13. FATTAN ALYANDRA

37.6K 2.4K 38
                                    


"Bang Fattan!"

Dia melihat ke arahku dengan tatapan kaget. Aku sungguh merindukannya. Empat tahun lebih aku meninggalkannya. Dia yang dulu saat aku tinggalkan masih remaja, sekarang barubah. Dia benar-benar terlihat seperti wanita dewasa sekarang. Benar-benar cantik.

Aku berdiri dari dudukku. Menghapus jarak dengannya. Dia masih diam dengan tatapan yang sulit aku artikan. Aku lirik orang tua Zahra, mereka terlihat masuk ke dalam. Mungkin mereka ingin memberikan kami waktu untuk berdua.

Saat jarakku sudah mulai dekat dengannya, dia justru menghindar. Lari keluar rumah, menuju ayunan besi yang berada di taman di samping rumah. Dia duduk di sana. Sambil menangis terisak, menundukkan wajahnya. Aku mendekatinya.

"Kenapa kembali? Kenapa baru sekarang kembali? Tidak tahukah kalau semuanya sudah terlambat?"

"Zahra, maafkan aku...."

"Aku tidak butuh maaf kamu. Kenapa harus kembali? Bahkan saat di sana pun kau sudah melupakanku."

Aku lihat air matanya semakin deras. Aku ingin memeluknya. Tetapi entah kenapa, kakiku sulit digerakkan. Aku diam seperti patung.

"Aku tidak pernah melupakanmu," ucapku pelan.

"Tapi kenapa? Kenapa tidak pernah memberiku kabar? Kamu tahu? Saat itu aku selalu memikirkanmu."

"Aku hanya tidak ingin menyakitimu."

"Apa kamu pikir, dengan tidak menghubungiku kamu tidak menyakitiku?"

"Ya, aku pikir begitu. Mungkin dengan begitu kamu tidak memikirkanku. Saat itu aku hanya berdoa, jika kamu memang jodohku, pasti kita akan bertemu lagi."

"Dan apa Abang pikir, dengan bertemunya kita kembali hari ini kita berjodoh?"

Aku tersenyum mendengarnya. Karena dia mulai memanggilku dengan panggilan sayangnya. Aku diam.

"Ya, seandainya. Seandainya kita bertemu tahun lalu."

Aku tidak paham maksudnya. Aku juga melihat ada luka dan kekecewaan di matanya.

"Maksud kamu?"

Dia diam, mungkin sedang berpikir apakah dia akan bercerita tentang sesuatu padaku atau tidak.

"Aku sudah menikah, Bang...."

Bagai mendengar petir saat aku mendengarnya.

"Aku sudah menikah tujuh bulan yang lalu," lanjutnya.

Aku masih diam lututku tiba-tiba lemas. Aku berpegangan pada tiang ayunan. Kemudian duduk di samping Zahra.

Pupus sudah. Pupus sudah harapanku untuk menikahinya. Menikahi satu-satunya wanita yang aku cintai.

***

Lima tahun yang lalu....

Saat itu Zahra baru 17 tahun. Zahra yang memiliki kepribadian tomboy, sangat suka sekali mengikuti balap motor. Tak jarang setiap malam Minggu, dia mengikutinya. Dia yang saat itu belum memiliki pacar, selalu merasa bosan jika harus berdiam diri di rumah. Pergi dengan teman-temannya hanya untuk sekadar nongkrong ataupun nonton pun dia merasa buang-buang waktu. Akhirnya ada teman laki-lakinya yang tanpa sengaja menceritakan tentang balap liar itu. Meskipun Zahra harus memikirkan beribu alasan untuk berbohong kepada orang tuanya, agar orang tuanya mengizinkan dia keluar, yang kadang pulang sampai jam dua belas malam.

Alasan Zahra mengikuti balap liar itu, bukan semata-mata untuk menuruti hobinya. Tetapi tujuan balap liar itu yang mulia. Siapa pun yang memenangkannya, akan menyumbangkan hadiahnya kepada yayasan sosial. Karena itu Zahra merasa tertantang.

Cinta SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang