[17] Lost Sight

34 7 0
                                    

Pukulan telak mengenai hati Haruka yang masih terluka. Elusan lembut dari sang kakak tidak bisa menyembuhkan luka itu. Begitu dalam luka yang ia terima dalam beberapa menit saja. Decihan tangis terdengar semakin keras. Air mata pun mengalir lebih deras dari sebelumnya.

Isak tangis Haruka tak bisa dihentikan. Sein sudah memeluk dan membisikinya supaya lekas berhenti. Tapi tak mempan sama sekali. Luka dalam Haruka sudah terlalu dalam untuk diraih oleh orang lain. Satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan hanyalah menungguinya sampai bisa tenang sendiri.

"Tak kusangka kau masih ingat kejadian 19 tahun yang lalu. Sebesar itukah keinginanmu untuk mendalami dunia bawah?" kagum Sein sembari menenangkan Haruka.

Yoru tertawa kecil mendengar ucapan Sein, "Itu masih belum seberapa. Aku juga mengenali Silent of End dan Unseen Came."

Sein ikut tertawa mendengar balasan Yoru yang sedikit mengejutkannya, "Pantas saja kau bisa menghindari serangan pembunuh itu."

"Bisakah kalian hentikan obrolan tak berguna itu? Telingaku sudah rusak karena cerita tadi," gusar Reika menyilangkan kedua tangannya.

"Kau benar-benar membosankan Arai-san. Pantas saja kau tidak punya pacar," cetus Yoru dengan santainya.

Reika hanya tersenyum sinis ke arah Yoru, "Akan kubawakan cermin untukmu."

Benar-benar makna yang sangat dalam. Mendengar itu, Yoru menjadi sangat murung. Lelaki 23 tahun itu belum pernah sesekali merasakan cinta dengan lawan jenis. Setiap hari ia dipenuhi dengan tugas kuliah dan informasi mengenai dunia bawah. Tak ada waktu baginya untuk merasakan cinta.

Secara tidak sengaja juga, Sein ikut merasakan kepedihan dari perkataan Reika. Mungkin saja karena Sein punya perasaan yang sangat sensitif. Maka dari itu dia bisa merasakan hinaan meski bukan untuknya.

Tak terasa suara tangisan mulai hilang. Semua terpandang ke arah Haruka yang sejak tadi menundukkan kepalanya. Tangannya masih mengepal di atas lutut. Air mata dibiarkan menetes begitu saja.

Tapi ada yang sedikit aneh begitu Haruka mengangkat kepalanya. Aura gelap menyelimutinya. Tatapannya benar-benar kosong. Ia tidak mengatakan apapun meski sudah berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

"Kemana kau akan pergi, Haruka?" tanya Sein terdengar sangat tegas.

Haruka hanya melirik ke arah Sein. Ditunggunya jawaban dari Haruka tetapi dia hanya diam seribu bahasa. Aura hitam yang menyelimuti dirinya sudah mengendalikan penuh tubuhnya. Meski tidak menjawab pun, sebenarnya mereka bertiga tahu apa yang akan Haruka lakukan setelah ini.

*****

Senja sudah tiba. Sein sudah kembali ke rumah yang biasa ditempati oleh Heinz selama ia pergi. Tapi belum ada tanda-tanda dari kepulangan Haruka. Ia terus berpikir apa yang akan Haruka lakukan setelah ini. Karena sedikit cemas, ia pun keluar menuju panti asuhan tempat Haruka diasuh sebelumnya.

"Ah! Tsukino-kun, lama tak jumpa."

"Selamat sore, Bibi Mishimune-san," sapa Sein membungkukkan badannya di depan bibi-bibi yang membawa sapu lidi.

Bibi Mishimune itupun tersenyum melihat keramarah Sein yang membuat hatinya hangat seperti masa muda dulu, "Kau sopan seperti biasanya ya. Apa yang membuatmu datang ke sini senja begini?"

"Ahaha~ Aku sedang mencari Haruka," tawa Sein kecil sambil menggaruk kepalanya, "apa Haruka datang ke sini tadi?"

"Oh! Haruka-chan. Iya, tadi dia datang ke sini. Tapi dia sudah pergi beberapa menit yang lalu."

Dugaan Sein benar. Peristiwa yang ia pikirkan benar-benar terjadi. Mengenai perasaan Haruka, kedatangan Haruka ke panti asuhan, dan apa yang akan dilakukan olehnya setelah ini.

Weltschmerz [Completed]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin