5. Fatamorgana

1.2K 50 0
                                    


"" Darimana saja kamu jam segini baru pulang?" Tanya papa Alvin tidak suka,suara berat itu membuat telinga Alvin sakit, belum sempat seluruh badanya masuk kedalam rumah, Alvin sudah mendengar suara orang yang dia benci . Alvin berusaha untuk tidak menghiraukanya, i berjalan melewati laki-laki paruh baya itu tanpa menganggapnya ada.

" Apa kamu habis mengunjungi perempuan buta itu lagi?" kini seorang wanita disamping papapnya membuka suara, berbicara dengan seenak jidat, membuat Alvin tidak bisa menahan emosinya.

" Heh, anda jaga ya ucapan anda mama saya buta juga gara-gara anda!" Alvin teriak emosi tepat didepan wanita itu.

Plaaaaaaaakkkkkkkk

" Diam kamu Alvin, sopan lah sedikit dia ini mama kamu!" Suara berat itu menggema ditelinga Alvin, selain telinganya yang sakit kini pipinya juga terasa perih dan panas. Alvin memalingkan wajahnya.

" Dia bukan mama saya, dia perempuan murahan yang merebut papa dari mama" Alvin menatap tajam papanya, tanganya terkepal menahan emosi yang meluap-luap dalam dirinya. Ingin sekali Alvin memukul papanya, namun bagaimanapun Alvin tetap menyayanginya sebagai seorang ayah. Tidak ingin membuat masalah ini semakin rumit, Alvin berlalu meninggalkan mereka tanpa permisi.

" Alvin Adrea Pratama sampai kapan kamu akan membangkang seperti ini!" teriak laki-laki paruh baya itu. Nafasnya turun naik dengan emosi yang meluap-luap ia memijit-mijit pelipisnya yang terasa pening. Melihat kelakuan anaknya yang berubah saat mamanya abur dari rumah.

Alvin membanting pintu kamarnya, menghempaskan tubuhnya keatas kasur. Ingin sekali Alvin menangis dan berteriak, melepaskan sesak yang kini bersemayam didadanya, membuang rasa sakit yang merajai hati dan tubuhnya. Alvin memejamkan matanya mengingat kejadian sebelumnyA. saat Alvin hidup bahagia dengan balutan kasih sayang orang tuanya, saat mamanya masih bisa melihat ketampanan Alvin dan senyum manisnya, saat mendengar rengekan si gadis kecil Alsa Andrea adiknya. Keluarga Alvin sangat harmonis dengan balutan kebahagiaan, mereka selalu mengahabiskan waktu dengan tertawa bersama, seakan kebahagiaan saat itu hanya milik keluarga Alvin . Namun, setelah Kirana datang dikehidupan keluarga Alvin semuanya berubah bagai fatamorgana. Lusia, mamanya kecelakaan dan kehilangan kedua penglihatanya, membuat Alvin sangat terpukul, mengingat Alvin tidak bisa apa-apa tanpa bantuan sang Mama, belum lagi saat Alvin mendengar Alsa jatuh dari tangga yang membuat Alsa tidak bisa bicara dan kehilangan pendengaranya. Dan satu lagi, Heri papanya menikah dengan Karin, papanya berubah menjadi laki-laki kejam dan menganggap Lusia istri pertamanya, tidak berguna.

Merasa sangat tidak diharagai Lusia pun pergi meninggalkan rumah, bersama Alsa kerumah saudaranya. Membuat hidup Alvin semakin tertekan dan hancur. Keharmonisan itu berubah menjadi kesakitan yang tidak bisa disembuhkan, kebersamaan itu hilang, tinggal Alvin berdiri dalam kesendirian dan tawa itu seakan berubah menjadi sebuah tangis. Alvin ingin sekali tinggal besama mamanya, namun ia tidak bisa membiarkan wanita itu mengusai harta orang tuanya . karena Alvin tau Karin menikah dengan Papanya bukan semata-mata soal rasa, melainkan alasan untuk mendapatkan sebuah harta.

Alvin terus memejamkan matanya, membekam wajahnya dengan bantal, mencoba melerai setiap kenangan pahit yang kini berputar dipikirannya, membuat hatinya serasa akan meledak. Ingin sekali rasanya Alvin kembali kemasa-masa itu, masa dimana kehangatan itu masih ada. Namun apa boleh buat tidakdir tidak bisa dihapus, seperti tinta, atau dirobek seperti kertas. Tidakdir berkuasa, membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa seperti boneka. Namun, entah kenapa kejadian april mop itu telintas begitu saja dipikirannya.

Alvin beranjak dan duduk dikursi belajarnya, tangan kirinya menopang dagu sedangkan tangan kanan memutar-mutar miniatur batman yang tertata rapi di meja belajarnya,

" Airinnn...Airinnnn? Apa gue keterlaluan?" Alvin menghentikan tangannya memutar-mutar mianiatur tersebut. Ia berkelut dengan monolognya sendiri.

" Ah tidak tidak, jelas - jelas si anak baru itu yang kebaperan. Dia belum tau kalo gue suka bercanda yakan!" tanya Alvin, seakan benar kalau miniatur bathman nya itu bisa diajak bicara.

Namun, rasa lelahnya lebih kuat dari pada masalahnya dengan Airin, tanpa berpikir lebih jauh lagi. Alvin menyimpan miniaturnya, beringsut keatas kasur untuk beristiahat. Tentu saja,dengan harapan semua yang ada dipikirannya sekarang hilang dan tidak hadir di dalam mimpinya.

Am I Wrong (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang