[3] Frozen Soul

56 13 1
                                    


"Pertama, kau harus menunjukan wajahmu pada dunia, um...?"

"Tsukino Haruka," Karena terkejut apa yang dilakukan lelaki sok kenal itu. Haruka melupakan perasaan haus darah di tangannya dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Nah, untuk bahagia kamu harus menampakan dirimu pada duni-,"

"Omong kosong,"

Tanpa berkenalan pun, gadis berhati kecil itu sudah tahu kebohongan besar dari mulut sang pemakai topeng putih itu. Bukan darinya yang memakai topeng, tetapi dari nada yang ia ucapkan. Haruka paham sekali dengan nada yang barusan lelaki itu ucapkan. Membuatnya tetap berada di sisi orang itu pasti akan membuatnya lebih kesusahan dari biasanya. Haruka pun memutuskan untuk meninggalkan lelaki sok kuat itu.

"Topeng ini adalah bagian dari pertunjukan," kata lelaki itu, ''untuk nama panggil saja Terayama."

Meski Itoshi berhasil menahan Haruka pergi, tetap saja perasaan Haruka soal keberadaan Itoshi masih mengganggu. Dengan sinisnya Haruka menatap topeng putih milik Itoshi, "Enyahlah dari ini."

Itoshi sangat terkejut, bahkan lebih terkejut dari sebelumnya. Melihat Haruka menatap tajam, membuat Itoshi berfikir kalau gadis itu sendiri sudah tahu isi hatinya tanpa mengucapkan banyak kata lagi. Itoshi ingin mencegahnya pergi lagi, namun hatinya seolah-olah mengatakan, "Bunuh saja dia," tanpa memikirkan dampak lain.

Dengan menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya, Itoshi memegang lengan kanan Haruka bermaksud untuk menahan gadis berhati kecil itu. Haruka sempat terkejut karena belum lama ini, ada orang selain dirinya yang berani menyentuh tubuhnya. Belum sempat mengatakan apapun, Haruka sudah terallihkan oleh suara tangisan anak kecil di sebrang jalan.

"UWAA, PAPA.... MAMA."

Baru saja Itoshi membantu anak kecil sebelum bertemu dengan Haruka. Kini di pandangannya, ada anak kecil lagi yang kehilangan orang tuanya. Sesaat ingin menyebrang, tiba-tiba saja Haruka berlari menyebrang terlebih dahulu. Itoshi sangat terkejut. Bahkan lebih terkejut lagi ketika Haruka jongkok di hadapan anak kecil itu dan berkata, "Hei, apa kamu tersesat?" dengan senyum yang lebih indah dari cahaya bulan.

Tidak ingin kalah, Itoshi berjalan mendekati Haruka dan anak kecil itu dan berusaha membantu mencari orang tuanya, "Kelihatannya dia terlepas dari orang tuanya," katanya di belakang Haruka sambil menatap kiri dan kanannya.

"Papa... Mama..."

"Hei, Hei, jangan menangis terus. Onee-san akan membantu mencari orang tuamu," ucap Haruka penuh warna.

"Be.. Benarkah?"

"Tentu saja, ayo naik ke atas pundak Onee-san dan kita main pesawat-pesawatan."

Anak kecil itu berhenti menangis lalu menaiki punggung Haruka hingga bisa duduk di pundaknya. Haruka langsung berdiri dengan tegap dan bersiap-siap untuk berlari, "Pegangan, pesawat akan lepas landas," ucapnya sangat berbeda dari awal bertemu dengan Itoshi.

Bukan hanya hati anak itu yang tersentuh. Hati Itoshi pun juga tersentuh oleh kegembiraan Haruka. Berjalan di bawah salju dan berteriak layaknya pesawat terbang sungguh mengingatkan dirinya di masa indahnya dunianya. Lekukan senyum gadis soft cream selalu saja tertampang jelas di mata Itoshi meski jaraknya sudah sangat jauh.

"Onii-san, ayo kita pegi,"

Tidak disangka-sangka, anak kecil dan Haruka menatap Itoshi dengan lembut dan perasaan yang hangat. Ucapan anak itu sungguh menambah kehangatan hatinya. Awalnya ia berpikir kalau Haruka tidak ingin melakukan sendiri. Tetapi tatapan dan ucapan dari anak itu merubah pola pikirnya.

"Besiaplah, pesawat jet akan melesat seperti angin," seru Itoshi melesat seperti jet pada umumnya.

Satu anak dan dua pemuda yang baru saja merasakan kegelapan dunia telah menjadi cahaya dunia. Berkali-kali mereka berlari mengelilingi jalan sambil bermain kejar-kejaran. Keriangan mereka bertiga seolah-olah telah menutupi kegelapan hatinya. Meski begitu, kedua pemuda itu tidak bisa melupakan apa itu kegelisahan, kesedihan, kesengsaraan, dan ketidakadilan di dunia tak bernyawa ini.

