16 : Di culik?

8K 666 143
                                    

Wohaaa! Berdasarkan permintaan. Gue next nih cerita. Semoga masih nyambung ya? 😁 And semoga belum d apus dr library kalian. 😁

Selamat membaca ☺

Typoh bertebaran.....

6
__________________________

Keluarga. Satu kata yang menyimpan sejuta kenangan di dalamnya. Membayangkan jika memiliki keluarga yang hangat walaupun hanya memiliki seorang ibu. Ibu yang dengan segenap kasih sayangnya, Ibu yang selalu pasang badan jika ia merasakan sakit, kesulitan, merasa tak di butuhkan oleh orang lain, selalu menjadi orang pertama yang mendengar keluh kesahnya, dan lain sebagainya yang membuat anaknya nyaman dengan kehadiran seorang ibu.

Sehingga, anaknya selalu menjadikan ibu sebagai tempat kembali yang paling ia rindukan. Ia merasa terlindungi, setidaknya jika ia tak memiliki teman, ia masih memiliki ibu yang senantiasa bersedia menjadi teman. Ah, lebih dari teman. Ibu itu multi talent, dia bisa berperan menjadi apapun untuk anak dan keluarganya.

Itulah sosok ibu yang Zia harapkan.

Mungkin indah ya hidupnya jika memiliki seorang ibu yang ada dalam bayangannya. Tak masalah hanya ada ibu saja tanpa adanya ayah di sampingnya, walaupun ia sangat menginginkan sosok ayah. Tapi jika takdirnya ia tak pernah melihat wujud ayahnya seperti apa, mau bagaimana lagi? Zia pun harus menerimanya.

Kenginannya tak muluk-muluk, ia hanya ingin memiliki ibu yang memperlakukan nya dengan lembut. Selalu merentangkan kedua tangannya jika anaknya membutuhkan pelukan hangat. Membelai rambutnya penuh kasih sayang. Menenangkannya dengan kata-kata lembutnya. Berharap anaknya dapat terlelap dengan nyenyak, dan di sambut dengan mimpi indah.

Ah, Itu terlalu jauh. Semua orang pasti mendambakan sosok ibu seperti yang ia bayangkan. Itu terlalu indah bagi Zia. Menurutnya, gadis pendosa sepertinya memang tak pantas mendapat kebahagiaan seperti itu. Ia pantas mendapatkan semua perlakuan ibunya selama ini. Rela jika ibu nya bahagia dan merasa puas untuk melampiaskan kemarahannya. Atau mungkin mamahnya capek.

Menghela napas panjang, Zia menghentikan langkahnya. Meraba pipi chubbynya yang terasa basah. Bibirnya menyungging senyum tipis. "Gue gak nangis kan?"

Tertawa pelan, Zia kembali bergumam. "Gak mungkin lha, ini kayaknya grimis. Gue gak bakalan nangis."

Kepalanya mendongak ke atas. Menatap langit yang ternyata  perkiraanya meleset. Tak ada sedikit pun tetesan-tetesan air yang jatuh langit. Langit sangat cerah dengan matahari yang sudah sedikit lengser ke arah barat, menandakan jika waktu siang hampir habis.

Zia meringis perih. Kepalanya kembali menunduk menatap ujung sepatu converse nya. "Ternyata gak gerimis ya. Jadi gue udah berani nangis di jalanan kaya orang gila?" gumamnya pelan.

Kembali Zia melangkahkan kakinya dengan kepala menunduk, tak peduli dengan mobil dan motor yang seliweran di tengah jalan. Kakinya menendang-nendang kerikil-kerikil kecil yang mengganggu jalannya.

Hari ini Zia tak langsung pulang. Ia menghindar dari Aldo yang sedari tadi mengirimkan pesan beruntun karena hari ini ia tak melaksanakan tugasnya. Kali ini saja Zia tak ingin mengganggu Aldo. Kali ini saja Zia tak menampakkan wujudnya di depan kakak kelas tersayangnya. Hanya kali ini saja, Zia ingin menyendiri.

Sedangkan Delio, jangan tanyakan dia. Dia sedang dalam mode pedekate dengan anak baru sekaligus anak sahabat mamahnya. Beby. Tak habis pikir, secepat itukah? Delio memang tak bisa merem sedikit saja jika ada yang bening lewat.

Sebagai sahabatnya, Zia sudah sangat hafal sifat Delio. Zia tak mempermasalahkan itu, siapa saja pacarnya pun Zia tak ingin tahu. Mungkin butuh buku absen untuk mendata pacar-pacar Delio.

Naughty Kiss (A & Z) [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora