LTT Quince (15)

741 97 20
                                    

Selena""

Memutuskan untuk sejenak keluar dari rumah. Rumah yang telah dijajaki kenangan oleh Marc. Setiap sudut, setiap tempat setiap kotak lantai, ada Marc dengan cengiran lebarnya di sana. Membuatku semakin gila. Gila karena harus menolaknya. Munafik memang, tapi lagi-lagi aku lebih mementingkan Ariana.

Malam ini sepi. Tak begitu banyak orang berkeliling di sudut kota seperti ini. Sama seperti diriku yang berulang kali mengutuk kesalahan demi kesalahan yang aku buat.

Aku tak peduli bila Marc akhirnya membenciku. Toh cepat atau lambat pria itu akan meninggalkan kota ini. Lagipula jarak Spanyol dan Jerman lumayan jauh kan? Semoga aku bisa melupakannya sesegera saat dia kembali.

Lalu apa yang akan kulakukan jika bertemu dengannya? Berpura-pura lagi? Berpura-pura tak mencintainya? Atau menghiraukan keberadaannya?

Kubuang nafas dengan kasar bersamaan dengan jejak kakiku yang berakhir di sebuah bangku taman kosong.

"Aw, sakit juga." Aku meringis. Aku baru saja menendang bangku marmer taman.

"Hahaha, konyol sekali tingkahmu." Seorang pemuda jangkung berdiri tak jauh dari tempatku duduk.

"Alex?"

"Ya, aku. Sedang apa kau di sini?" Tak peduli dengan tatapan menyelidik yang aku lemparkan padanya, Alex duduk disebelahku--masih dengan senyum konyolnya.

"Bersantai. Kau sendiri?"

"Jalan-jalan. Habisnya membosankan di rumah melihat Marc yang seperti orang gila." Pernyataan Alex ssedikit membuatku terkejut. Tapi aku tidak ingin menunjukkan pada adik Marc yang konyol ini.

"Kau tahu, dia kacau sekali. Kudengar kau menolaknya ya?"

"Hmmm." Kujawab dengan gumaman pendek.

Sebenarnya hatiku mencelos mendengar penuturan Alex bahwa Marc sedang kacau.

"Berteriak di pantai dan lebih banyak termenung. Tadinya aku mengajaknya keluar membeli oleh-oleh untuk ibu dan ayah sebelum kami kembali ke Spanyol. Tapi kau tahu sendiri dia menolak ajakanku."

Kali ini nafasku tercekat mendengar apa yang baru saja Alex katakan.

"Jadi kalian akan kembali?"

"Benar. Besok siang jadwal keberangkatan kami. Ah... aku tidak rela berpisah dengan Jerman. Tapi apa boleh buat, Marc yang menginginkan kembali secepatnya."

"Apa... apa itu karena aku?"

"Tentu saja. Kau ini pernah patah hati atau tidak sih? Marc merasakannya kali ini. Sialnya, itu karena dirimu. Pertama kali benar-benar jatuh cinta dan pertama kali benar-benar patah hati. Mengenaskan sekali. Aku sendiri mungkin akan bunuh diri jika hal serupa terjadi padaku."

"Maafkan aku. Ini salahku."

"Bukan salahmu. Hanya egomu. Kukira kalian saling mencintai. Lantas kenapa harus tidak mencoba bersatu?" Aku terdiam lagi. Alex benar, aku menuruti ego. Mengalah demi Ariana.

"Apa sebenarnya kau sudah tahu tentang Marc?" Kutolehkan kepala pada Alex dengan alis berkerut.

"Tunggu. Sebenarnya ada apa? Kenapa kau, Ariana bahkan Marc sendiri bertanya tentang 'siapa Marc?' Memangnya dia siapa?"

"Apakah dia buron? Apakah dia penjahat? Atau koruptor? Yang mungkin sedang bersembunyi di sudut Jerman agar tak ketahuan polisi? Huh,"

Alex tertawa lebar. Memperlihatkan baris giginya yang putih dan rapat. Bahunya bergoyang seiring sentakan tawanya.

A Love At The Thresold Of Twilight (Marc Marquez & Selena Gomez) COMPLETEDOnde histórias criam vida. Descubra agora