduk di bangkunya masing-masing.

" Ada apa ini? Semuanya duduk di bangku kalian masing-masing. Ibu akan memeprkenalkan, teman baru kalian. Alvin duduk sana jangan membuat kekacauan terus." Bu Fanny tegas sekali sekarang.

Ternyata laki-laki ini yang selalu membuat kekacauan, membuat sifat Bu Fanny yang lembut menjadi tegas seperti itu. Aku mengarahkan pandanganku kesetiap penjuru kelas matidaku tertuju pada seseorang disamping laki-laki yang bernama Alvin tadi. Matidaku menatapnya jengah .ah, aku satu kelas dengannya.

" Airin perkenalkan nama kamu kepada mereka" Bu Fanny terseyum ramah.membuatku mengangguk dengan sopan.

" Haiii semuanya. Perkenalkan namaku Airin Faza Febrianti pindahan dari Pelita Putri" belum sempat aku menjelaskan semuanya seseorang memotong perkataanku.

" Sekolah khusus permpuan ya?" tanya gadis berambut pirang, yang berada di depan bangku Alvin.

" Eengg yah"ucapku tersenyum.

" Alasan kamu pidah kesini?" Tanya Bu Fanny dengan tangan yang berlipat di dada.

" Alasan aku pindah kesini karena Pelita Putri jaraknya cukup jauh. Itu membuat orang yang menjemputku sedikit kerepotan" paparku dengan sedikit malu.

" Bilang saja kalau kau manja" kata Alvin menatapku tidak suka.

" Emang, dia manja. Manja sekali ckckckck" lelaki disamping Alvin mulai menarik perhatianku. Membutku menatapnya tajam.

"Alvin, Johan diam. tidak ada yang menyuruh kalian untuk bersuara." Bu Fanny mendelik. Terlihat sekali mimik tidak sukanya Bu Fanny, terhadap mereka . " Baiklah kamu boleh duduk di samping Raniya" sambungnya lagi.

Aku melangkahkan kakiku menuju bangku yang dimaksud Bu Fanny, tatapanku tertuju pada laki-laki yang menyebalkan bernama Alvin itu. Aku tidak tahu, apa yang terjadi denganku. Melihatnya membuat jantungku berdebar. 

Am I Wrong (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang