DUA : You're Mine

Start from the beginning
                                    

"Mbak pala lu botak, gue masih SMA. Nggak liat gue pake seragam?" Ingin sekali Lalisa mengucapkan kalimat itu keras-keras tetapi sengaja ia tahan, jaim.

"Bakalan lama nggak mas? Siapa tau ada buku yang saya cari disini."

"Emang mbak mau nyari buku apa?"

"Fiksi terjemahan." Pegawai toko buku itu menganggukan kepalanya sekilas.

"Kebetulan buku yang dateng emang buku terjemahan mbak."

∆∆∆

Tidak sia-sia Lalisa menunggu selama 20 menit, kini buku karangan Agatha Christie berjajar rapi di dalam rak kayu. Dengan cepat diambilnya tiga buah buku berjudul berbeda secepat kilat seakan stok buku itu akan habis jika ia tidak membelinya hari itu juga.

Ditatapnya ketiga buku itu dengan senang, Sad Cypress, The Mirror Crack'd From Side to Side, dan Hercule Poirot's Christmas. Ketiga buku itu sudah diincarnya jauh-jauh hari. Lalu dipeluknya dengan senyuman mengembang.

Tanpa ia sadari seorang anak laki-laki yang berusia satu tahun di atas Lalisa sedang memperhatikannya, anak laki-laki itu tersenyum kecil. Tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Lalisa disini.

"Suka baca novel terjemahan ya?" Suara Samudra sukses membuat ekspresi senang Lalisa berubah menjadi ekspresi terkejut. Keterkejutannya itu menjadi berkali-kali lipat ketika Lalisa menoleh dan mendapati Samudra, anak laki-laki yang saat waktu istirahat tadi memperhatikannya sekarang sedang berada disampingnya. Lalisa meneguk ludahnya kasar.

"Eh iya." Lalisa mengangguk kikuk. Samudra tersenyum.

"Gue gak nyangka bisa ketemu lo disini." Ucap Samudra sambil mencari buku di rak. Lalisa mengerutkan keningnya.

"Lah? Kok dia ngomong gitu sih? Kenal aja nggak kok ngajak gue ngobrol? Positive thinking aja, mungkin dia seneng nemu cewek yang suka baca buku."

Samudra yang tidak mendengar jawaban dari Lalisa segera mengulurkan tangannya. "Nama gue Samudra."

Lalisa menyambut uluran tangan Samudra dengan ragu. "Nama gue Lalisa."

"Kok lo eh kakak bisa bilang nggak nyangka ketemu gue disini?" sambung Lalisa setelah ia memberanikan diri untuk mengeluarkan suaranya lagi.

"Lo anak dance kan? Ya nggak nyangka aja lo bisa jadi kutu buku." Lalisa kembali mengerutkan keningnya.

"Kata Mila Samudra ini Ice Prince. Cowok paling cuek dan acuh tak acuh sama keadaan sekitar. Tapi kok bisa tau gue masuk klub dance?"

Lalisa hanya mengangguk, lalu permisi dengan cepat ingin membayar buku-bukunya. Samudra sendiri malah tertawa kecil, karena apa yang dilakukan Lalisa tadi membuatnya gemas.

Setelah membayar buku yang ia beli Lalisa menatap rintikan hujan dengan bimbang, terobos nggak ya? Halte bis masih agak jauh dari sini.

Lalisa menggigit bibirnya, lalu bergumam pelan. "Duh mana gue gak bawa payung lagi, jas hujan buat tas juga ketinggalan di rumah. Bisa-bisa isi tas gue basah semua."

"Mau bareng nggak?" Lalisa menoleh dan mendapati Samudra sedang menatapnya.

"Eh?"

"Mau bareng nggak? Hujan loh." Lalisa ragu. Jika ia ikut ia akan merasa sangat malu dan canggung, tetapi jika ia memaksa menerobos hujan resikonya lebih besar. Menunggu reda? Lama. Iya lama, kayak nunggu gebetan peka.

"Udah gak usah banyak mikir, ayo ikut nanti hujannya keburu gede." Samudra menarik Lalisa dengan tangan kirinya yang bebas dan menuntun Lalisa menuju sebuah mobil berwarna hitam, lalu meminta Lalisa untuk masuk. Lalisa menurut dengan bingung.

Samudra memajukan mobilnya dan keluar dari daerah gedung toko buku yang ada di kawasan pinggiran Jakarta tesebut.

Lalisa mengalihkan pandangannya ke luar. Setelah 10 menit perjalanan mereka diam, tidak ada yang berbicara. Samudra sibuk menyetir dan Lalisa sibuk dengan pikirannya sendiri. Diliriknya bungkusan plastik yang isinya merupakan buku belanjaan Samudra. 3 buah judul novel Michael Crichton, 5 novel Agatha Christie dan sebuah buku karangan Enid Blyton. Lalisa kemudian mencoba melirik Samudra yang sedang fokus menyetir. Dilihat dari samping Samudra emang ganteng, ganteng banget malah.

Dan ketika mereka sampai di halaman sekolah, Lalisa diminta untuk menunggu oleh Samudra.

"Mau ngapain lagi sih?" batin Lalisa bingung. Tak disangka Samudra mengambil 5 novel Agatha Christie yang ada di bungkusan tadi.

"Ini buat lo."

"Hah?"

"Ini buku buat lo," ucap Samudra lebih keras. Beberapa orang yang berada di halaman sekolah mulai memperhatikan mereka berdua. Kejadian langka Samudra berinteraksi dengan orang lain, cewek lagi.

"Eh liat itu Kak Samudra sama siapa?"

"Sama cewek lagi," heran mereka penasaran.

"Kok buat.. gue?" Kini giliran Lalisa yang mengeluarkan suaranya karena mulai merasa jengah dengan sahutan-sahutan orang-orang di sekelilingnya, Samudra tersenyum tipis.

"Gue suka kalo ada cewek yang suka baca buku dan ngehargain penulis dengan beli bukunya, nggak cuma baca ebook gratisnya doang." Oke, Lalisa sedikit tersindir. Ia masih sering baca ebook gratisan. Karena tidak mungkin ia harus membeli sekaligus novel Agatha Christie yang berjumlah 80 judul.

Samudra yang melihat Lalisa ragu tersenyum. "Nggak usah canggung, gue ikhlas kok."

Lalisa menerima buku-buku itu. Ia merasa gugup sekaligus senang, siapa sih yang nggak suka dikasih buku gratis?

"Thanks, makasih banget." Samudra tersenyum lebar, seketika beberapa perempuan memekik senang.

"Gila! ganteng banget!"

"Rejeki sore-sore liat ginian!" timpal yang lain.

Lalisa yang sudah merasa menjadi pusat perhatian ingin sekali membalikkan tubuhnya lalu pergi, tetapi Samudra malah mencengkeram tangannya .

"Lo mau gak jadi pacar gue?" Lalisa membulatkan matanya.

Kok aneh ya ucapan yang ia dengar?

"Hah?" Apa ia tidak salah dengar? Ucapan Samudra tadi rasanya tidak masuk akal.

"Gue gak nerima penolakan. Lo jadi milik gue sekarang."

Seketika teriakan kembali menggema di area parker SMA Pelita.

"Kak Samudra nembak cewek buset!"

"Envy njir!"

"Stok cogan berkurang," gerutu mereka terus menerus.

***

My Possessive Bad Boy (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now