4. AWAL YANG MENYAKITKAN

49.2K 3.2K 89
                                    

Mereka masih saling bersalaman. Bahkan wajah Revan sudah semakin menegang. Memperhatikan Agni dan Zahra bergantian. Mereka memang mirip. Meskipun mereka tidak kembar. Zahra yang bingung dengan tingkah Revan, langsung mengusap punggung Revan.

"Mas, ini Mbak Agni. Sepupu aku dari Surabaya."

Revan masih terdiam. Tetapi perlahan, Agni melepas tangan Revan. Setelah itu, Agni memeluk Zahra.

"Selamat ya, Ra, akhirnya kamu menikah duluan."

"Makasih, Mbak. Mbak Agni juga buruan nyusul, biar kalau kita nanti punya anak bisa main bareng."

Agni tersenyum. Zahra mengira itu adalah senyum haru. Meskipun kenyataannya, senyum itu adalah senyum kesakitan yang Agni paksakan.

Setelah itu, Agni turun dari pelaminan. Sebelum turun, Agni melirik Revan yang dari tadi terus memperhatikannya. Takut Zahra curiga, Agni buru-buru bergabung dengan keluarga yang lain.

"Mas kenapa?" tanya Zahra, setelah mereka dapat duduk karena tamu sedang menikmati hidangan. Namun, Revan masih saja diam.

"Mas." Revan hanya menggeleng. Zahra menghela napasnya. Tak ingin memancing kemarahan Revan, akhirnya Zahra pun diam.
Mata Revan terus saja memperhatikan Agni. Begitu melihat Agni berjalan ke arah toilet, Revan langsung menyusulnya.

"Aku ke toilet," ucap Revan sebelum pergi.

"Jangan lama-lama, Mas!"

***

Revan menunggu Agni di depan pintu toilet. Begitu pintu terbuka, Revan langsung menarik Agni ke ujung lorong toilet. Di mana tempat itu jarang dilalui orang.

"Siapa kamu sebenarnya?"

"Aku Rara, Mas," jawab Agni. "Rara Agni Gupita, orang yang tahun lalu, selama dua minggu selalu curi pandang padamu. Orang yang malu-malu mengharap senyummu." Sejenak Agni terdiam untuk menetralisir jantungnya. "Orang yang mengharapkan cinta kamu ...." Air mata itu pun akhirnya lolos dari kedua mata Agni.
"Aku menerima surat dari kamu, tapi saat itu, aku harus pulang hari itu juga. Karena itulah hari ini aku ke sini, kebetulan sepupuku menikah. Sekaligus mulai besok aku akan mulai dinas di rumah sakit kamu. Tadinya aku berharap, aku bisa bertemu denganmu. Tapi takdir berkata lain. Tuhan mempertemukan kita dengan keadaan yang sudah berbeda."

Revan langsung meraih punggung Agni, dan memeluknya erat. "Apa kamu tahu, aku mengira kalau Zahra itu kamu. Apalagi, mereka memanggil Zahra dengan panggilan Rara. Ditambah lagi wajah kalian mirip. Karena itu, begitu aku bertemu dengannya, aku langsung menyetujui perjodohan ini. Tapi ternyata, tapi ternyata dia bukan orang yang aku cintai."

"Sudahlah, Mas, mungkin kita tidak berjodoh."

"Nggak, kamu harus menungguku. Aku akan mencari cara agar kita bisa bersama. Kita berhak bahagia, Ra."

"Tapi, Mas, aku nggak mau menyakiti Zahra."

"Ssssssttttt, ini kesalahan. Sudah seharusnya diperbaiki sebelum terlambat."

Pelan tapi pasti , Revan mencium bibir Agni. Awalnya lembut. Tapi lama-kelamaan semakin menuntut. Sampai akhirnya mereka melepas ciuman itu, setelah mereka kehabisan napas.

"Aku minta nomor hp kamu, aku akan menghubungimu setelah acara selesai," ucap Revan sambil memberikan ponselnya kepada Agni. Kemudian Agni menyimpan nomornya di ponsel Revan. Agni memberikan ponsel itu kembali kepada Revan.

"Aku akan kembali ke sana. Takut Zahra menyusul."

"Iya, Mas."

Sebelum Revan kembali, Revan mencium kening Agni cukup lama. Ciuman yang menunjukkan seberapa besar cinta Revan pada Agni. Kemudian mencium bibir Agni sekilas.

***

Tanpa mereka sadari, ada orang yang mendengar semua pembicaraan mereka. Orang yang kini telah sah menjadi istri Revan. Zahra yang khawatir karena Revan tak juga kembali, akhirnya menyusulnya ke toilet. Namun, dia tak pernah menyangka, jika dia akan mendapati sebuah kenyataan yang menyakitkan. Bukan dia yang diharapkan. Bukan dia yang dicintai.
Air mata terus membasahi pipi Zahra yang masih penuh makeup. Sakit. Sesak di dada yang ia rasakan. Namun, entah mengapa ia tak ingin menyerah. Apalagi, ia juga sudah berjanji pada bundanya, bahwa ia takan pernah berpikir untuk bercerai apa pun yang terjadi.

'Maafkan aku, Mbak Agni. Aku tak bisa melepas suamiku begitu saja,' batin Zahra.

Setelah itu, ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Sebelum Revan dan Agni menyadari keberadaannya.

"Kamu dari mana saja, Nak? Loh, kenapa matamu sembap?" tanya bunda Zahra khawatir.

"Nggak apa-apa kok, Bun, Rara cuma sedih, setelah ini Rara akan berpisah sama Bunda," bohong Zahra.

"Kamu nggak boleh sedih, Nak. Kita kan masih bisa bertemu."

"Betul kata bunda, Ra. Ayah janji, jika Revan sibuk, kami yang akan menemuimu."

"Ayah ...." Zahra langsung memeluk Ayahnya sambil menangis, sampai air mata Zahra membasahi jas yang ayah Zahra kenakan. Ayah Zahra mengelus kepala putrinya dengan sayang.

"Loh, ada apa ini?" tanya mama Revan yang datang menghampiri bersama papa Revan.

"Biasa Mar, Zahra sedih katanya harus berpisah sama kami," jawab bunda Zahra.

"Zahra nggak boleh sedih, Sayang, kalau kamu kangen Ayah Bunda, kan kamu bisa datang ke rumah bareng Revan. Mama jamin, pasti nanti Revan akan sangat menyayangimu. Kamu nggak akan merasa kesepian, Nak."

'Semoga saja, Ma ...,' doa Zahra dalam hati.

TBC.

***

📝 MARET 2017
Repost ll, 12.07.18
Repost, 19.10.23

Cinta SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang