[6] Beyond The Horizon

36 10 0
                                    


Tidak semua hal di dunia ini berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Itoshi tidaklah bodoh untuk tidak memahami hal itu. Bisa dibilang hampir semua orang paham betul pernyataan itu. Kenyataanya, siapapun yang bersinggungan dengan itu pasti merasa kesal sekaligus kecewa. Tidak terkecuali seorang Hariko Itoshi.

Angin dingin menerpa wajahnya yang kini sudah bebas dari belenggu topeng. Itoshi bisa merasakan wajahnya yang kian mendingin bahkan bisa saja membeku seandainya ia tidak beranjak dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal itu bisa saja terjadi, entah kenapa pemandangan matahari terbenam yang tidak indah sama sekali sangat menyita perhatiannya. Bahkan sunset yang biasanya indah terlihat biasa saja begitu musim dingin menyerang.

Tapi.. kapan kehidupan ini bisa menjadi biasa saja?

Tawa Itoshi meledak saat itu juga. Orang-orang di sekelilingnya menoleh kemudian mengerutkan dahi, heran. Namun Itoshi lebih memilih untuk melepas tawa sepuasnya. Meski sebenarnya tawa itu terdengar menyedihkan.

Sayang sekali hidup biasa saja tidak mau mendatangiku, pikir Itoshi. Atau mungkin yang seperti itu tidak cocok untukku? Dan sebenarnya apa yang aku pikirkan, sih. Kau harusnya tahu hal semacam itu mustahil Itoshi.

Drrt.. Drrt.. Drrt..

Ponsel Itoshi bergetar di balik saku jaketnya. Terpaksa ia harus menghentikan tawanya dan mengecek siapa gerangan orang yang menghubunginya. Sebenarnya Itoshi tidak ingin mengangkatnya, karena ia tahu hanya ada satu orang yang mungkin menghubunginya.

Tertera sebuah nama yang sangat familiar di layar.

''Yes sir?''  sapa Itoshi begitu menerima panggilan.

''What the heck are you doing this whole day, huh, loser?'' Suara di sebrang sana bertanya dengan nada datar. Namun tetap saja terdengar menyakitkan. Padahal jelas itu adalah suara seorang wanita. ''Bersenang-senang?''

Itoshi menelan ludahnya. Wanita ini, Arai Reika, adalah orang yang menyelamatkan hidupnya meski umur mereka hanya terpaut 3 tahun dengan Itoshi yang lebih muda. Reika adalah sosok yang keras, menurut Itoshi. Apalagi Reika lebih memilih untuk dipanggil sir ketimbang ma'am. Padahal Itoshi berpikir bahwa namanya yang maskulin itu sudah cukup menggelikan. Meski begitu, Itoshi sangat menghormatinya. Karena ia juga tahu sosok lain akan seorang Arai Reika.

''I'm sorry, sir.'' tanpa sadar Itoshi membungkukkan badannya, ''Hanya saja-,''

''Whatever.'' Potong Reika, kemudian ia bertanya dengan serius. ''Bagaimana dengan tugasmu? Apa kau sudah mencari informasi tentang orang itu?''

''Hanya ada satu hal yang pasti. Meski ini mungkin tidak terlalu penting...''

''I'm listening,''

''Setelah menghilang dua tahun yang lalu, pria itu di duga pergi ke Sapporo dalam selang waktu yang cukup lama. Lalu aku mendapat informasi bahwa sekitar setahun yang lalu ia kembali lagi ke kota ini. Intinya ia masih hidup. Aku masih menyelidiki lebih lanjut. Laporan selesai.''

''Bagus.'' Mendengar itu Itoshi merasa sedikit lega. Pujian yang sederhana dan terdengar tidak niat. Tapi bila itu datang dari Reika, maka itu sesuatu yang luar biasa.

''Dan satu lagi,''

''Yes?''

''Kau tahu bahwa aku juga memiliki agen seumuranmu yang berasal dari Jerman, kan? Aku bermaksud memasangkanmu dengannya untuk membantu misimu kali ini. Ia sudah datang hari ini dan aku baru sudah memberitahukannya juga. Namanya..''

Tap

Itoshi menoleh ke arah pundak kanannya yang ditepuk oleh seseorang.

''Guten abend6, Itoshi!''

''... Rache von Stenzel.''

.

''Kenapa kau harus mengikutiku juga disaat seperti ini?!'' Seru Itoshi geram sembari menggorok leher seseorang.

SRAK

CRESH

Darah merah pekat terpancar deras dari luka yang Itoshi buat. Bukan luka sebenarnya, leher itu sudah nyaris putus dan langsung membuang nyawa seketika itu juga. Itoshi berbalik, topeng putih miliknya sekarang sudah memiliki cat baru berwarna merah yang disebut darah.

Rache yang sedari tadi bersandar santai di dinding memperhatikan Itoshi menunjukan senyum tipis. ''Apa salahnya menemani partner baruku? Lagi pula kita ini sudah bukan orang asing bagi satu sama lain.'' katanya, berjalan mendekati Itoshi yang masih berdiri kaku.

''Kita hanya partner dalam misi untuk mencari tahu mengenai orang itu, okay? Jangan ikuti aku saat-

''-Berburu? Ahaha, tidak mau~'' celoteh Rache, membuka topeng Itoshi. Ekspresi yang bersangkutan terlihat sudah tidak peduli lagi. ''Tapi, sejak kapan sih kau menggunakan topeng? Tidak perlu menyembunyikan wajahmu itu, sudah tampan tahu. Sejak dulu malah~'' kikiknya.

Itoshi mengerlingkan matanya dan mulai menggeret mayat yang barusan ia habisi. ''Terserah. Karena sudah di sini lebih baik bantu aku menggusur ini.''

''Dengan senang hati~''

.

Langit sedang tidak bersahabat hari ini. Dengan kasarnya langit menurunkan hujan yang sangat deras. Disertai dengan angin kencang yang membuat pepohonan terpaksa merunduk.

Tsukino Haruka memandang datar suasana di luar dari balik jendela. Sialnya, ia harus terjebak di sekolah dan tidak tahu kapan hujan berhenti hingga ia bisa pergi secepat mungkin. Karena sudah tidak ada hal yang bisa ia lakukan.

Secara fisik mungkin ia tidak melakukan apapun. Namun pikirannya berkelana sangat jauh menembus hujan. Memikirkan berbagai macam hal yang terjadi padanya kemarin. Mulai dari yang biasa saja hingga sesuatu yang tidak pernah bisa ia duga.

''Hariko Itoshi.. Rache von Stenzel... Nii-san...''

Haruka menggumam. Ia teringat percakapannya tadi malam dengan orang yang hingga saat ini ia anggap kakak, Tsukino Sein.

"Oh Haruka, bolehkah aku tanya sesuatu?"

"A-Apa Nii-san?" balas Haruka agak kebingungan.

"Apa reaksimu setelah bertemu kedua teman lamamu tadi?"

Ehh?

Oh iya, kalau tidak salah perempuan itu juga mengatakan sesuatu tentang masa lalu.. Tapi bukankah..

''A-aku tidak mengingat apapun, atau tepatnya aku hanya bisa mengingat sekilas wajah dan nama Hariko Itoshi. Selain itu, pria yang aku temui tadi mengatakan bahwa namanya Terayama Itoshi..'' setelah mengatakan itu Haruka diam. Menanti jawaban dari Sein yang ekspresi wajahnya berubah keras.

''Hmm.. Dan kau mempercayainya?''

Haruka menghela nafas panjang. Sudah lama ia tidak merasa tidak karuan seperti ini. Padahal biasanya ia tenang dan.. tidak memikirkan banyak hal.

[6]Selamat malam

Weltschmerz [Completed]Where stories live. Discover now