Virda menatap zia dari atas sampai bawah. Ia berfikir, adik kelasnya ini punya wajah bule, tapi bahasa inggris yang sangat pasaran saja tidak tahu. Sangat aneh...

"Lo itu bule asli apa KW sih.?!" tanya virda dengan pandangan menelisik.

Zia melebarkan matanya mendengar pertanyaan yang sangat tidak masuo akal menurutnya. Hidung mancung dan mata biru yang dimilikinya apa belum cukup jelas kalau darah yang mengalir di tubuh zia itu darah campuran.

"Emang di punggung gue harus ada tulisan made in jerman buat buktiin kalo gue itu bule asli apa KW!" sungut zia yang mulai kesal.

Kakak kelasnya ini malah tertawa, lebih tepatnya tertawa mengejek. "Ha ha... Dasar bule cebol, gaptek bahasa... "setelah mengucapkan itu, virda bergegas masuk pintu gerbang yang sempat terhalangi zia.

Zia memutar kepalanya menatap punggung kakak kelas songongnya yang berjalan dengan menggoyangkan pinggulnya seperti menthok/bebek di sepanjang jalannya menuju koridor.

"Huu! Dasar muka boros! Songong! Gue emang bule, tapi gak usah ngomongin tinggi badan kali! Pelit lagi, ngasih cuma dua ribu, katanya orang kaya. Kaya monyet baru bener."

Zia kembali merogong dua kencring di sakunya. Dilihatnya dua koin yang ia pegang. Kira-kira dua ribu dapet apa ya? Kalau ciki kan gak sehat banyak MSG nya. Otak sudah bego malah jadi tambah bego nanti.

Sesuatu terlintas di pikirannya, ia tersenyum sumringah. Ia tahu harus membeli apa yang baik untuk kesehatannya, tentunya sesuai dengan iklan di televisi yang ia lihat.

"Tapi lumayan juga sih, bisa dapet permen milkita empat. Satu permen milkita aja setara dengan tiga gelas susu. Waaah pasti kalsiumnya tinggi tuh.Siapa tau bisa nambah tinggi badan gue. Ah, ternyata temennya manekin perhatiannya sampe  segitunya ke gue. Gue jadi terharu deh. Apa harus gue colongin bunga buat ngucapin makasih?" zia mengoceh sendiri diiringi kikikannya sendiri, tanpa ia sadari sudah ada motor yang berdiri gagah di belakangnya.

"Bodho ah, gue mau beli milkita permen mahal yang kaya di iklan-iklan itu." baru saja kaki zia bergerak satu langkah, ia merasakan kerahnya mencekik lehernya membuatnya terpaksa harus menghentikan langkahnya. Lantas ia memutar kepalanya kebelakang.

Melihat siapa yang sudah menarik krah belakangnya, zia merubah ekspresi wajahnya menjadi menyengir lebar.
"Eh, kak Aldo cayang.. Lepasin dulu dong tangannya. Ketauan banget deh kangennya, padahal kan kemarin kita ketemu."

Aldo melotot mendengar kicauan aneh dari bocah gak waras ini. Lantas ia lepasksn cengkeraman tangannya di krah milik zia. Bermaksud agar zia tak kabur melupakan tugasnya saat ini, tapi malah bocah bodoh ini ngelanturnya kelewatan. Dengan segenap jiwa, ia harus menebalkan hatinya agar ia bisa menghadapi bocah ini yang akan menjadi asistennya.

"Bacot lo! Nih bawa ke kelas gue." Aldo melemparkan tas dan jaket nya yang langsung di tangkap zia.

Hap

"Istirahat lo harus bawain gue makanan ke lapangan basket."

Zia menghentikan motor aldo yang akan memasuki pintu gerbang. Aldo menatap zia tajam karna sudah berani menghalangi jalannya.

"Ada apa lagi!"

Zia mengadahkan satu tangannya membuat dahi Aldo mengerut. "Apaan?!"

"Mana uangnya buat beli makanan nanti."

Aldo menahan napasnya sejenak. Lalu ia mengambil selembar uang berwarna hijau dari sakunya.

***

"Lo kemana aja sih. Tumben tadi pagi gak minta jemput." zia melirik seseorang yang tiba-tiba merangkulnya dari samping. Lalu kembali menatap wanita paruh baya di depannya.

Naughty Kiss (A & Z) [COMPLETED]Where stories live. Discover now