11. KECEWA

38.5K 2.8K 72
                                    


Sebulan berlalu sejak kejadian kontak bertanda love itu. Namun, Zahra masih menunggu kejujuran Agni dan Revan. Ia tak pernah membahas tentang itu. Bertanya pun tidak. Zahra begitu yakin itu suara Agni, karena ia sudah sangat hafal suaranya.

Zahra dan Agni berbeda lima tahun. Dan itu membuat mereka nyaman untuk saling bertukar cerita. Karena Agni tinggal di Surabaya, jadi Zahra sudah terbiasa mendengar suara Agni lewat telepon.

Yang jadi pertanyaan dalam benak Zahra, hubungan seperti apa yang sedang Agni dan Revan jalin? Kenapa mereka begitu tega padanya? Apa saja yang mereka lakukan di belakangnya? Tetapi semua pertanyaan itu, tak pernah Zahra lontarkan. Karena sampai sekarang, ia masih enggan memancing keributan.

Apalagi beberapa bulan terakhir ini, Zahra juga sibuk dengan segala macam hal tentang akhir kuliahnya. Minggu depan ia akan diwisuda menjadi sarjana kedokteran.

Selama sebulan ini, Zahra bersikap biasa saja. Seolah ia tidak mengetahui apa pun. Berpura-pura bahagia, tetap tersenyum, paling tidak dengan begitu ia bisa melupakan sedikit rasa sakit yang dirasakannya.

Sikap Revan sangat baik pada Zahra akhir-akhir ini. Mungkin karena dia tak mau Zahra curiga padanya. Sekarang jarang pulang malam. Di rumah pun, dia sudah jarang memegang ponsel.

"Mas, minggu depan aku wisuda. Mas bisa hadir, kan?" tanya Zahra di sela-sela makan malam.

"Kita lihat ya, kira-kira aku ada jadwal di rumah sakit apa nggak."

"Kan bisa di-roling, Mas. Lagi pula masih seminggu. Mas masih bisa menyesuaikan jadwal Mas," jawab wanita itu dengan sedikit ketus.

"Iya, iya. Aku usahakan ya," ucap Revan menghibur Zahra sambil mengelus pipi istrinya itu.

***

Hari yang paling ditunggu Zahra pun tiba. Hari ini dia akan diwisuda. Zahra bangun lebih pagi dari biasanya. Karena dia harus ke salon untuk menata rambutnya. Revan pun berjanji kalau dia akan datang. Ayah dan bunda Zahra akan menunggu Zahra di kampus. Baru saja Ayah dan bunda Zahra memarkirkan mobilnya, mobil Zahra tampak memasuki kampus. Zahra pun memarkirkan mobilnya di dekat mobil ayahnya.

"Mana suamimu?" tanya ayah Zahra dengan nada dingin.

"Ada urusan, Yah. Tapi pasti nanti datang kok, Yah." Ayah Zahra hanya diam menanggapi.

Sebenarnya ayah Zahra ingin mengatakan semua kebenaran tentang Revan dan Agni. Tetapi selalu diurungkan. Karena ayah Zahra tak ingin melukai hati anak satu-satunya itu. Ia juga menyesal, bisa-bisanya menikahkan keponakannya dengan suami dari anaknya sendiri. Lagi-lagi karena janji. Janji ayah Zahra kepada kakak kandungnya, yang tak lain adalah ayah Agni untuk menjadi wali Agni di saat Agni menikah.

"Kita tunggu di dalam aja yuk, Yah, Bun...," ajak Zahra kepada ayah dan bundanya. Kemudian mengapit lengan ayah dan bundanya di lengan kanan dan kirinya.

Setengah jam berlalu. Namun, Revan belum terlihat batang hidungnya. Zahra pun tak hentinya menghubungi nomor Revan, tetapi tak satu pun panggilan dijawab oleh Revan.

Sementara ibu dan adik Revan tidak dapat menghadiri wisuda Zahra. Karena tiba-tiba ada saudara yang terkena musibah di luar kota.

***

Di tempat lain, di mana Revan berada ia sedang sibuk bersama Agni yang sedang meresmikan cafe mereka. Cafe yang didirikan Revan bersama teman-temannya. Di mana Revan sebagai pemberi modal sekaligus pemilik, sedangkan teman-teman Revan yang akan mengelola cafe itu. Revan dan Agni memang sudah jauh-jauh hari merencanakan peresmian cafenya hari ini. Sebelum Zahra mengatakan bahwa hari ini ia wisuda. Jadi untuk memundurkan waktu peresmian cafenya pun, itu tidak mungkin.

Cafe mereka tampak begitu ramai. Banyak teman-teman Revan dan Agni yang dikenalnya setelah ia menetap di Jakarta. Sejak mereka datang, mereka sengaja menyetel ponsel mereka pada mode silent agar acara peresmian cafe tidak terganggu. Mereka berniat akan datang ke wisuda Zahra setelah urusan mereka selesai. Dengan alasan yang lain pastinya. Akan tetapi, saking asyiknya mereka mengobrol, mereka melupakan acara penting dalam hidup Zahra.

***

Di acara wisuda Zahra, kekecewaan begitu tampak di mata Zahra. Tak hanya Zahra, bunda Zahra pun kecewa pada sikap menantunya itu. Sementara kemarahan tampak sekali di wajah ayah Zahra. Namun, bunda Zahra mencoba menenangkannya dengan mengusap lengan suaminya.

Acara wisuda telah selesai. Semua bersuka cita. Banyak yang mendapatkan bunga dari pasangan mereka. Tetapi Zahra hanya bisa tersenyum masam bahkan untuk berfoto dengan baju toganya dengan suaminya pun dia tak bisa.

Melihat Zahra yang diam sejak acara wisuda dimulai, teman-teman Zahra berniat untuk menghibur Zahra. Mereka berencana mengajak Zahra ke salah satu cafe yang katanya baru dibuka.

"Ra, nongkrong dulu, yuk! Besok-besok belum tentu kita bisa bareng-bareng, loh!" ajak Nisa, salah satu teman Zahra.

Zahra melihat ke arah bundanya. Bundanya mengangguk. Bunda Zahra berpikir, paling tidak, Zahra dapat melupakan kekecewaannya.

"Kalau behitu, Ayah sama Bunda pulang dulu. Titip Zahra, ya...," pamit ayah dan bunda Zahra kepada mereka.

"Siap, Tante...," jawab teman-teman Zahra serempak. Kemudian ayah dan bunda Zahra berlalu menuju mobil mereka.

"Di mana sih, cafenya?" tanya Zahra pada teman-temannya.

"Di seberang tempat kita nongkrong. Denger-denger nih ya, yang punya itu pasangan suami istri yang sama-sama dokter, loh."

"Konsepnya katanya berbau rumah sakit gitu, tapi katanya tetep ada kesan romantisnya."

"Harus ya, ke sana?" tanya Zahra lagi.

"Iya, soalnya kan baru buka. Jadi pasti masih promosi. Hehehe."

"Dasar, udah jadi sarjana kedokteran, masih aja nyari gratisan," cibir Zahra.

"Kan baru sarjana kedokteran, Ra ... belum jadi dokter."

"Ya udah, gue bawa mobil. Ketemu di sana aja, ya."

"Ok, deh, Ra!"

Akhirnya mereka berpisah di parkiran kampus. Karena teman-teman Zahra bersama pasangan mereka masing-masing.

Lima belas menit kemudian, mereka sampai di cafe yang mereka maksud. Ketika akan memarkirkan mobilnya, Zahra melihat mobil Revan terparkir di sana. Karena parkiran begitu penuh, Zahra mendapatkan tempat parkir yang jauh dari mobil Revan. Baru saja Zahra berbalik setelah turun dari mobilnya, matanya menangkap sosok suaminya sedang merangkul mesra pinggang seorang wanita. Zahra mencoba menajamkam pandangannya. Dari tempat Zahra berdiri, dia melihat Revan sedang berbicara dengan satpam cafe. Mereka tampak begitu akrab. Setelah Revan dan wanita yang dirangkulnya pergi menggunakan mobil Revan, Zahra mendekati satpam itu.

"Maaf, Pak, yang tadi baru saja pergi itu, siapa ya?"

"Oh, mereka pemilik cafe ini, Mbak."

"Dua-duanya?"

"Iya, Mbak. Mereka kan, suami istri."

"Suami Istri?!"

TBC.

📝17.04.17
Repos II, 20.07.18
Repost, 10.10.24

Cinta SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang