24. SESAL

40.5K 2.8K 104
                                    


Sudah sepuluh menit Fattan dan Zahra duduk di bangku taman rumah sakit. Namun,
belum ada yang membuka suara. Fattan hanya diam sejak tadi.

"Ada apa, Bang?" tanya Zahra akhirnya membuka pembicaraan.

"Kenapa, Ra? Kenapa?!" sungut Fattan.

"Kenapa apanya?"

"Kenapa kamu nggak cerita ke Abang kalau suami kamu itu Revan?!"

"Kalian saling kenal?"

"Dia sepupu Abang. Dan kamu tahu? Seumur hidup baru sekarang aku menyesal punya sepupu dia."

"Abang nggak boleh begitu!"

"Kenapa kamu bilang kamu bahagia?"

"Ya ... aku memang bahagia ...."

"Meskipun nggak jadi satu-satunya?"

"Yang jadi satu-satunya juga belum tentu bahagia, Bang ... karena bahagia itu kita yang ciptakan."

"Jangan berpura-pura di depan Abang, Ra!"

"Aku nggak berpura-pura, Bang, aku bahagia. Apalagi hari ini. Amat sangat bahagia. Ya ... Mas Revan memang pernah melakukan kesalahan. Tapi dia cuma manusia biasa. Wajar, kan?!"

"Apa kamu tahu sejak awal? Apa dia meminta izinmu sebelum dia menikah lagi?"

"Tentu, Bang, Abang jangan khawatir. Mas Revan nggak seburuk itu, kok ...." Zahra berbohong. Karena ia tahu, jika ia jujur, pasti akan terjadi perang  antara dua saudara. Dan Zahra tak mau itu terjadi.

"Abang percaya, tapi kamu harus janji sama Abang!"

"Apa itu?"

"Menyerahlah saat kamu sudah nggak sanggup lagi. Dan kamu harus ingat, kamu masih punya Abang!"

"Abang nggak boleh begitu, Abang juga harus memikirkan kehidupan Abang!"

"Abang tidak meminta nasihatmu, Abang meminta janjimu!"

"Masih banyak wanita yang jauh lebih baik dari Zahra, Bang ...."

"Berjanjilah Zahra!"

"Asal Abang juga berjanji, akan move on dari aku. Menikahlah saat Abang sudah menemukan jodoh Abang!"

Tanpa diduga, Fattan menarik tubuh Zahra, lalu memeluknya. Tubuh Fattan bergetar.

'Ya Allah ... terima kasih telah menghadirkan Bang Fattan di hidupku. Orang yang benar-benar tulus menyayangiku. Berikanlah dia kebahagiaan. Pertemukanlah dia dengan jodohnya. Aamiin,' batin Zahra.

***

Revan benar-benar kaget dengan pernyataan Fattan. Apa benar dia mencintai Zahra? Revan tidak rela saat Fattan menarik Zahra pergi. Namun, saat ia ingin mengejarnya, Revan melihat Agni sedang menuju ke ruangannya.

"Mau ke mana, Mas?" tanya Agni.

"Nggak ke mana-mana," jawab Revan sambil menampilkan senyum palsunya.

"Tadi aku lihat Zahra bersama Dokter Fattan, Mas, mau ngapain mereka?"

"Ngobrol mungkin, aku dengar mereka teman lama. Oh ya, kamu sudah makan siang?" Revan sengaja mengalihkan pembicaraan. Karena ia merasa sekarang Agni sedikit berubah. Seolah dia tidak menyukai Zahra.

"Belum."

"Ya, sudah, ke kantin yuk!" ajak Revan.

"Boleh."

***

Sampai mereka pulang ke rumah, baik Zahra maupun Revan tak ada yang membahas Fattan. Agni langsung menuju ke kamarnya untuk membersihkan diri. Sementara Revan memilih mengikuti Zahra ke kamarnya. Sesampainya di kamar, Revan langsung menarik Zahra ke dalam pelukannya.

"Mas kenapa?" tanya Zahra. Namun, Revan diam. Dia justru semakin mengeratkan pelukannya. Zahra pun akhirnya balas memeluk Revan sambil mengusap-usap punggung suaminya itu.

"Jangan tinggalin aku, Zahra!" ucap Revan nyaris tak terdengar.

"Mas ngomong apa, sih, Mas?" tanya Zahra bingung.

"Fattan tidak berniat merebutmu dariku, 'kan?" Dahi Zahra berkerut. "Fattan menceritakan semuanya. Dia mencintaimu. Apa kamu akan bersamanya?"

"Tergantung." Jawaban Zahra membuat kepanikan di wajah Revan makin terlihat.

"Kamu berniat ninggalin aku?"

Zahra menggeleng.

"Semuanya tergantung Mas, mungkin sebelum hari kemarin, aku akan memikirkan opsi untuk menerima Bang Fattan. Tapi setelah mendengar bahwa Mas juga mencintaiku, nggak mungkin 'kan, aku menyia-yiakan hasil perjuanganku selama ini?" jawab Zahra sambil tersenyum. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Revan.

Jawaban Zahra membuat Revan sedikit tenang meskipun ada sedikit kecemasan di sana.

"Apa Fattan laki-laki yang waktu itu merangkulmu?" tanya Revan menyelidik.

"Iya, Mas tenang saja ... kita sudah seperti kakak adik."

"Bagaimana bisa kalian kenal?"

"Dulu saat aku SMA, pas lagi bandel-bandelnya, aku ikut balap motor. Mungin aku lagi apes. Aku kecelakaan. Bang Fattan-lah dokter yang nanganin aku. Waktu itu Bang Fattan belum di rumah sakit keluarga Mas."

"Kamu balap motor?" tanya Revan tidak percaya.

Zahra mengangguk. "Iya, kami lumayan dekat. Sampai akhirnya Bang Fattan ke luar negeri untuk menemani abinya berobat."

"Apa kalian pacaran?"

"Nggak. Udah, ah, jangan dibahas! Nanti kamunya baper."

"Kamu mencintainya?" Zahra tak menjawab. "Zahra ...."

"Dulu iya, tapi setelah bertemu Mas, semua berubah."

"Setelah bertemu lagi dengannya, apa perasaan itu masih ada?"

"Kalau ada yang halal, ngapain mikirin yang haram? Aku mau mandi, Mas, gerah."

Revan melepas pelukannya.
Ucapan Zahra sedikit menyentil hatinya. Meskipun Revan tahu, Zahra tidak bermaksud demikian.

Dalam hati Revan berandai. Seandainya dia tidak bermain api, seandainya dia tidak gegabah dalam mengambil keputusan, seandainya dia tidak mengandalkan nafsu semata, mungkin saat ini, dia sedang bahagia dengan keluarga kecilnya bersama Zahra. Namun sayang, semuanya telah terjadi. Dan Revan tahu, di sini Revan lah yang bersalah.

Tbc.

24.05.17
Repost II, 04.08.18
Repost, 18.03.24

Cinta Sendiriजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें