LIMA PULUH : Senyum Yang Dipaksakan

186K 15.7K 1.7K
                                    

Samudra menarik napas dan menghembuskannya berulang kali, dadanya masih terasa sesak hingga kini. Apalagi memikirkan kejadian ketika ia baru saja bangun yaitu pertengkaran antara Lalisa dan Kevin membuat kepalanya terasa berdenyut-denyut.

Samudra meringis berulang kali, tidak ada siapapun di ruangannya. Johan baru saja pulang dengan wajah merah karena marah, Samudra tidak habis pikir dibuatnya. Mengapa Johan harus marah?

Samudra menutup matanya perlahan, mencoba menahan rasa sakit yang ada. Ia meyakinkan diri sendiri bahwa seharusnya ia bersyukur, ia hanya gegar otak bukan? Setidaknya kepala Samudra tidak pecah ataupun kakinya tidak perlu diamputasi.

Suara pintu diketuk dan dibuka membuat Samudra membuka matanya, ia segera melihat Lalisa yang masuk dengan sebotol air.

"Kamu minum ya Sam, pasti kamu haus," ucap Lalisa dengan lambat dan jelas, seolah Samudra adalah balita yang tidak mengerti apa yang ia bicarakan.

Samudra hanya menggeram untuk membalasnya, hal itu membuat Lalisa tersenyum tipis. Ia merasa kasihan dan bersalah, kasihan akan keadaan Samudra yang terlihat sangat lemah. Dan bersalah karena ini semua adalah kesalahannya.

"Kamu bisa duduk nggak?" Samudra mencoba meskipun dengan dahi mengkerut.

"Bentar." Lalisa memasukkan sedotan ke dalam botol agar Samudra lebih mudah meminumnya.

Setelah Samudra minum walaupun hanya sedikit ia memilih kembali berbaring. Rasanya semua bagian tubuhnya bekerja sama untuk memberikan rasa sakit sekaligus dalam satu waktu.

"Sam, kamu nggak papa kan?" Lalisa meringis ketika Samudra tidak merespon sama sekali.

"Sam, kamu nggak papa kan?" ulang Lalisa sekali lagi.

Samudra menoleh lalu mencoba tersenyum, senyum yang dipaksakan.

"Nggak, aku nggak papa," balasnya dengan suara parau.

Lalisa mengangguk canggung, ia memilih diam dan membuka tasnya. Lalisa kemudian mengambil buku Bahasa Indonesia karena belum mengerjakan tugasnya.

Kadang-kadang ia tak habis pikir, bukankah full day school itu tidak ada pekerjaan rumah? Tetapi para guru tetap saja memberikan tugas untuk di rumah, hanya diganti nama saja menjadi amanat atau pekerjaan mengisi waktu.

Berbeda dengan Samudra, cowok itu benar-benar harus istirahat. Hal itu dilakukan untuk mendukung perawatan intensif yang ia lakukan, sehingga kemungkinan ia sembuh meskipun dengan beberapa kemungkinan akan tercapai.

Lalisa membolak-balik buku paketnya dengan tekun. Ia memang bukan pelajar yang pintar, tetapi jika sudah menekuni sesuatu ia akan fokus dan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.

Lalisa melirik Samudra sebentar, cowok itu sudah menutup matanya. Dalam sekejap Lalisa terkesiap, ia mendekatkan tubuhnya dan mendengarkan deru napas Samudra yang teratur. Menandakan bahwa dia sedang tidur.

Lalisa mengembuskan napasnya, semenjak kejadian di taman belakang itu ia semakin sering merasa khawatir berlebihan. Dan untungnya hari ini sifat barunya itu tidak terbukti.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, sehingga Lalisa harus segera bersiap-siap untuk pulang. Samudra belum bangun satu kali pun dari tadi.

Lalisa mendekati tempat tidur Samudra setelah menggendong tasnya, ia kemudian mengelus dahi cowok itu pelan.

"Aku pulang dulu ya Sam, kamu istirahat yang banyak aja."

"Get well soon Sam." Lalisa tersenyum sangat mengucapkan kalimat terakhirnya.

∆∆∆

My Possessive Bad Boy (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang