6. PERJUANGAN DIMULAI (Zahra)

41.9K 2.8K 62
                                    

Aku memang tidak pernah pacaran. Apalagi sampai berciuman ataupun lebih dari itu dengan pria yang bukan mahramku. Tetapi aku juga tidak bodoh untuk mengetahui tanda merah yang ada di pundak suamiku. Kissmark. Sudah sejauh itukah yang mereka lakukan?

Aku mencoba untuk tidak barprasangka buruk, tetapi semalam saja mereka berciuman. Bukan hal yang tak mungkin untuk mereka melakukan hal yang lebih dari itu.  Hal ini justru membuatku lebih semangat lagi untuk berjuang mendapatkan hati Revan.

Aku hapus air mata yang mengalir di pipi. Ya, aku akan membuat Revan melupakan Mbak Agni dengan perlahan.

Kuputuskan untuk mandi. Namun, lupa tidak membawa pakaian ganti. Terpaksa aku keluar hanya menggunakan lilitan handuk yang menutupi dada sampai setengah paha. Biarlah, toh Revan sudah resmi menjadi suamiku.

Revan terbelalak melihatku, tetapi dengan santai aku berjalan ke arah tas yang berisi pakaian yang berada di sofa di samping Revan. Aku mengambil baju dengan sedikit berjongkok.

"Maksud kamu, apa?" tanya Revan datar.

"Tidak ada maksud apa-apa. Hanya saja aku lupa tidak membawa baju ganti ke kamar mandi. Lagipula, kita sudah resmi jadi suami istri. Jadi nggak masalah, kan?" jawabku cuek.

"Iya, tapi–" Ucapan Revan terhenti karena handuk yang melilit tubuhku tiba-tiba melorot.

Tanpa kuduga, Revan menarikku ke pangkuannya. Menciumku dengan lembut. Namun, lama-lama semakin menuntut.

Perlahan Revan menggendongku. Dibawanya tubuh ini ke ranjang. Aku menurut saja dengan perlakuannya. Dia terus saja menciumiku, aku pun membalasnya. Sampai kami sama-sama terbakar gairah.

Akhirnya kami melakukannya. Kami memang tidak dapat melakukan malam pertama semalam, tetapi kami melakukannya pagi ini. Aku bahagia, meskipun saat tadi kita sama-sama klimaks, dia menyerukan nama Rara. Entah itu aku yang dimaksud, atau Mbak Agni yang memang namanya Rara. Tetapi tak apa. Setidaknya dia masih mau menyentuhku.

Revan masih berada di atas tubuhku. Masih dengan napas terengah, aku mengusap punggungnya.

"Terima kasih sudah menjadikanku istri seutuhnya," bisikku tepat di telinganya.

Seakan menyadari sesuatu, tanpa sepatah kata dia beranjak dari atas tubuhku. Lalu berlalu masuk ke kamar mandi.

Aku terdiam. Ada apa dengannya? Menyesalkah dia atas apa yang telah kami lakukan? Satu tetes air mata menetes di pipiku. Dengan kasar kuhapus air mata itu. Tidak. Aku tidak boleh menangis. Aku harus kuat. Dan belum tentu, semua yang kupikirkan benar.

Dua puluh menit kemudian, Revan keluar dari kamar mandi.

"Cepatlah mandi, setelah itu aku antar kamu ke rumah Mama. Mereka ingin bertemu, aku juga harus pergi. Ada urusan," ucap Revan datar.

"Baiklah." Aku bangkit dari rebahanku. Tanpa tahu malu berjalan dengan tubuh polos, lalu mincium pipi Revan kemudian masuk ke kamar mandi.

Tekadku sudah bulat. Aku akan berjuang. Sekalipun harus bersaing dengan sepupuku, Mbak Agni. Orang yang dicintai suamiku sendiri.

Selesai mandi aku mengenakan pakaian. Pukul sembilan pagi, kami check out dari hotel. Setengah jam perjalanan, kami sampai di rumah Mama.

Aku dan Revan masuk ke rumah Mama. Kami sarapan bersama. Mama, Papa, dan Reia adik Revan yang satu tahun lebih muda di bawahku tak hentinya menggoda kami. Aku menanggapinya dengan senyum malu-malu. Namun, Revan tetap diam tanpa ekspresi.

Pukul sebelas, Revan pergi dari rumah Mama, dia bilang ada urusan penting. Katanya dia mau mengantar teman-temannya yang tinggal di luar kota ke bandara.

Aku cuma bisa berdoa, jauhkanlah aku dari pikiran-pikiran negatifku, jauhkanlah juga suamiku dari dosa Zina. Aamiin ....

TBC.

📝22.03.17
Repos II, 17.07.18
Repost, 22.10.23

Cinta SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang