[10] Opera

27 9 0
                                    

Itoshi dan Rache saling pandang satu sama lain begitu mendengar permintaan yang ditujukan Haruka pada mereka berdua. Tak lama pandangan mereka kembali lagi pada Haruka, teman lama mereka. Itoshi dan Rache akan fakta Haruka meminta bantuan mereka. Namun di sisi lain, mereka meragukan permintaan tersebut.

''Aku memang sempat memikirkan kemungkinan kalau kau akan meminta bantuan kami,'' Itoshi membuka suara, ''Tapi aku tidak menyangka permintaan yang seperti ini.''

Berbeda dengan Itoshi, Rache masih bersikap angkuh. ''Naiv8.'' Hanya itu kata yang keluar dari bibirnya. Kedua lengannya melipat, pandangannya dinginnya mengarah ke samping. Jelas terlihat kalau Rache menolak mentah-mentah permintaan Haruka dan hal itu disadari oleh yang bersangkutan.

Cemas. Itulah yang Haruka rasakan saat ini. Rache jelas menolaknya dan Itoshi masih menggantungkan jawabannya. Bila Itoshi akhirnya turut menolak dan mereka berdua menangkapnya maka habis sudah riwayatnya. Terselip sedikit perasaan menyesal karena tidak membekali dirinya dengan senjata. Setidaknya ia bisa kabur saat situasi terdesak.

Itoshi balik memandang Haruka yang sudah menunggu jawaban darinya. Pikirannya kalut dan saling bertentangan. Di dalam hatinya Itoshi sudah sangat menduga respon yang akan diberikan oleh Rache bila hal ini terjadi dan hasilnya memang tepat. Lalu, bagaimana dengan dirinya sendiri?

Gagasan untuk menyatukan kembali hubungan Reika dan Sein bukan hal yang buruk. Bila benar hal itu bisa terjadi maka keadaan akan membaik dan berdampak besar bagi mereka bertiga. Di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan Reika sebagai pemimpinnya begitu saja. Karena Reika adalah orang yang telah memberinya petunjuk dan pilihan.

''Bahkan seorang master pertunjukan boneka memerlukan seorang pengarang..''

Haruka memiringkan kepalannya bingung. ''Kau bilang apa?''

''Bukan apa-apa,'' Itoshi tersenyum tipis lalu memakai kembali topengnya. ''Maaf, tapi aku tidak bisa membantumu. Aku akui itu ide yang tidak buruk. Tapi kami berdua tidak berniat mengganggu urusan Sir Reika seperti itu. Kalau mau lakukanlah sendiri.''

Rache mengangguk menyetujui keputusan yang diambil oleh Itoshi. Sementara itu Haruka sudah menundukan kepalanya. Kecewa. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Tunggu, bila mereka menolak maka..

Haruka kembali tegak dan memasang posisi waspada. Tatapannya tidak lepas dari kedua teman lama di hadapanya. ...mereka akan menangkapku.

''Tenang saja, kami tidak berencana untuk menangkapmu sekarang. Kali ini akan kami biarkan kau pergi.'' Setelah mendengar itu dari Itoshi, Haruka memastikannya lagi dengan melirik ke arah Rache.

''Atau kau lebih memilih untuk kami tangkap?'' Rache bertanya sinis. Kedua bola mata hazelnya terlihat semakin tajam tiap kali Haruka melihatnya.

Dengan sedikit takut, Haruka menggeleng. Kemudian ia mundur selangkah dan membungkukkan badannya. ''Danke.9''

###

''Aku pikir kau akan membantunya.''

''Mungkin belum waktunya.''

''Huh?'' Rache menoleh dengan raut bingung di wajahnya.

''Maksudnya, bisa saja aku nanti melakukan apa yang ia katakan.''

Rache mengangguk mengerti. Ia kembali menyesap kopi dalam cangkir yang sedari tadi ia pegang. Rasanya pahit. Sepahit kehidupan yang harus ia jalani. Apa lagi sekarang ia sedang berada dalam situasi yang sangat buruk.

''Aku penasaran dengan apa yang terjadi dulu. Tentang Sir Reika dan Tsukino Sein serta tentang kita bertiga. Semuanya buram.'' Itoshi menggumam, tetapi cukup untuk didengar juga oleh Rache.

Sekarang Itoshi sudah melepas jaket dan topengnya, ia terlihat jauh lebih rileks. Namun Rache tahu pikiran Itoshi dan juga dirinya tidak akan pernah bisa serileks itu. Diam-diam Rache teringat akan Haruka, mungkin ia juga tidak pernah bisa bersantai. Bagaimana dengan Sir Reika atau Si Tsukino Sein itu? Sepertinya tidak ada satupun orang yang bisa tenang dengan situasi seperti ini.

''Soal besok, bagaimana?'' Rache meletakkan cangkirnya di meja. Duduk bersandar lalu melipat kedua tangannya. Dengan tenang ia menunggu jawaban Itoshi.

''Aku tidak tahu,'' Itoshi menghela nafas panjang, ''Berharap saja Tsukino Sein tidak menyadarinya.''

Rache memandang cemas, ''Hey, kau tidak mengulur benangnya sampai ke sini kan?''

''Aku tidak sebodoh itu tahu,'' Itoshi menjawab gusar, ''Aku menyimpan ujungnya di taman tadi.''

''Baguslah kalau be-''

''-Dan Tsukino Sein juga tidak sebodoh itu.''

''Ja, ja,ja10. Lalu, kapan kau ingin mengeceknya? Sudah 45 menit berlalu.'' Itoshi menoleh ke arah jam dinding yang di tunjuk oleh Rache.

''Sekarang sajalah.'' Itoshi beranjak dari kursinya dan berjalan menuju pintu. Memakai kembali jaketnya dari gantungan, membuka pintu hingga akhirnya keluar. Pintu pun tertutup kembali.

Langit mulai berganti warna menjadi oranye begitu Itoshi sampai di taman. Sama seperti sebelumnya, taman yang menjadi saksi bisu kejadian tadi tampak sangat sepi dan memang tidak ada siapapun di sana selain dirinya. Taman yang satu ini tidak jauh berbeda dari taman lainnya, sayangnya keberadaan taman ini seakan tersembunyi dan tidak ada yang mengetahui keberadaannya.

Lewat topengnya Itoshi menatap cemas ke arah semak-semak. Di antara semak itu Itoshi mencari benda yang sengaja ditinggalkannya tadi. Begitu melihat sebuah jarum dan gulungan benang kecil, perasaannya menjadi sedikit lega.

Jarum sepanjang 10 cm dan benang kawat yang tipis serta kuat merupakan senjata andalan Itoshi. Ia jauh lebih mahir menggunakan jarum dan benang ketimbang pisau. Berkat senjatanya itulah ia bisa mendapat julukan String-Doll Master. Ia memainkan mayat yang telah dibunuhnya dengan jarum dan benang tersebut lalu menggantungnya kemudian meninggalkannya begitu saja. Itulah cara kerjanya.

Dan kali ini Itoshi menggunakannya untuk mengetahui tempat persembunyian Sein. Saat pertarungan tadi ia sempai menyisipkan jarum tipis yang sangat kecil dalam pakaian Sein. Tentu jarum itu telah dipasangi benang yang tersambung dengan tempatnya sekarang ini. Cara ini juga sering digunakannya dan tidak pernah berhasil saat ia gunakan pada Sir Reika.

Mulailah Sein mengikuti jejak benang miliknya. Pikirannya ragu. Bila hal ini tidak pernah berhasil pada Sir Reika, apa lagi dengan kawan lama Sir Reika, Sein, yang setara dengannya?

Sang mentari perlahan mulai tenggelam. Itoshi tidak tahu berapa lama ia sudah mengikuti benang. Satu hal yang pasti ialah ia sudah berada sangat jauh dari taman tadi. Meski tidak mau berharap, Itoshi merasa sangat bersyukur bila ia berhasil menemukan tempat persembunyian Sein. Dan Itoshi patut bersyukur karena tidak berharap.

Itoshi sampai di depan sebuah rumah tua. Kawasan di sekitar rumah tersebut juga sepi. Di depan rumah tak berpenghuni itulah Itoshi menemukan ujung benangnya, jarum kecil yang diselipkannya pada Sein. Dan memang hanya itu saja, tidak ada tanda-tanda keberadaan Sein di sana.

'Jadi ia menyadarinya, memang sangat hebat', Itoshi berkata dalam batinnya.

''Aku sudah menunggumu, String-Doll Master.''

Sontak Itoshi berbalik ke belakang. Dan orang itu sudah berdiri di sana dengan senyum mengerikan.

''Atau harus kupanggil, Hariko Itoshi?''

''Kau...,'' Itoshi mendesis geram, ''Tsukino Sein!''

[8] Naif

[9] Terima kasih

[10]Ya

Weltschmerz [Completed]Where stories live. Discover now