•Extra Chapter #1•

113K 9.8K 1.4K
                                    

Lalisa mengabaikan setiap tetesan air hujan yang membasahi tubuhnya, seolah hal itu adalah hal yang wajar dialaminya setiap saat seumur hidupnya.

Ketiga sahabat Lalisa sendiri sudah mengomel panjang lebar, mulai dari a sampai z dan kembali ke a lagi tetapi Lalisa sama sekali tidak ingin beranjak dari kursi taman yang ia duduki.

"Gimana dong? Lalisa nanti sakit loh," ucap Jennie dengan cemas. Ia menggigit bibir bagian bawahnya.

"Hujannya sekarang malah makin deras." Rosa mengulurkan tangannya dan merasakan rintikan air hujan yang terasa menusuk karena dingin.

"Ini semua gara-gara si Kevin tau nggak," celetuk Mila yang sudah memendam kekesalannya. Untung saja Kevin sudah lulus, meskipun kini cowok itu mendapat pengawasan yang cukup ketat. Bagaimanapun juga tindakannya sudah menghilangkan nyawa seseorang.

"Udahlah, nyalahin si Kevin itu nggak akan bikin Lalisa nggak murung. Mendingan kita nyari solusi biar Lalisa bisa tenang dan ceria lagi."

"Ayahnya Samudra kemana sih?" gumam Mila kemudian, ia berbalik dan berusaha mencari ayah Samudra di rumah besar itu.

Fyi, mereka kini sedang berada di rumah Samudra. Yudha, yang merupakan nama asli dari ayah Samudra berbaik hati mengundang Lalisa dan teman-temannya ke rumah. Mungkin karena ia juga merasakan hal yang sama, yaitu kehilangan orang yang paling dicintainya.

Yudha sendiri kini berdiri di kamarnya, dan menatap sebuah foto berukuran besar yang menampakkan potret keluarganya dulu. Ada dirinya, sang istri dan anaknya. Si sulung alias Alvaro tampak tersenyum lebar, sedangkan istrinya yang kala itu sedang hamil tampak tersenyum lembut.

Ia merindukan mereka, sungguh.

Penyesalan kini menghantui hidupnya. Ia menyesal telah memperlakukan Alvaro dan Samudra dengan sikap yang berbeda.

Tetapi semua itu telah terlambat. Andai saja ia bisa memutar balikan waktu pasti sudah dilakukannya sedari dulu.

Di sisi lain Lalisa yang menunduk kemudian menoleh sedikit, menatap es krim di genggamannya yang mulai tidak berbentuk karena air hujan. Di tangan kanan ada es krim rasa vanilla, kesukaan Samudra. Sedangkan di tangan kirinya rasa coklat, favoritnya sendiri.

Ingatan Lalisa melayang ke kejadian pulang setelah berenang, mengingat Samudra yang tampak kaget setelah dibentak-bentaknya karena mencium Lalisa tiba-tiba.

"Sam." Genggaman Lalisa mengerat, sehingga cone es krim tersebut remuk dan jatuh ke tanah.

Hujan semakin deras, Lalisa mendongak dan dapat merasakan rintikan hujan itu menusuk wajahnya. Andai saja Samudra masih di sini, pasti cowok itu akan mengomel dan tidak membiarkannya sampai basah-basahan seperti ini.

Samudra tersayang.

Lalisa merasa dirinya cengeng ketika setetes air matanya mengalir di pipi, meskipun tidak terlihat karena tertutup hujan yang deras.

Lihat, hujan seakan mengejek dirinya.

Lalisa menoleh ketika mendapati seseorang yang duduk di sampingnya, ternyata Yudha. Pria berusia empat puluhan itu ikut merenung dan menatap ke depan dengan pandangan kosong.

"Saya tahu, kamu pasti sangat kehilangan Samudra kan?" Lalisa hanya terdiam. Karena rasanya siapapun tahu jika melihat kondisinya sekarang.

Dunianya serasa runtuh, mengapa saat ia mulai merasa nyaman Samudra malah pergi?

"Saya sudah merasakan hal itu tiga kali. Yang pertama istri saya, dia ... orang yang kuat luar biasa. Tapi dia pergi saat melahirkan Samudra."

"Saat itu saya juga terpuruk, orang yang paling saya cintai pergi." Suara ayah Samudra mulai terdengar parau. Dengan senyuman tipis mengembang ia teringat istrinya yang selalu ceria dengan senyuman yang menawan.

"Lalu Alvaro, saya memang mendidik dia dengan cara yang salah. Anak itu terlalu manja, dan meninggal karena kecelakaan mobil."

"Lagi-lagi saya terpukul, bahkan saat itu saya tidak menyadari bahwa Samudra juga merasakan sakit yang sama. Tetapi saya malah sibuk berkerja untuk mencoba mengalihkan segala penat yang saya alami."

"Dan sekarang ... Samudra."

Lalisa merasa dadanya sesak, saat ia menelan pun terasa seperti ada yang pahit dan membuat lubang di hatinya lebih besar lagi.

"Terima kasih, sudah membuat Samudra merasakan kasih sayang dari orang lain." Yudha tersenyum tipis sebagai ungkapan rasa terima kasihnya.

Lalisa hanya mengangguk, lalu menatap rumput di bawahnya kembali.

"Tapi Lalisa, saya harap kamu jangan seperti ini terus. Jangan menjadi selalu murung."

"Maksud Om?" balas Lalisa tidak mengerti dengan sebelah alis terangkat naik.

"Hati boleh patah, tetapi kehidupan harus tetap berlanjut. Suka atau tidak, kamu harus melangkah untuk bangkit dari sakitnya patah hati."

Lalisa terpaku mendengar ucapan ayah Samudra. Benar, ia harus bangkit dan tidak lagi terpuruk seperti ini. Tetapi semua itu tetap sulit dijalani, ia masih membutuhkan waktu untuk terbiasa akan ketidakhadiran Samudra di sisinya.

Terhitung sudah empat hari ia terus-menerus murung seperti ini, bagaimanapun suasana hati yang tidak baik juga berdampak ke kehidupannya sehari-hari.

Lalisa kemudian terdiam seolah tubuhnya membeku, ia lupa mengenai satu hal.

Sebuah benda tipis yang diberikan Johan kepadanya.

Surat dari Samudra.

∆∆∆

Oke, karena saya nggak bisa jawab satu persatu pertanyaan di chapter kemarin. Maka saya bikin FAQ.

Ini ending-nya beneran kayak gini?
Beneran, dan kalo boleh jujur. Saya selalu bikin beberapa versi ending untuk cerita saya. Dan untuk MPBB versi wattpad saya pilih sad ending.
My Psychopath boyfriend aja saya bikin tiga versi ending wkwk

Ending di wattpad sama novel beda nggak?
Beda.

Kok Samudra meninggal sih?
Takdir._.

Sequel atau MPBB season 2?
Nggak ada niat sih. Lagian saya nggak niat bikin MPBB jadi kayaj cinta fitri wkwk
Ataupun Boy yang hidup lagi karena pindah channel tv wkwk

Penasaran sama isi surat Samudra? See you di next extra chapter :)

My Possessive Bad Boy (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang