3.PERNIKAHAN

49K 3.2K 42
                                    


Tak terasa hari yang ditunggu tiba. Besok Revan dan Zahra akan menikah. Zahra merasa bahagia. Sebab, hati yang telah lama dibawa pergi oleh orang yang sampai sekarang belum juga kembali, orang yang belum sempat mendengar ungkapan cintanya, kini telah kembali terisi oleh pria lain. Yaitu Revan, calon suaminya.

"Lagi mikirin apa, Nak?" tanya bunda memasuki kamar Zahra. Kamar yang masih biasa saja. Karena besok, resepsi akan diadakan di ballroom salah satu hotel. Dan setelah resepsi, Zahra dan Revan akan tidur di hotel. Karena itulah, kamarnya tidak perlu dihias.

"Hayo, mikirin apa ya, senyum-senyum?" goda bunda Zahra.

"Nggak, Bun, lagi mikirin besok. Masih berasa kayak mimpi."

"Kamu harus belajar buat jadi istri yang baik ya ... harus nurut suami. Apa pun yang terjadi, kamu tidak boleh punya pikiran untuk bercerai. Karena setiap orang berumah tangga, pasti selalu ada cobaannya. Jangan pernah gunakan emosi sesaat untuk menyelesaikan suatu masalah."

"Iya, Bunda ... Rara akan belajar dan berusaha untuk menjadi istri yang baik. Rara akan berusaha untuk tidak mengecewakan Ayah juga Bunda." Air mata Zahra menetes. Begitu juga dengan bundanya. Air mata haru. Air mata bahagia, tetapi juga air mata kesediahan. Karena setelah ini, Zahra akan pindah ke rumah Revan, rumah pribadinya. 

"Oh, iya Bun, Ayah mana?"

"Itu di bawah. Lagi menemui kerabat Ayah."

"Mbak Agni ke sini kan, Bun?"

"Iya, besok pagi baru terbang dari Surabaya."

"Kangen Rara, Bun, udah lama nggak ketemu."

"Bunda dengar, Agni pindah ke kota ini. Mulai minggu depan katanya dia dinas di Rumah Sakit Mitra Sehat."

"Bukannya itu Rumah Sakit keluarga Mas Revan ya, Bun?"

"Mungkin, kalau memang itu benar, berarti dunia memang benar-benar sempit ya ...."

Zahra hanya mengangguk.

"Ya sudah, kamu istirahat, biar besok fit." Bunda Zahra memberi saran, lalu mencium kening Zahra.

"Aku sayang Bunda," ucap Zahra mengeratkan pelukan pada pinggang bundanya. Karena posisinya sekarang sedang duduk di pinggiran ranjang sambil memeluk bundanya yang berdiri di sampingnya.

***

Esoknya, Zahra bangun lebih pagi dari biasanya. Cantik. Zahra melihat pantulan dirinya di cermin. Saat ini ia mengenakan kebaya putih gading. Wajahnya pun sudah di-makeup. Tidak berlebihan memang, karena hanya untuk ijab kabul. Tante Sasa, kerabat bundanya yang mendandani gadis itu. Karena beliau memang biasa merias pengantin.

Zahra merasa gugup saat mendengar suara Revan dengan lantang mengucapkan ikrar ijab kabul. Tak ada keraguan sedikit pun yang terdengar. Zahra terharu, begitu mendengar kata sah menggema di ruang tamu rumahnya. Air mata bahagia lolos begitu saja dari mata indahnya.

"Alhamdulillah , semuanya lancar," gumamnya pelan.

Beberapa saat kemudian, terdengar pintu kamar diketuk. Sepupu Zahra memanggil gadis itu untuk turun ke ruang tamu, untuk menandatangani buku nikah. Ia berjalan pelan menuruni tangga. Dengan tangan digandeng sepupunya, agar tidak terjatuh.

Revan terpana melihat Zahra. Zahra tersenyum, Revan pun membalasnya. Setelah menandatangani buku nikah, mereka saling menyematkan cincin. Zahra mencium tangan Revan. Revan mencium kening Zahra. Mereka benar-benar bahagia.

Setelah acara selesai, semua dipersilakan untuk menyantap hidangan yang telah disediakan. Satu persatu tamu pulang. Yang tersisa hanya keluarga besar pengantin wanita, yang memang akan tinggal di sana sampai resepsi nanti malam. Zahra dan Revan pamit ke kamar untuk beristirahat.

Sesampainya di kamar, Revan menutup pintu, lalu menguncinya. Dia meraih tangan Zahra agar mendekat. Kemudian merengkuh pinggang istrinya itu untuk menghapus jarak.

Zahra menunduk malu. Telunjuk Revan meraih dagu Zahra agar mendongak menatapnya.

"Kenapa menunduk, hm?" Zahra hanya tersenyum, "terima kasih kamu sudah bersedia untuk menjadi istriku. Menjadi calon ibu anak-anakku," ucap Revan, lalu mencium kening Zahra lama. Setelah itu menatap matanya. Zahra balas menatap suaminya. Jarak mereka semakin dekat. Sampai akhirnya bibir mereka saling menempel.

Revan menempelkan keningnya di kening Zahra. "Simpan untuk nanti malam," ucap Revan dengan nada menggoda, "sekarang aku akan bantu kamu menghapus riasan kamu, abis itu kita istirahat. Biar nanti malam nggak kelelahan."

"Makasih, Mas, kelak jika aku melakukan kesalahan, Mas harus tegur aku. Mas harus ajari aku bagaimana menjadi istri yang baik."

"Kamu juga. Kamu harus tegur aku di saat aku salah."

Zahra dan Revan saling memeluk. Setelah berganti pakaian, mereka tidur. Benar-benar tidur. Agar tubuh kembali fit di saat resepsi nanti malam.

***

Malamnya, semua berkumpul di hotel. Zahra benar-benar cantik. Begitu juga dengan Revan. Sangat tampan. Mereka sangat serasi. Banyak mata yang memandang mereka iri.

Tamu mulai berdatangan. Begitu juga dengan keluarga Agni, yang datang dari Surabaya. Sebenarnya, Agni datang bukan hanya untuk menghadiri pernikahan Zahra, karena mulai sekarang, dia akan menetap di Jakarta.

Agni adalah anak dari kakak ayah Zahra, yang saat ini telah meninggal. Setelah Agni menetap di Jakarta, ibunya akan tetap tinggal di Surabaya bersama kedua adik Agni. Ajeng yang masih kuliah, dan Alan yang masih SMA.

Keluarga Agni mulai naik ke pelaminan, untuk memberikan selamat kepada kedua mempelai. Setelah bersalaman dengan ayah dan bunda Zahra, tiba saatnya Agni bersalaman dengan Revan. Namun, betapa terkejutnya saat mereka saling pandang. Agni tak menyangka jika suami Zahra adalah Revan. Revan juga tak menyangka. Jika dia telah salah menikahi orang.

Tbc.

****

MARET 2017
Repost ll, 11.07.18

Cinta SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang