[4] Return

51 12 0
                                    

''Jaa ne, onee-san, onii-san.'' Anak kecil itu melambaikan tangannya pada Haruka dan Itoshi dengan senyum cerah di wajahnya. Mungkin karena itu pula mentari bersembunyi di balik kapas langit. Setelah anak kecil dan ibunya itu menjauh, Haruka melayangkan pandangan sinisnya pada Itoshi yang hendak memasang kembali topeng putihnya.

''Sepertinya kau senang sekali memakai rongsokan itu, huh, Terayama?'' sindir Haruka memalingkan wajahnya. Melihat sosok Itoshi yang mirip dan bahkan memiliki nama yang sama dengan orang sialan yang hingga kini masih memenuhi memorinya. Meski sedikit curiga, pikiran itu ditepisnya jauh-jauh. Hariko Itoshi yang ia kenal tidak mungkin menjadi tidak waras seperti orang disampingnya ini.

Sementara itu Itoshi mengumpat dalam hati. Betapa bodohnya ia melupakan Haruka yang dulu sempat menjadi bagian dari hidupnya. Bodoh sekaligus konyol. Untung saja ia bisa mengelak, untuk bisa mengawasinya lebih leluasa. Mencari tahu akhir dari kejadian gila yang pernah terjadi dulu. Sewaktu mereka masih polos akan kerasnya dunia yang sekarang telah mengambil alih mereka berdua sepenuhnya.

''Pertama, ini bukan rongsokan,'' Itoshi memasang topengnya, ''Kedua, pertunjukan belum selesai. Ketiga, aku membuka topeng karena anak kecil tadi memintanya. Keempat, aku sudah bilang padamu untuk memanggil nama depanku.''

Haruka tidak menjawab dan hanya mendengus kesal. Kebetulan menggelikan seperti inilah yang selalu sebisa mungkin ia hindari. Mana mungkin ia bisa menyamakan laki-laki dihadapannya ini dengan laki-laki yang dulu dikenalnya? Mustahil. Meski itu sekedar nama, Haruka menolak mentah-mentah.

''Atau kau takut dengan bayang-bayang si Hariko Itoshi itu?'' tanya Itoshi berusaha senatural mungkin. Gawat jadinya bila Haruka sampai curiga atau semacanya.

''Lucu sekali. Untuk apa takut pada-''

''-Tapi kau terus terbayang akan sosok orang itu, bukankah aku benar?''

Reflek, Haruka menarik kerah jaket Itoshi. Ekspresi wajahnya menunjukan seakan ia siap menelan siapa saja yang berani mengganggunya. Dan Itoshi telah menganggunya.

''Tidak perlu ikut campur urusanku, Terayama Itoshi. Kau itu hanya pengusik dan orang sok ingin tahu yang mendadak muncul begitu saja. Jangan berkata seolah kau mengerti sesuatu.'' Setelah mengatakan itu Haruka mendorong Itoshi dan berjalan

''Tunggu sebentar, nona,'' Itoshi menahan lengan kiri Haruka. Pemilik lengan mengerlingkan matanya sembari menggertak, ''kali ini apa maumu,hah?!''

''Pertama, aku harus membuatmu memanggilku dengan nama depan dan aku tidak akan mencampuri urusanmu. Kalau kau mau aku juga bisa melepas topengku saat bersamamu.'' Itoshi menawarkan. Entah ada angin apa hingga ia mengatakannya. Mungkin ia lelah. Atau karena ia sendiri yang terjebak bayang-bayang masa lalu? Atau justru ia sedang mencari jalan keluar dari kehidupannya yang gila sekarang ini?

''Dengan caramu yang kasar seperti ini?'' Haruka melirik kearah tangan Itoshi yang masih menahan erat lengannya. Itoshi menghela nafas panjang melepaskan lengan Haruka.

''Jadi, bagaimana caranya agar kau mau memanggil namaku?''

''Kita akan memainkan sebuah permainan dengan seluruh kota sebagai arenanya,'' Haruka menyeringai tipis, ''Dan permainannya adalah petak umpet.''

Itoshi membuka topengnya, menunjukan seringai puas diwajahnya. ''Menarik. Dan, oh, aku akan melepaskan topeng ini sekarang karena aku tidak mau dikira penjahat oleh orang-orang.''

''Aku akan pergi dan kau menunggu disini. Setelah 30 menit berlalu baru kau pergi mencariku, mengerti?''

''Aku tidak bodoh sampai tidak mengerti perkataanmu barusan.''

Weltschmerz [Completed]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin