LTT Diecinuéve (19)

756 64 33
                                    

Syukurlah, penerbangan kali ini berjalan lancar sehingga aku bisa pulang ke rumah lebih tepat waktu. Kalau tidak aku yakin Ibu akan mengulitiku habis-habisan.

17 Februari, 27 tahun.

Kutarik senyum membentuk lengkungan atas. Sudah semakin tua saja. Ingatkan aku untuk tidak lagi memanggil Valentino Rossi sebagai Pak Tua. Karena kurasa Maverick dan Luca juga akan mengataiku hal yang sama.

Alih-alih membuka sosial media, mata ini malah menangkap beberapa pemberitahuan ketika kuaktifkan jaringan data. Tiga bulan ini aku memang fokus pada balapan demi menambah poin. Jangankan membuka sosial media, bahkan memegang ponsel pun aku hampir tidak pernah. Sekalinya memegang ponsel hanya saat melihat jam.

Selena, aku tersentak saat mengingat sudah lama sekali aku tidak mengirim email padanya. Buru-buru menekan aplikasi Gmail untuk melihat isi emailnya.

Please, input your password

Damn shit.

Bagaimana aku bisa lupa kata sandinya? Bukankah aku tidak pernah log out?

Cemas, aku mengerang keras. Emilio menatapku.

"Kenapa? Tidak sabar untuk pergi ke Jerman?"

"Aku lupa password emailku. Selena pasti akan membunuhku jika aku tak membalas pesannya."

"Coba kulihat." Kubiarkan poñsel berada di tangan Emilio. Karena jujur saja aku tak begitu paham dengan perangkat seperti itu.

"Nih, sudah." Aku membelalak menatap Emilio dan ponsel secara bergantian.

"Sembuh emailku?"

"Kerjakan apapun dengan tenang. Jangan uring-uringan. Aku tahu kau jatuh cinta. Tapi jangan bodoh. Paham?" Percuma ngeles dari pukulan koran Emilio. Manajer sekaligus kakak dan ayah keduaku.

"Ya Tuhan, banyak sekali emailnya?" Kubuka satu persatu kotak masuk dari Selena.

Hatiku mencelos membaca kata demi kata yang dikirim Selena.

"Em, Selena di Spanyol." ucapku pelan. Sementara Emilio hanya menatapku penuh haru. (cieehhhh)

Segera kutekan ikon balas dan kedua jempol yang siap mengetik email balasan. Tapi rangkaian kata yang sudah tersusun langaung menghilang ketika aku bingung harus memulai darimana.

Blep.

"Oh God, please. No. No  Jangan mati dulu. Aku belum memba...."

"Aaahhh."

"Ya ampun Marc, kau bisa tenang tidak sih? Jangan karena kau berada di posisi empat di bawah Vale sekarang kau jadi uring-uringan." Emilio menatapku jengah.
Memang aku sedang tidak baik hari ini. Mengingat email yang ditulis Selena.
Tidak. Aku tidak mau kehilangan Selena.

***
Selena ""

Spanyol menjadi sangat dingin saat aku keluar dari bandara. Memilih naik taksi untuk sampai di hotel yang sudah ditentukan oleh Mr. Gremias.
Beruntung milih supir taksi yang sopan dan enak di ajak bicara. Meski aku harus membuka google translate ku lebih dulu saat menimpali bicara.

"Where d' you come, Miss?"

"Im Germany."

"Sorry, i cant speak english no more."

"No problem. Speaking Spain, please. I will open my google translate." Sopir taksi tergelak.

"Sudahlah, tidak perlu. Karena hotelmu sudah ada di depan sana." Ekor mataku mengikuti apa yang ditunjukkan oleh dang sopir.

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDWhere stories live. Discover now