•Extra Chapter #3•

106K 9.8K 1.7K
                                    

Lalisa bangun dengan perasaan kosong di hatinya, meskipun itu sudah beberapa hari ia rasakan. Tetapi ia masih belum terbiasa, benaknya seakan terus berteriak tanpa henti. Menyerukan satu nama yang membuat perasaannya berubah, antara senang dan sedih.

Lalisa kemudian menatap bayangannya sendiri di cermin, yang akhirnya justru membuat dahinya mengernyit. Lingkaran hitam di kelopak matanya kian parah saja. Akhir-akhir ini susah tidur, ditambah lagi Lalisa jadi sering memimpikan Samudra.

Mimpinya pun selalu sama. Ia dan Samudra pasti sedang duduk di sebuah taman, dan cowok itu memberikan seikat bunga padanya. Setelah hari berubah senja, mereka berdansa seolah-olah sedang berada pada pesta.

Tetapi ketika mereka melakukan hal itu, tubuh Samudra tiba-tiba mengeluarkan darah dan menghilang begitu saja.

Tidak usah ditanya lagi, Lalisa merindukan Samudra. Mungkin hal itu yang membuatnya terus-menerus mendapatkan mimpi yang sama.

"Lalis." Panggilan lembut seseorang membuat Lalisa menoleh, ternyata ibunya yang kini masuk ke dalam kamar sambil tersenyum.

"Kamu nggak siap-siap sekolah?" Lalisa mendesah. "Belum."

"Yaudah kamu siap-siap, takutnya nanti malah terlambat." Lalisa mengangguk. "Iya ma."

"Oh iya, kamu mau dianterin sama Fajar nggak?" Lalisa kontan menggeleng dengan cepat. "Enggak ma, Lalisa berangkat sama Rosa aja."

"Yaudah." Ibu Lalisa membelai kepala putrinya itu dengan sayang sebelum keluar kamar dengan langkah yang lambat.

Lalisa mendesah entah untuk yang keberapa kalinya, rasanya ia hanya ingin berbaring saja di atas tempat tidurnya yang nyaman.

Untuk urusan Fajar sendiri Lalisa tidak ingin tahu dan tidak peduli. Mungkin tujuan ibunya baik untuk membuat Lalisa move on tetapi rasanya itu terlalu cepat, ia masih membutuhkan waktu yang ... tidak sebentar.

Bagaimanapun juga posisi Samudra di hatinya tidak akan tergantikan.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan memperlihatkan pesan dari Rosa.

"Woy mau bareng kagak?"

"Mau, lo ke rumah gue jemput."

"Siap."

Lalisa membenarkan rambutnya yang kusut. Baiklah, ia harus berusaha menjalani hari-harinya dengan senyum mengembang, tanpa bayang-bayang yang selalu menghantui hari-harinya.

∆∆∆

"Hai Lis, Mama kamu nyuruh aku buat jemput." Rosa dan Lalisa saling berpandangan. Lalisa yang terlihat malas berbanding terbalik dengan pandangan Rosa yang seolah bertanya : dia-siapa?

"Tapi gue mau ke suatu tempat dulu," balas Lalisa dingin. Tetapi laki-laki yang baru memasuki perkuliahan dengan jurusan manajemen itu malah tersenyum.

Ia mengerti, Lalisa masih belum bisa terbuka. Entah sampai kapan.

"Aku anterin kok."

"Nggak usah." Lalisa menggeleng lalu menarik Rosa menuju parkiran sekolah.

Fajar mengangkat bahunya pasrah, jelas Lalisa akan sulit dimilikinya.

∆∆∆

Lalisa memandang gundukan tanah itu dengan pandangan kosong, mungkin sudah lebih dari sepuluh menit ia bertahan dalam posisi itu.

Lalisa tidak lagi menangis setelah mendengar ucapan ayah Samudra tempo hari, ia menyadari beberapa hal sekaligus.

Yang pertama, bagaimana pun sedihnya ia dan sebanyak apapun Lalisa meneteskan air mata, Samudra tidak akan terbangun lagi. Kenyataan itu memang pahit, tetapi tetap tidak akan berubah.

Yang kedua, ia harus melangkah maju.

Dan yang ketiga, dengan berat hati Lalisa harus mengakui, ia harus berusaha untuk melupakan. Meskipun berat. Lalisa harus bisa terlepas dari bayang-bayang Samudra.

Belajar dari masa lalu, jalani hari ini dengan baik, dan bersiap untuk masa depan.

"Thanks Sam."

Lalisa mengusap nisan di hadapannya dengan sayang, seolah membelai kepala si empunya yang masih hidup.

"Aku harap kamu tenang di sana ya Sam." Lalisa bangkit dan menepuk-nepuk roknya yang agak kotor.

"Love you."

Lalisa yang berjalan menjauh kembali berbalik ketika mendengar bisikan di telinganya, seperti ... suara Samudra.

Lalisa tersenyum dan menatap nisan itu kembali. "Love you too, possessive boy."

Lalisa berjalan menjauh kembali dengan perasaan lapang.

Samudra telah pergi, dan ia harus merelakannya.

Thanks Sam, untuk semua momen yang kamu berikan.

Memori ini tidak akan pernah hilang, dan posisimu tetap akan ada di sini. Di hatiku.

Love, yours.

∆∆∆

•Selesai•

Hehe kisah Samudra dan Lalisa ini sudah selesai:)

Terima kasih kalian sudah membaca cerita ini dari awal, maaf jika saya tidak dapat membalas satu persatu komentar. Tapi saya baca kok. Apalagi komentar kayak :
"Next kak."
"Lanjut."
Atau : "Samudra ganteng banget!" <- saya bingung mau kayak gimana balesnya wkwk
Atau kayak :
"Cerita kakak bagus, baca ceritaku ya."
._.

Sekali lagi terima kasih:)


Tunggu info selanjutnya ya:)

Love, from Samudra dan author.
IG : bayupermana31_

My Possessive Bad Boy (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang