Epilog

1.4K 68 29
                                    

MARC POV

Banyak yang berubah saat aku dan Selena hidup bersama sebagai suami istri. Jangan bayangkan hal romantis lagi karena semenjak Selena mengandung benihku, ia selalu uring-uringan. Menjadi marah, kadang manja, dan sering menangis tanpa alasan.

Ibu bilang Selena terkena gejala paranoid dan kadang baby blues. Entahlah aku sebagai pria tak paham dengan istilah yang sering digunakan para wanita untuk menyebut 'kerewelannya'. Ayah dan Alex mendukungku, tentu saja. Sama terlahir menjadi pria dan beristri seperti yang aku alami, sedikit banyak mereka membantuku.

Ah ya, Ariana juga sedang hamil muda. Anak Alex tentunya. Sudah kutebak jika mereka akan menjadi pasangan fenomenal jika bersatu. Ingat kan kalian ketika aku hampir gila karena dipaksa menikah dengan Ariana.
Asal kalian tahu, dalam hati aku selalu merapal doa agar pernikahan itu batal. Dan Tuhan memang sayang padaku dengan menghadiahkan Selena untuk kupersunting hihihi. Ternyata ucapan ibu saat aku dan Alex masih kecil terbukti. Bahwa "Aku baik, Tuhan sayang padaku." Begitulah yang selalu kuhafal ketika pulang dari sekolah minggu bersama Alex dan Ibu.

Kembali pada pokok masalahku. Selena. Ya ampun, entah karena syndrome baby blues atau entah apa, aku kualahan mengikuti kemauannya. Dia menjadi sedikit pemaksa jika berurusan dengan pekerjaanku. Ingin ikut, dan kemudian bersorak sorai di paddock.

Ingatkan aku jika saat kami pacaran dia sangat menolak untuk melihatku balapan meski hanya di televisi. Alasannya, takut aku mencelakai diri sendiri. Huft.

Tapi sekarang, dia selalu memaksa ikut dan berdiri di paddock terdepan sambil membawa bendera 93 dan bersiul kencang. Bayangkan saja dengan perut yang sudah hampir sebesar drum seperti itu.

Oh Ya Tuhan, wanita ini memang akan selamanya membuatku gila.

Dan pagi ini, entah mimpi apa dia semalam. Memaksaku untuk tetap berbaring di kamar bersamanya hingga sampai malam datang. Ayolah, aku butuh makan, olah raga, dan mandi.

Tapi baiklah, yang terakhir itu jarang kulakukan. Hanya ketika sedang 'ingin' tapi kemudian tidak dituruti. Maka aku akan berdiam lama berendam di bathup dengan air dingin.

Beda halnya dengan jika satu hari full kami melewatkan hari bersama tanpa keluar rumah tapi Selena menuruti 'ingin' ku itu. Aku akan rajin mandi. Mandi besar.

Kulihat Selena sedang berdiri di depan cermin. Dengan pakaian kedodoran ia membentuk kain melekat pada perut buncitnya. Aku tersenyum gemas. Ia tampak lebih seksi dan menggairahkan.

"Sayang, cermin itu akan cepat retak jika kau terus bercermin sepanjang hari."

"Terserahku."

Jika sudah begini, aku memilih bungkam. Hanya berdoa, semoga kelak ketika anakku telah lahir, Selena menjadi dirinya yang dulu. Penuh kasih sayang, kalem dan keibuan. Tapi mana mungkin? Kebanyakan wanita yang telah berprofesi menjadi ibu, akan lebih banyak cerewetnya. Ya kan?

"Sayang, aku ingin sesuatu." Ini yang kutunggu. Sesuatu yang diminta istriku saat hamil, mungkin sedikit menyusahkan. Namun ternyata membuatku rindu.

"Katakan. Aku akan mencarinya sekarang juga."

"Mmm, aku ingin naik RCV mu. Bagaimana?" Mataku melotot.

"Tidak. Aku tak ingin membahayakan anak dan istriku." Selena membaur memeluk leherku sambil mengerucutkan bibir.

"Ayolah, dia ingin naik motor bersama ayahnya. Ariana saja jika meminta pada Alex langsung dituruti. Ya ya ya." Aku memandang puppyeyes Selena. Tampak jenaka hingga membuatku ingin tertawa.

Tapi tidak. Aku harus tegas.

"Alex menuruti Ariana naik motor balapnya? Baiklah kalau begitu...."

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDWhere stories live. Discover now