LTT Ocho (8)

923 98 20
                                    

Selena ""

Marc membawa perubahan besar pada hidupku. Orang asing yang menceritakan masa lalu paling sedihnya kepadaku, orang asing juga baginya.

Sejak Ariana menghindariku, Marc selalu datang dengan senyum lebarnya. Mau tak mau aku ingin bilang bahwa Marc sebenarnya tampan. Hanya saja terlalu iseng.

Marc selalu datang pagi-pagi sebelum aku berangkat kuliah. Ikut sarapan bersama dan mengekori hingga aku sampai di kampus. Menyebalkan.
Jangan lupa, aku juga ingin privasi. Ingin belajar dengan tenang tanpa tingkah Marc yang aneh-aneh saat ada di rumahku.

Aku tidak suka kehadirannya yang mengacau. Jika saja ia datang dengan sopan, tidak bertanya apapun tentang barang peninggalan ayah. Mungkin aku menerimanya dengan baik.

Namun sepertinya Marc bukan orang seperti itu. Pemuda yang suka slonang-slonong masuk menghabiskan sarapanku lalu mengganggu kegiatan belajarku.

Dan siang ini di kampus, Marc menghadang di halte saat aku akan naik bus. Dengan dandanan bak penguntit, Marc ikut naik bus bersamaku. Tak peduli dengan tatapan orang sekitar.

Jengah? Pasti.

"Ya Tuhan, Marc. Apa kau tak bisa sehari saja tidak menggangguku?"

Blep

Spontan mataku terpejam karena balon permen karet yang ia kunyah meletus tepat di hadapanku.

"MARC, MENJIJIKKAN!" Aku bersuara sedikit keras hingga para penumpang bus melihatku.

Marc terkekeh melihatku membuang muka dari hadapannya.

"Kau lucu."

"Diam. Atau kupukul kau."

"Uh... ancaman yang menyeramkan."

Ya Tuhan, bagaimana mungkin Kau mempertemukan aku dengan pemuda konyol dan gila seperti Marc. Oke aku memang meminta jodoh, tapi jangan Marc. Dia terlalu aneh untukku.

"Ayo turun." Marc menggenggam tanganku memaksa turun saat bus berhenti di sekitar pertokoan kota.

"Marc, ini masih jauh." ucapku kesal. Kesal sekali pada penganggu yang suka memaksa ini.

"Kau butuh bersenang-senang. Tidak berkutat dengan buku-buku kuliah terus. Ayo kutraktir ice cream." Aku masih meronta ingin melepaskan diri dari Marc.
Sial, genggamannya kuat sekali.

"Aku tidak suka ice cream." Kulihat Marc tersenyum lebar seperti biasanya. Dan debaran aneh itu hadir.

"Kau pasti suka. Orang bodoh mana yang tidak suka ice cream."

Memaksa lagi. Aku benar-benar tidak suka susu. Apalagi makanan dingin seperti ice cream. Bisa-bisa membuat gigiku ngilu.

Marc berhenti di sebuah kedai ice cream dan memesan beberapa scoop untuk dua contongnya.

Memang menggiurkan kelihatannya. Tapi jika memang tidak suka, mau bagaimana lagi? Marc tidak melepaskan genggamannya sedikitpun. Dan aku masih berusaha egois dengan bertahan bahwa aku tidak nyaman.
Oke aku tidak nyaman digandeng seperti ini.

Camkan aku tidak nyaman.

Baiklah, aku nyaman.

Tapi aku tak mau mengakuinya.
Terserah kalian berpikir apa tentangku.

Marc berhenti di sebuah tempat yang menurutnya indah. Sebuah taman air mancur.
Hey, bagaimana Marc tahu tempat seindah ini sedangkan aku penduduk aslinya tak tahu bahwa ada tempat sekeren ini di kotaku.

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDWhere stories live. Discover now