[11] Hidden Story

31 8 0
                                    

"Tsukino Sein!"

"Tidak perlu memanggil nama lengkapku Itoshi," ucap Sein berjalan memasuki rumah tua, "masuklah, ada hal yang ingin kau lakukan kan?"

Itoshi pun masuki rumah itu. Saat sudah di dalam, Itoshi sangat terkejut ketika di dalamnya sangat rapi. Tidak ada debu yang berterbangan atau hinggap di perabotan. Sein yang berjalan lebih dulu melirik ke belakang melihati Itoshi yang terdiam di depan pintu. Sein tidak menggubrisnya dan berjalan menuju dapur.

Itoshi masih saja memandangi ruangan itu. Sangat rapi. Bahkan melebihi tampilan luarnya. Meski begitu, Itoshi tetap memperhatikan sisi lainnya. Perangkap. Dia tahu kalau Sein tinggal di sini bersama Haruka, si pembunuh ahli jebakan. Itoshi mengutamakan pertahanannya lebih dari sebelumnya. Walaupun ia tahu kalau Haruka bersikap tidak seperti biasanya beberapa waktu yang lalu, tetap saja Itoshi mempercayai kalau Haruka hanya bersandiwara saja.

"Jangan hanya diam di depan pintu saja," ucap Sein sambil menyiapkan teh.

Itoshi masih dikelilingi oleh rasa keraguannya. Ia sama sekali tidak merasakan aura jahat saat ini, "Aku akan di sini saja."

"Dasar anak-anak," kata Sein keluar dari dapur, "minumlah. Kau pasti lelah berjalan sampai sini," kata Sein menawarkan teh.

"Tsukino Sein, bertarunglah denganku!" seru Itoshi terang-terangan.

"Kau jauh-jauh datang hanya untuk menantangku? Dasar anak-anak," ucap Sein menyeruput tehnya.

Itoshi tidak membalas perkataan Sein. Ia hanya memandangi iris Sky Blue milik Sein saja. Sein yang perlahan-lahan menghabiskan tehnya merasa tidak begitu nyaman kalau dilihati terus-menerus. Lelaki Sky Blue itu pun menghentikan minumnya lalu menghembuskan nafas panjang.

"Baiklah, baiklah. Aku akan menerima tawaranmu," kata Sein pasrah.

Di sisi lain, Haruka tengah berlari mengelilingi kota mencari seseorang. Raut mukanya benar-benar bingung. Sudah lebih dari tiga jam lamanya ia mengelilingi kota. Namun tidak ada tanda-tanda orang yang ia cari. Tanpa ia sadari, dirinya terhenti di taman tempat ia pertama kali bertemu dengan Itoshi.

"Ugh... kenapa aku tidak menemukannya?" gumamnya dengan nafas yang tidak beraturan.

Taman itu benar-benar sepi. Tidak ada tanda seseorang yang berlalu lalang. Terakhir kali yang ia lihat adalah seorang anak kecil yang bersama dengan kedua orang tuanya. Pikirannya mulai kacau lagi. Kali ini Haruka teringat tujuan utamanya, mencari keluarganya. Haruka berusaha untuk tetap fokus ke tujuan mengapa ia harus keliling kota, namun tetap saja bayang-bayang soal keluarga yang ia ingin terus saja menghampirinya.

"Tidak ada waktu untuk melamun," seru Haruka terdengar semangat, "tidak ada waktu untuk melamu—"

"Mencari seseorang?"

Seseorang datang entah darimana asalnya. Haruka yang sejak tadi di taman sama sekali tak menyadari keberadaan orang itu. Perlahan-lahan Haruka melirik ke arah sumber suara itu. Tak disangka, suara itu adalah suara seseorang yang selama ini ia cari.

"A-Arai Reika!" seru Haruka terkejut.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Reika langsung pada intinya.

"Kelihatannya sejak tadi kau mengikutiku," ucap Haruka mendekati Reika, "Aku ingin menanyakan beberapa hal saja."

"About me and Sein?"

"Sudah kuduga kau akan tahu itu."

Reika mulai menjelaskan ceritanya seusai keluar dari kemiliteran. Pada hari pertamanya, mereka terlihat antusias untuk berdiskusi satu sama lain. Meskipun pendapat mereka selalu berbeda, tetapi ikatan mereka tidak retak karenanya. Mereka hidup bersama seperti layaknya pasangan. Di hari kedua pun juga sama. Terkesan damai. Walau Sein sering pergi sendiri tanpa memberitahu kemana tujuannya.

Weltschmerz [Completed]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt