[2] Behind The Show

80 13 0
                                    

Cakrawala yang begitu luas terhampar tak berujung di atas sana. Kecantikannya memikat banyak manusia, seakan beradiktif. Nyata sulit untuk digapai. Namun disaat yang bersamaan memiki pancaran misterius di mana tidak ada seorang pun yang tahu apa isinya. Mungkin segenggam harapan dan secuil keputusasaan. Atau justru kemungkinan itu harus bertukar posisi. Mengubah sesuatu yang signifikan dalam kehidupan.

Bumi tempat kita berpijak, sang cakrabuana berbisik.

'Kenapa gerangan engkau tidak melihat keatas sana? Banyak mimpi yang menunggumu.'

Hariko Itoshi membentuk kurva senyum sarat akan kemirisan. Apabila diperbolehkan inginlah ia menjawab suatu sindiran pada bumi, ''Bagaimana bisa aku melihat keatas sementara yang ada di atas sana hanyalah fatamorgana belaka?''

''Lagipula, boneka tidak bisa meraih harapan semudah itu.''

Kepalan kedua tangannya yang bersembunyi di balik kantong jaket tebal yang dikenakannya itu menguat. Iris azure-nya hanya bisa menatap kosong pemandangan yang tersaji di hadapannya. Ada banyak warna di sana. Ada banyak senyum dan tawa di sana. Sayang sekali hatinya yang telah membeku tidak bisa merasakan sama sekali emosi yang terpapar. Karena 'seorang boneka' hanya bisa melihat reaksi para 'penonton'. Begitulah kira-kira bunyi syarat yang kedua.

Tidak juga sebenarnya. Sebagai boneka yang menghargai penonton ada satu emosi yang bisa dirasakannya. Khawatir, panik, kecewa, sedih, kesal, marah, putus asa dan emosi berbau negatif lainnya. Tentu saja karena boneka sebagai penghibur tidak boleh membiarkan penonton merasakan hal-hal mengerikan semacam itu. Penonton adalah raja. Dengan itu, syarat penting telah disebutkan.

Menyusuri jalan tanpa arah tujuan yang jelas. Itoshi sempat berpikir untuk singgah di pelabuhan karma. Tapi takdir mengatakan untuk tidak pergi kesana. Sebagai gantinya ia dikirimkan sebuah skenario untuk di kerjakan sekarang juga.

''Huwaaaa... Mamaa...'' Tangisan anak kecil itu merupakan awal mula pertunjukan pertamanya hari ini. Pakaiannya kotor penuh salju, bahkan ada luka bersemayam di lutut kirinya yang mungil. Berdiri di pinggir jalan, menangis tanpa diperdulikan dan terus mengaungkan harapan kecilnya. Meminta pertolongan. Pada seseorang yang membutuhkan pertolongan. Bukan berarti Itoshi membencinya. Sama sekali tidak.

Perlahan Itoshi mendekati kemudian menyejajarkan tingginya dengan gadis kecil itu. Memasang senyum hangat terbaiknya, menghapus aliran sungai penuh kemalangan dengan tangannya. Bertanya dengan bisikan malaikat yang berhasil membuatnya terdiam. ''Kau terpisah dari ibumu, ya? Jangan khawatir, onii-san akan membantumu menemuinya,''

Jelas terlihat, Itoshi melihat pancaran kebahagiaan dari tatapan gadis kecil itu. ''B-benarkah?'' Lirihnya penuh ketidak percayaan. Berpikir dengan polosnya bahwa laki-laki di hadapannya ini adalah seorang pahlawan yang ia lihat di televisi kemarin malam. Atau mungkin ialah pangeran berkuda putih yang ia lihat di poster barusan?

''Tentu saja, karena ini sudah tugas onii-san. Ngomong-ngomong, lukamu, kita bersihkan dulu ya?'' Dengan sigap Itoshi mendekap gadis kecil itu lalu menggendongnya. Anak kecil itu terkesima, terbayang akan sosok ayah yang belum pernah ditemuinya. Tanpa sadar anak kecil itu tersenyum lebar, begitu pula Itoshi. Pendekatannya sempurna seperti biasa. Karena menarik perhatian penonton adalah hal dasar yang sangat penting.

Dibawanya gadis kecil itu menuju apotek terdekat. Mengobati lukanya dengan sangat hati-hati. Itoshi sadar betapa rapuhnya manusia baru yang ia tolong ini. Teringat akan dirinya yang masih saja tidak berguna hingga detik ini.

Begitu keluar dari apotek, sebuah suara menyambut mereka. Seorang wanita paruh baya tengah berdiri persis di depan mereka dengan ekspresi lega setelah meneriakan 'Kumiko' dengan suara yang lumaya nyaring. Anak kecil tadi, Kumiko, langsung berlari menghambur menuju pelukan wanita paruh baya. Keduanya berpelukan erat penuh haru. Itoshi bahagia melihatnya, sekaligus mual disaat yang bersamaan.

Weltschmerz [Completed]Where stories live. Discover now