9. KARENA JANJI

37.5K 2.5K 117
                                    


"Mas Revan!" seru Zahra. Mereka berdua masih sama-sama terkejut.

"Siapa, Ra?" tanya Agni yang datang dari dapur. Agni yang menyadari sesuatu sebenarnya juga kaget, takut semuanya akan terbongkar. Hanya saja Agni mencoba untuk tidak panik dan berusaha untuk biasa saja.

"Oh, Mas Revan, ini Ra, tadi Mbak yang kirim pesan, bilang kalau kamu ada di sini," jelas Agni sambil memberi kode pada Revan dengan matanya.

"Iya, iya. Daripada aku pulang nggak ada orang, jadi aku langsung mampir ke sini buat jemput kamu." Revan ikut menimpali dengan sedikit gugup.

Zahra diam. Dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Mencoba untuk percaya lagi dengan apa yang sebenarnya terasa janggal olehnya.

Agni mencoba mengalihkan perhatian dengan mengajak Revan dan Zahra ke dalam untuk makan bersama.

Sepanjang waktu makan mereka, hanya suara sendok garpu yang beradu dengan piring yang mendominasi. Mereka tidak ada yang membuka suara. Begitu juga Zahra. Dia sibuk dengan pemikirannya. Bahkan nasi yang berada di depannya hanya sibuk dia aduk-aduk.

"Kamu kenapa, Ra?" tanya Agni. Zahra masih diam.

"Ra ...," panggil Agni. Kali ini dia mengusap lengan Zahra. Zahra tersentak.

"Iya? Kenapa, Mbak?" Agni tersenyum. Meskipun sebenarnya rasa takut sedang menyelimuti hatinya. Namun, dia coba untuk menutupinya.

"Kamu sakit?" Kali ini Revan yang bertanya. Meskipun Revan tidak mencintai Zahra, tapi rasa khawatir itu tetap ada. Hal itu tak luput dari perhatian Agni. Cemburu ada, tetapi dia mencoba untuk tidak memperlihatkannya. Dia sadar, meskipun dia satu-satunya wanita di hati Revan, tetapi dia tetap menjadi wanita kedua di hidup Revan.

"Ah, nggak kok, Mas. Ng, aku ke toilet dulu ya...," jawab Zahra masih terlihat seperti orang linglung.

Setelah Zahra masuk toilet,
"Kenapa Mas nggak bilang kalo mau ke sini? Kalau Zahra curiga, gimana?" tanya Agni berbisik.

"Aku ingin kasih kejutan buat kamu. Kenapa kamu juga nggak kasih tahu aku kalau Zahra ke sini?"

"Zahra bilang, Mas pulang malam, kirain beneran."

"Ehem."
Suara deheman Zahra menghentikan perbincangan Agni dan Revan.

Zahra kembali duduk di kursinya.

"Kamu nggak apa-apa kan, Ra?" tanya Agni lembut.

"Nggak apa-apa kok, Mbak, maafin Zahra ya, Mbak, tiba-tiba nafsu makan Zahra hilang. Makanannya cuma Zahra acak-acak doang."

"Nggak apa-apa, apa kamu butuh obat?"

"Nggak perlu, Mbak, aku mau istirahat saja di rumah. Mas, aku pulang dulu. Aku bawa mobil."

"Memang bisa nyetir sendiri, keadaan kamu kayak gitu?" tanya Revan.

"Nggak usah khawatir. Mbak, duluan ya...."

"Hati-hati ya, Ra...." Zahra mengangguk. Saat itu juga Zahra pergi meninggalkan rumah Agni.

"Mas, buruan susul Zahra!"

"Aku habiskan makanannya dulu. Sayang kalau nggak dihabiskan. Di rumah, aku nggak pernah nemu makanan kayak gini."

"Tapi, Mas, Zahra sepertinya marah sama kamu."

"Kamu tenang saja, aku bisa kok, redain marahnya dia."

Setelah Revan menyelesaikan makannya, Revan mencuci tangan kemudian bersiap untuk pulang. Agni mengantar sampai ke teras.

"Mas hati-hati nyetirnya."

"Iya, kamu juga hati-hati jaga rumah. Maaf ya, aku nggak bisa selalu ada di samping kamu."

Cinta SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang