16 Maret 2017

1.5K 56 8
                                    

16 Maret 2017

Tanggal itu akan jadi tanggal paling legend yang terjadi di tahun 2017. Bukan, bukan karena saya ada ujian praktek IPA yang ngebuat saya nggak bisa tidur semalaman. Memikirkan satu pertanyaan yang sama. "Duh, saya bisa nggak, ya?" Memang sih, itu jadi salah satu faktornya.

Tapi faktor utamanya adalah kamu.

Di tanggal itu, saya nggak bisa berhenti tersenyum. Rasanya kayak ada aja yang narik bibir saya untuk terus tersenyum. Entah itu saat saya udah ngantuk banget dan masih harus ngerjain soal MTK, atau jalan jauh utuk sampai ke tempat bimbel.

Kamu ngobrol sama saya. Bahkan kamu senyum ke arah saya. Natap mata saya. Ngusap kepala saya. Melakukan semua hal kecil nan sepele yang kamu gak akan pernah kira berpotensi membuat jantung saya gagal berdetak sewaktu-waktu.

Kamu tau saya gelian, jadi kamu ngelitikin kaki saya. Saya kira, kamu akan pergi saat saya tepis tangan kamu dengan halus (ini sebenarnya modus agar saya bisa megang tangan kamu) tapi nggak. Kamu malah duduk di depan saya, terus ngelitikin kaki saya. Dan anehnya, saya diam saja. Bibir saya kaku untuk bahkan memasang tampang datar. Saya nggak bisa natap mata kamu, bibir saya juga nggak bisa untuk nggak tersenyum karena tingkahmu.

Saat saya salah menjawab pertanyaan guru dan semua anak menertawakan saya, saya tak sengaja bertemu tatap denganmu. Kamu menatap saya, dengan dagu bertopang pada sebelah tangan dan punggung yang kamu biarkan bersender malas di kursi kayu yang sudah banyak coretan. Kamu tersenyum jenaka ke arah saya. Cukup lebar hingga matamu menyipit.

Jelas saja, hidung saya lupa bagaimana caranya bernapas.

Kamu menyombongkan diri dengan badanmu yang tinggi, berjinjit dan mendekat ke arahku, lantas mengusap kepalaku pelan sambil berkata bahwa aku pendek. Kamu tau? Saat itu, untuk pertama kalinya dalam seumur hidup saya, saya merasakan tangan yang amat sangat pas menyentuh tangan saya. Rasanya nyaman, hangat, dan menenangkan. Mungkin jika bukan kamu yang melakukannya, saya akan berkata jika itu kurang sopan. Tapi saat kamu yang melakukannya, yang ada di pikiran saya hanya; saya mau lagi, lagi, dan lagi.

Seketika itu, saya lupa akan ujian praktek yang sudah saya cemaskan saban malam.

Pulangnya, saat saya sedang jalan bersama teman untuk sampai ke tempat bimbel, kamu dan sekelompok teman-temanmu juga berjalan di belakang kami. Kamu tidak menyapa saya, tapi saya tau kamu melihat saya. Jadi saya terus berjalan sampai bertemu teman saya di jalan. Karena saya lelah, jadi saya meminta padanya untuk mengantar saya ke tempat bimbel. Tapi dia bilang jika ban motornya kempes, dan saya harus ikut dengannya bila saya ingin menebeng  di motornya.

Saat itu, saya melihat kamu lagi, yang sialnya pas sekali saat kamu juga melihat saya. Temanmu--yang satu tempat bimbel denganku--bertanya tentang jadwal bimbelnya padaku. Jadi motor temanku ini berhenti tepat di depanmu, dan sialnya lagi, saya  melihat kamu, kamu melihat saya.

Lantas, entah ada angin apa, kamu menghampiri saya, bertanya sesuatu (serius, saya lupa kamu bertanya apa, karena saya sibuk berkompromi dengan jantung saya saat itu) lalu bertanya pada temanku kenapa dia jadi memutar jalan (padahal aku tau kamu tidak kenal padanya) dan temanku menjawab jika bannya kempes, dan jenakanya, kamu bilang itu karena saya yang menaiki motor itu. Lantas menyuruhku turun dan menaiki motor itu dengan satu kaki yang masih terkulai ke jalan. Saya hanya diam memperhatikanmu, lantas tanpa aba-aba, kamu pergi, berlari. Tanpa seucap kata.

Malamnya, saat saya membuat instastory tentang abang Uber yang selalu bertanya dengan kata "pak" atau "mas" dan semacamnya (iya, saya tau nama saya sejantan itu) dan kamu mengomentarinya.

Gara-gara kamu yang membalas pesanku dengan rentan waktu kurang dari semenit, saya  hampir salah mengarahi si abang Uber.

Sebenarnya, kamu sudah aneh akhir-akhir ini. (Entah saya yang kegeeran atau bagaimana) tapi, kamu betulan aneh.

Dari saat malam-malam kita saling kirim pesan (sampai mata saya amat-sangat berat) dan kamu menulis;

Udah malem cok
Tidur, besok kan mulung

Kamu tau, saya tak hentinya mengucap syukur saat pesan itu sampai ke ponsel saya (juga tak lupa gigit guling, tenti saja).

Dan gara-gara 2 pesan itu, kekuatan mata saya bertambah hingga 200%.

Saya menghiraukannya, bilang jika saya sedang mendownload lagu, dan kamu bilang;

Udah ya, ane mau bobo
Selamat malam

Kamu tau? Selamat malam. Kamu mengucapkan selamat malam pada saya. Kamu mengetikkannya. Entah apa ekspresimu saat mengetik sebaris kalimat penuh goncangan seperti itu. Tapi rasanya. Ya ampun.

Saya tidak punya pelampiasan lain selain dunia oranye ini. Jadi maafkan saya jikalau kalian merasa terganggu dengan kesenangan hati saya.

Terimakasih untuk kamu yang sudah memberi saya kenangan indah sebelum kita berpisah nanti.

Sekali lagi, terima kasih banyak.

16 Maret 2017
Sejarah penting dimana saya bahagia setengah mati hanya karena mengingat wajahmu

Kepingan SajakWhere stories live. Discover now