[7] First Of All

31 8 0
                                    


DING... DONG...

Bel pulang berdengung sangat keras. Para guru bergegas membereskan buku-buku mereka dan menuju ke ruang guru untuk membuat laporan. Sedangkan para siswa-siswi menyimpan kembali alat tulisnya ke dalam tas dan berlomba-lomba untuk keluar dari sekolahan. Ratusan detakan sepatu terdengar sangat ramai sampai-sampai seluruh lorong kelas terdengar jelas. Begitu juga dengan Haruka yang sedang berada di atap.

Merenungkan apa yang dikatakan oleh kakaknya, Tsukino Sein hanyalah satu-satunya kegiatan yang masih ia lakukan meski sudah senja. Tatapan iris pure-blue-nya masih saja ke arah langit senja yang ia pikir dapat melihat warna iris kakaknya lewat langit itu. Biasanya, Haruka akan mengabaikan berbagai masalah yang muncul entah darimana asalnya. Tetapi, hal seperti ini yang sebenarnya bisa dengan mudah Haruka lupakan masih tertanam di otaknya. Berkali-kali mencoba untuk melupakannya, tetap saja teringat meski hanya satu kata saja.

"ARGH!! Kenapa Nii-san mengatakan hal yang sangat membingungkan?" kesal Haruka dengan sendirinya.

Nafas panjang langsung Haruka keluarkan setelah menghantam pagar pembatas di atap itu. Namun lagi-lagi Haruka jongkok dan heran kenapa sikapnya akhir-akhir ini berubah setelah bertemu dengan Sein. Mungkinkah ini jati dirinya yang baru? Ataukah hanya perasaan saja? Hanya Yang Maha Kuasa dan dirinya saja yang tahu pasti penyebabnya.

"Lebih baik aku pulang sekarang,"

"Yo, Haruka. Kita bertemu lagi," sapa Itoshi di atas pagar pembatas.

Tiba-tiba saja datang tanpa pemberitahuan sedikirpun bagaikan angin di sore hari. Haruka langsung memandangi Itoshi yang ternyata masih menggunakan topengnya. Perasaan Haruka luntur begitu saja setelah melihat kehadiran Itoshi. Tatapan matanya juga menyusut seperti tidak ingin berurusan dengan orang lain ataupun masalah yang sedang ia alami.

"Pergilah orang asing," Haruka langsung menuruni tangga tanpa melirik ke arah Itoshi.

"Tunggu Haruka. Jangan abaikan aku begitu saja," kata Itoshi mengejar Haruka yang berjalan cepat.

Tidak ada balasan. Haruka tahu kalau Itoshi akan mengejarnya. Karena itu, langkah Haruka dipercepat sampai-sampai sudah dekat dengan pintu utama sekolahan.

"Oi Haruka," teriak Itoshi meminta perhatian dari Haruka, "Jangan abaikan aku Haruka,"

Berkali-kali Itoshi meminta perhatian dari Haruka. Tapi Haruka masih saja tidak memperhatikan Itoshi. Mencoba untuk memanggil dari depan, tetap saja diabaikan. Mencoba dari depan, masih saja diabaikan. Tatapan Haruka begitu menyempit. Anggapannya kalau di luar sana, hanya ada dirinya sajalah yang hidup di bumi ini. Anggapannya tentang dunia monokron masih saja berlaku di pikiran Haruka sampai sekarang. Perasaannya yang berubah derastis membuatnya tidak mau mengurusi orang lain meski ia sudah mengenalnya.

Tanpa pikir panjang, Itoshi menghalangi Haruka tepat di depannya. Haruka terpaksa harus berhenti dan menatapi topeng tak berwajah di depannya. Mimik wajah Haruka bisa ditebak kalau dia benar-benar marah saat ada orang yang mengganggu jalannya. Itoshi sendiri terus saja berpikir banyak hal agar Haruka tidak mengeluarkan emosinya atau menyerangnya.

"Maaf Haruka, kalau tidak aku lakukan, kau pasti akan mengabaikanku lebih dari sebelumnya," kata Itoshi agak kaku.

"Kalau begitu lepas topengmu," sindir Haruka berjalan dan mendorong pundak kanan Itoshi lumayan keras.

". . .," Itoshi terhenti sejenak dan baru sadar kalau dirinya masih menggunakan topeng. Perlahan-lahan Itoshi melepaskan topengnya lalu berjalan mengikuti Haruka yang sudah lumayan jauh.

Hari masih senja, Haruka berniat untuk tidak pulang ke rumah dulu. Meski di rumah ada Sein, tapi pikirnya kalau sampai rumah nanti ia tidak bisa bercakap dengan Sein seperti biasa. Alasannya mudah saja, karena Haruka tidak menjawab pertanyaan terakhir dari kakaknya...

Weltschmerz [Completed]Where stories live. Discover now