LTT Treinta y Dos (32)

751 71 67
                                    

Suatu pagi ketika fajar belum benar-benar bangun dari lelapnya malam, debur pantai yang berusaha memecah karang mengusik kenyamanan tumpuan kepala pada bantal.

Marc mendesah berat. Bagaimana tidak, beberapa hari ini ia tak bisa tidur nyenyak. Ralat, bisa dikatakan ia memang tak pernah tidur meski obat dari dokter membuatnya mengantuk.

Ia ingin tidur, lalu bangun dan mendapati semua hal yang menimpa dirinya ini hanyalah mimpi.

Suara dengkuran halus Alex terdengar semakin mengerikan jika dipadu dengan suara-suara ombak yang menggulung. Ditambah lagi cuaca menjadi sangat dingin sekali. Rasanya ingin sekali membungkam mulut Alex dengan bantal. Mendadak perasaan iri pada adiknya hadir. Iri karena Marc tak bisa tidur sambil mendengkur seperti itu.

Besok pernikahan akan dilangsungkan dan Marc tak bisa berbuat apapun untuk mencegahnya. Ini menyiksa.

Bagaimana perasaan Selena nanti jika melihatnya menunggu gadis lain di altar? Apakah dia akan menangis, jika memang cintanya sekuat yang tak diketahuinya. Ngeri, membayangkannya saja.

Tok tok tok

"Demi Tuhan, siapa yang mengetuk pintu pagi-pagi buta begini?" Marc menggeram kesal. Diliriknya jam weker di atas nakas. Baru pukul 4 pagi dan sudah ada yang mengganggunya.

Kalau Frank yang datang, tak segan aku mengusirnya.

Melangkah panjang, Marc menuju pintu depan. Akhir-akhir ini dirinya memang tak bisa mengontrol emosi.

"Kenapa lama sekali membuka pintunya, huh?" Marc melongo.
Melihat siapa yang datang lalu memarahinya.

"Awas minggir, aku hampir mati kedinginan di luar."

Marc menyampingkan tubuhnya memberi jalan pada rombongan tamu yang baru datang dari Spanyol.

Ayah Julia, Ibu Rosser, Emilio dan Santi Hernandes. Berikutnya Paman Matthew dan Bibi Celine serta dua anaknya kembarnya yang cantik. Moureen dan Loureen.

"Ka... kalian? Kenapa datang cepat sekali?" Mereka serempak menatap Marc dengan tajam.

"Kau tidak suka kami datang cepat?" Ayahnya menimpali.

"Bu... bukan, maksudku kemarin ibu bilang bahwa akan berangkat siang ."

"Ya, itu sebelum ibu disadarkan oleh Ayahmu bahwa kita juga harus bersiap-siap di sini. Oh ya, bosmu dan rekan-rekan akan tiba besok." ucap ibunya yang tak menyadari bahwa wajah Marc sepucat mayat, karena sibuk membongkar barangnya.

"Lihat, Marc! Ibu akan memberikan gaun ini untuk Selena. Cantikkan? Pasti pas di tubuhnya." Marc meringis lagi dan mengangguk samar.

"Ibumu memaksa berbelanja semuanya untuk menantu kesayangannya. Gaji ayah sampai sekarat."

Marc benar-benar stuck melihat ini semua. Bagaimana ia harus memberi tahu ibunya bahwa ia tidak menikah dengan Selena. Marc harus mencari cara.

"Apa kalian tidak ingin istirahat dulu?" tanya Marc. Tapi rupanya tak ada yang memperdulikan ucapan Marc. Sibuk dengan urusan masing-masing.

Santi berjongkok di depan perapian, membuat api di sana agar rumah menghangat.

Sementara Emilio sibuk dengan kantong berisi hiasan yang ia bawa dari Spanyol.

Dan Paman Matt sedang mengejar kedua anak kembarnya hingga terengah-engah karena tak satupun dari mereka yang mampu ditangkap dan didiamkan.

Mata Marc beralih pada Bibi Celine yang terbujur di sofa memejamkan mata. Mungkin jetlag.

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDWhere stories live. Discover now