Tak sadarkan diri, sudah hampir satu jam mereka berlari membawa warna penuh arti. Mereka bertiga sudah merasakan kelelahan akibat kegirangan dari hatinya. Haruka melirik ke kiri dan kanan mencari cafe atau bar untuk istirahat sebentar. Tetapi hal tersebut langsung terhalang oleh anak kecil itu yang menunjukan jarinya ke arah toko penjual es krim.

Senyumannya terus saja mengatakan keinginan untuk menjilat es krim meski udara sudah dingin. Ingin menolak pun percuma karena kedua pemuda itu tidak ingin kegelapan menyelimuti anak kecil itu lagi. Perlahan-lahan, mereka melangkahkan kakinya menuju toko es krim di sebrang jalan itu. Langkah yang penuh warna itu seakan-akan diikuti oleh perasaan monokrom kedua pemuda itu. Mereka berdua saling memikirkan kesedihan di dalam hati orang lain. Haruka melihat isi hati Itoshi, begitu juga sebaliknya. Iris Pure Blue dan Azure saling menatapi hitamnya masa lampaunya. Keinginan merubah selalu saja terhalang oleh tujuan hidupnya.

Setelah lamanya mereka memilih es krim untuk disantap bersama dengan angin dingin yang selalu saja menyelimuti tubuh mereka. Anak kecil yang digandeng tangannya oleh Haruka berkali-kali menjilati es krim tanpa memperhatikan jalan yang seperempat bagiannya telah tertutupi gumpalan salju putih. Tampang yang sedari tadi cuma memperhatikan es krim yang perlahan-lahan menyusut, sama sekali tidak menyadari kalau Haruka membawanya ke taman bermain yang sebelumnya pernah Haruka kunjungi.

Sangat sepi. Berbeda dengan beberapa jam lalu yang dipenuhi oleh canda tawa anak dan orang tua. Dilihat dari sudut pandang manapun, tetap saja tidak ada seorangpun yang berdiri di sana terkecuali mereka bertiga. Suara decitan ayunan berkarat juga sama sekali tidak bisa dirasakan oleh angin. Suhu dingin seakan-akan telah membuat anak-anak enggan untuk berlarian di atas tumpukan salju.

"Onii-san, Onii-san, kenapa Onii-san pakai topeng?"

Berkali-kali anak itu menarik lengan baju milik Itoshi karena penasaran dibalik topeng yang ia kenakan. Itoshi bersih keras untuk tidak melepaskan topengnya karena masih ada Haruka di sampingnya. Anak itu terus saja memaksa Itoshi untuk melepas topengnya meski Itoshi sudah bertubi-tubi mengatakan, 'tidak'.

Tanpa sadar, anak itu merengek disertai dengan tangisan panjang di hadapan Itoshi. Aura kebingungan seketika menyelimuti hati kedua pemuda itu. Meski Haruka sudah berusaha menghibur anak itu dengan senyum dan mainan kecil yang Haruka dapatkan dari toko es krim sebelumnya. Tapi dengan refleknya, anak itu mengayunkan tangannya sangat kencang hingga membuat mainan beserta es krim di genggaman Haruka terlepas.

Bimbang. Memikirkan kepentingan dirinya atau anak itu. Terus-menerus perasaan itu mengitari hati Itoshi bagaikan bulan yang mengitari bumi. Berkali-kali memikirkan dampak yang akan terjadi setelah melakukan sesuatu. Hampir berbagai pemikiran terlintas di benak Itoshi namun hampir semuanya tidak mempunyai dampak yang menyentuh kedua posisi itu.

Perlahan-lahan Itoshi memegang topeng putihnya dan melepasnya tepat di hadapan anak kecil itu. Anak itu juga sedikit demi sedikit menghentikan tangisannya. Seiring berjalannya angin dingin, tertampanglah iris Azure beserta lekukan senyum di balik topengnya. Raut muka gembira langsung tertera pada anak kecil itu diikuti oleh irama tawa yang nyaring. Namun pandangan Itoshi tidak tertuju ke anak kecil itu, melainkan tertuju ke sebuah lirikan tajam dari iris Pure Blue milik Haruka. Sorotan matanya benar-benar membuatnya tidak bisa berkedip seperti biasanya.

"Kau...,"Seketika Haruka berdiri dengan raut muka sangat terkejut. Ingatan lamanyalangsung menyambar begitu saja layaknya sambaran petir di tengah hujan deras,"... Hariko... Itoshi?"

Weltschmerz [Completed]Where stories live. Discover now