LIMA PULUH LIMA [ENDING]

Start from the beginning
                                    

Lalisa melangkah ke dalam rumah sakit dengan langkah-langkah besar, mencoba sesegera mungkin untuk sampai di lantai tiga. Senyum tak bisa ia tahan. Bayangkan saja ketika seseorang yang spesial bagi kalian bangun dari koma setelah tiga bulan lamanya? Penantian yang ia jalani selama kurun waktu itu tidak sia-sia.

Sayang sekali ia tidak membawa apapun untuk diberikan kepada Samudra. Tetapi biarlah, yang penting ia akan menemui cowok itu. Lagipula ia teringat apa yang terdapat dalam pesan Dokter Farhan tadi, Samudra terus-menerus menyebut namanya. Lalisa menjadi tersipu malu sekarang, berarti Samudra merindukannya bukan?

Ah, Samudra memang selalu melakukan sesuatu yang tidak terduga.

Dan asal kalian tahu, Lalisa kini memikirkan sesuatu yang lain. Entah kebetulan atau tidak, besok adalah hari ulang tahunnya. Bangunnya Samudra dari koma seakan menjadi sebuah kado yang sangat manis dan menyenangkan, meskipun terlalu awal satu hari.

Tapi tak apalah, yang penting Samudra bangun. Itu saja.

Lalisa mempercepat langkahnya saat keluar dari lift, bahkan ikatan rambutnya sempat bergoyang-goyang karena tubuhnya yang tidak berhenti bergerak.

Tetapi dahinya segera mengernyit ketika melihat dua orang laki-laki dewasa yang berdiam diri di luar ruangan Samudra dengan ekspresi murung. Dokter Farhan tampak tidak sabar karena berkali-kali menoleh ke kanan kiri lorong lalu melirik jam tangannya, sedangkan laki-laki lain yang Lalisa yakini adalah ayah Samudra kini duduk di atas kursi tunggu dengan kepala menunduk.

Apa mereka sedang menunggunya?

"Siang Om, Dok." Keduanya menoleh cepat.

"Kamu boleh segera masuk, Samudra terus memanggil nama kamu sejak bangun." Lalisa mengangguk canggung, bukan karena ucapan dokter, tetapi ia heran karena ayah Samudra tidak beranjak dari posisinya.

"Aku masuk ya Om, Dok."

Lalisa masuk dan segera mengembuskan napasnya berulang-ulang, ia merasa sangat gugup. Jauh lebih gugup daripada saat Lalisa melihat ibunya yang ketubannya pecah saat ingin melahirkan adiknya, atau saat menanti hasil kelulusan saat ia SMP.

Samudra berbaring di sana, matanya tertutup. Tetapi Lalisa yakin jika anak laki-laki yang sudah lama mengisi hatinya itu tidak sedang tidur. Samudra menggeliat gelisah, sesekali dari mulutnya terdengar gumaman-gumaman kecil.

"Lalisa, Lis." Lalisa dengan sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Sam, aku di sini."

Perlahan, kelopak mata itu terbuka. Samudra menoleh dan segera mendapati Lalisa berada di samping tempat tidurnya. Ia merasa sangat senang sekaligus sedih. Senang karena melihat Lalisa berada di dekatnya saat ia bangun, lalu sedih karena rasa lelah dan pusing tak berhenti menyerang tubuhnya. Matanya juga terasa lebih nyaman ketika menutup.

"Sam, kamu ... akhirnya bangun." Samudra memaksakan sebuah senyum lalu mengangkat tangannya dengan susah payah untuk menyentuh tangan Lalisa.

Lalisa yang mengerti segera menggenggam tangan Samudra erat.

"Lis."

"Ya?"

"Lis."

"Apa?"

"Kamu ... tidur sini." Samudra bergeser dengan pelan. Lalisa tidak punya pilihan lain, selain karena ia ingin menuruti perkataan Samudra ia juga merasa rindu tentunya.

"Lalisa, ini kamu kan?"

"Iya Sam, ini aku." Lalisa mengernyitkan dahi mendengar ucapan Samudra.

"Lalis." Lalisa terkejut luar biasa ketika Samudra memeluknya erat, isakan kemudian terdengar. Ia dibuat tidak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi? Apa Samudra bermimpi buruk atau ada sesuatu yang terjadi saat cowok itu sedang koma?

My Possessive Bad Boy (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now