26. SAKIT TAK BERKESUDAHAN

38.7K 2.8K 127
                                    

Zahra langsung melepaskan diri dari Fattan. Ditengoknya suara yang berasal dari pintu rumah Revan.

"Mama? Ini nggak seperti yang mama pikirkan," ucap Zahra terbata.

"Tante salah paham!" Fattan ikut bersuara. Ia tidak ingin kalau sampai mama Revan salah paham.

"Apa karena ini, kamu menolak untuk memiliki anak dari Revan?" Zahra terkejut mendengar penuturan mama Revan.

"Zahra nggak pernah seperti itu, Ma ... seperti perempuan lain yang ingin memiliki anak setelah menikah, Zahra juga demikian. Tapi Mas Revan yang menginginkan ini, Ma...."

"Jangan salahkan anak saya, hanya untuk menutupi kedokmu!"

"Nggak, Ma ... Zahra tidak menutupi apa pun."

"Zahra benar, Revan yang menyuruhnya untuk menunda kehamilan. Bukan dia yang menginginkannya." Suara Revan dari belakang mamanya membuat semua mata menuju ke arahnya.

"Maksud kamu?" tanya Mama Revan.

"Waktu itu, Zahra masih kuliah. Makanya Revan nenyuruhnya untuk menunda kehamilan agar tidak mengganggu kuliahnya. Masalah Zahra sama Fattan mereka memang sudah berteman dari lama," jelas Revan. Ia hanya tak mau karena sikap orang tuanya, Fattan akan merebut Zahra darinya.

Setelah mendengar penjelasan Revan, Mama Revan berjalan masuk ke rumahnya.

"Ingat ucapan gue, jangan sakiti Zahra lagi. Jangan buat dia menangis lagi. Kalau lo nggak mau kehilangan dia," bisik Fattan penuh penekanan tepat di telinga Revan saat Fattan akan masuk ke dalam.

Setelah Fattan masuk, Revan mendekati Zahra.

"Kamu mau ke mana?" tanya Revan lembut.

"Aku mau pulang," jawab Zahra pelan sambil memalingkan wajahnya.

"Kenapa? Kan saudara masih pada kumpul."

Zahra tidak menjawab. Ia justru menghindari kontak mata dengan suaminya itu.

"Kenapa menangis?"

"Kenapa Mas di sini? Nanti Mbak Agni nyariin Mas." Bukannya menjawab, Zahra justru balik bertanya.

"Aku yang tanya duluan, kenapa kamu balik bertanya? Sekarang jawab, kamu kenapa?"

"Mas memang nggak peka dengan semua hal yang berhubungan denganku."

"Maksud kamu?"

"Aku tahu, aku tahu kalian sedang berbahagia. Tapi tidak bisakah sedikit saja memikirkan perasaanku? Aku merasa nggak dianggap di sini, Mas ... aku juga istri kamu, aku nggak mandul. Tapi kenapa seolah-olah mereka memandangku kalo aku nggak bisa kasih kamu anak?"

"Cuma perasaan kamu."

"Cuma perasaan aku Mas bilang?! Lalu apa yang tadi mama ucapkan, apakah tidak menyuarakan isi hatinya?" Zahra tersenyum miring. "dan aku juga yakin, itu juga yang ada di pikiran saudara-saudara Mas."

"Jangan suuzon jadi orang!"

"Aku capek, Mas. Aku lelah jadi istri kamu. Dan aku juga nggak yakin apa aku mampu bertahan atau tidak." Setelah lama ditahannya, akhirnya kalimat itu lolos dari bibir Zahra.

"Apa maksud kamu? Apa karena Fattan kamu jadi begini?"

"Jangan salahkan orang lain! Lihat diri Mas sendiri. Mas sudah benar atau belum." Setelah itu Zahra berlari kemudian menyetop taksi yang kebetulan lewat, tanpa bisa Revan cegah.

***

"Asal lo tahu, dia itu rapuh. Kalaupun dia terlihat kuat, itu hanya dari luarnya saja. Lo harusnya mikir sebagai suami, sekalipun lo punya istri dua, harusnya lo bisa jaga perasaan mereka. Dan di sini, jelas-jelas Zahra yang mendapat perlakuan nggak adil," ucap Fattan panjang lebar, saat sedang duduk berdua bersama Revan di teras belakang.

"Jauhi dia!" ucap Revan sambil menatap tajam Fattan.

"Kenapa? Lo takut dia bakalan berpaling ke gue?"

Revan diam.

"Kalau lo bisa bersikap adil, mungkin gue bisa rela melepas dia."

"Dari mananya lo bisa nilai kalau gue nggak adil?!"

"Nggak usah munafik, lo! Sepanjang acara, lo sibuk sama istri kedua lo. Lo nggak lihat saudara-saudara kita pada ngegunjingin Zahra?! Suami macam apa yang nggak bisa ngelindungin istrinya, hah!!"

"Gue nggak bermaksud kayak gitu."

"Jadi suami nggak peka sih, lo!"

"Nggak usah sok tahu, lo!"

"Kalau memang lo peka, lo pasti udah kejar Zahra. Tapi ini apa?"

"Gue pikir dia butuh sendiri."

"Terserah lo. Gue capek ngomong sama lo." Fattan bangkit, kemudian meninggalkan Revan.

***

Ucapan-ucapan Fattan terus saja terngiang di telinga Revan. Malam harinya Revan dan Agni pulang ke rumah mereka. Revan ingin meminta maaf pada Zahra. Namun, tak seperti biasanya Zahra mengunci diri di kamarnya.

Sampai satu minggu Zahra masih tetap menjadi pribadi yang berbeda. Ada kekhawatiran di hati Revan. Revan takut Zahra benar-benar akan memilih meninggalkannya. Revan sadar, jika Revan memang terlalu serakah. Ingin memiliki dua wanita sekaligus. Tetapi Revan bisa apa, ketika hatinya memang telah terbagi.

Tepat di hari ke 10, Revan beranikan diri untuk berbicara pada Zahra. Dan tanpa diduga, Zahra mengiyakan. Awalnya sama-sama canggung. Namun, akhirnya mereka sama-sama meminta maaf dan akhirnya semua kembali seperti sedia kala.

Melihat Zahra baik-baik saja, membuat Fattan dapat bernapas lega. Setidaknya Revan tidak menyakitinya lagi.

***

Tiga bulan berlalu. Kandungan Agni sudah menginjak bulan ke lima sekarang.

Pagi itu, tidak seperti biasanya. Zahra merasa tidak bersemangat. Badannya lemas, rasa mual tiba-tiba datang. Ada kecurigaan di hati Zahra. Mungkinkah aku hamil? Batinnya.

TBC.

📝27.05.17
Repost II, 04.08.18
Repost, 20.03.24

Cinta SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang