LTT Veintiquatro (24)

800 66 30
                                    

Tim Repsol Honda benar-benar membuat motif helm seperti yang kumau. Manekineko yang kupesan sebagai simbol keberuntungan itu duduk manis di paddock Honda. Aku berdiam diri sesaat menatap patung kucing putih yang sedang memandang kosong.
Sekilas teringat kata-kata ibu sebelumnya, aku akan berjuang semampuku. Perkara hasil yang bagaimana akan kubawa, itu akan menjadi yang akhir.

Dan Selena, mimpi terbesarku membawanya serta dalam kebahagiaanku. Bukan hanya sehari atau sebulan. Tapi selamanya.

"Manekineko, berpihaklah padaku hari ini. Meski menempati start di posisi kedua, aku yakin bisa." Kuteguhkan ucapanku sembari mengepalkan tangan. Seseorang kemudian datang dan menepuk kedua bahuku. Ternyata bukan seorang. Beberapa orang kepercayaan timku. Ada Ayah, Ibu, Emilio, Alex dan lainnya. Mereka menyuntik semangatku yang langsung saja berkobar.

"Jangan jatuh sepertiku ya," Alex menepuk bahuku lalu memelukku. Terlalu erat untuk ukuran kakak beradik.

"Y... ya, tak perlu membuatku sesak napas seperti ini."

Aku menyesalkan Alex yang jatuh di tikungan beberapa saat lalu. Ibu sudah berteriak kencang saat Alex jatuh. Reaksinya membuat para tim Alex terharu.

"Kalau kau menang, kau boleh meminta apa saja dariku, bahkan kamarku."

"Thanks, Lex. Tapi kurasa kau yang akan meminta pesta 7 hari 7 malam kalau aku menang."
Alex menyenggol bahuku dengan sengaja sambil berbisik.

"Tahu saja."
Aku hanya mencibir gaya manja adikku.

"Doa kami menyertaimu, Nak. Kau tahu Twin Ring Motegi sedikit berbahaya. Tetap konsentrasi dan fokus. Perhatikan setiap slip ban dan akselerasinya. Aku yakin kau mampu menguasainya." Giliran Ayah dan Ibu yang memberiku nasehat. Kupandang wajah dan guratan tua mereka. Semoga masih cukup waktuku membuat mereka bahagia.

Alex membawa ibu dalam pelukannya yang hanya diam dari tadi. Aku tahu sebenarnya ia ingin bicara sekata dua kata, namun rupanya ia tak sanggup. Hanya menahan emosi yang bergolak dari tadi. Apalagi saat melihat Alex jatuh dan harus out.

"Marc, bersiaplah." Emilio memanggil agar aku bersiap di atas motor pada garis start untuk melakukan warming up bersama rider lain.

Aku bertemu Andrea Davizioso dan Jorge Lorenzo saat sama-sama keluar dari paddock masing-masing. Andrea menjabat tanganku dengan senyuman membingkai wajahnya. Sebuah jabatan persahabatan. Sementara Jorge hanya mengulas senyumnya saat melihatku. Dia terlihat begitu antusias hari ini.

Dan melihat Vale sudah nangkring manis di atas motornya, membuatku sedikit ciut. Pasalnya Vale menempati pole position hari ini.

"Semoga sukses, Vale." Vale tersenyum lebar dan menangkup genggaman yang kuulurkan.

"Marc, untukmu juga. Semoga beruntung. Aku lebih mendoakanmu agar menang daripada harus diisi oleh Jorge." Marc tersenyum, merasa tak enak hati ketika nama Jorge disebut.

"Keadaanmu membaik?"

"Aku masih tidak enak badan. Tapi aku bersemangat."

"Baiklah, aku harus kembali. Gadis payungku menunggu hahaha." Vale mendorong bahuku pelan. Aku senang Vale tidak lagi mengacuhkanku seperti dulu.
Setidaknya, dalam lintasan ia menjadi tantanganku, bukan musuhku.

Setelah warming up selesai dan kukira RC213V ku tak ada masalah, aku siap bertanding hari ini. Sangat siap.

Memacu RCV dengan teknik dan keseimbangan yang pas, berkali-kali membangun semangatku. Menghadirkan wajah-wajah orang yamg kucintai. Ini untuk mereka.
Ayah, Ibu, Alex, Selena, dan mereka semua yang mendukung serta mendoakanku.

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDWhere stories live. Discover now