7. Si Perfeksionis

Mulai dari awal
                                    

Seperti yang sudah diketahui bahwa Dila mengalami masa sulit dalam 2 minggu terakhir. Ia harus melaporkan setumpukan kertas itu pada Rivan -yang notabenenya adalah atasannya-, sementara ia sendiri tak memahami apa isi dari setumpukan sampah itu. Maka ia harus memahami, membaca, bahkan mengulang rincian laporan acak itu.

Tok.. Tok..

"Masuk."

Dila bahkan tak repot-repot untuk menatap siapa yang dengan berani mengetuk pintunya. Ia begitu serius dengan layar komputer di hadapannya. Jemarinya begitu cepat mengetikkan berbagai macam hal yang harus segera ia selesaikan sebelum ia dipanggil untuk rapat antar divisi.

"Bu Dila, ini laporan yang anda minta."

Terdengar suara wanita di indra pendengaran Dila. Membuatnya sedikit melirik dari ekor matanya.

Wanita muda itu menaruh satu map di meja Dila, membungkuk, lalu ia terlihat akan melangkah pergi.

"Tiara, tunggu! Bisa kita bicara sebentar?"

Dila mengusap tengkuknya. Lalu membaca laporan yang baru saja Tiara berikan.

"Baik bu."

Tiara menunduk takut-takut menghadapi Dila yang kini matanya menelisik isi dari laporan itu.

"Sudah berapa lama anda bekerja di perusahaan ini?"

Ungkap Dila dengan nada sedatar penggaris.

"Tiga tahun bu."

Dila menghentikan kegiatannya, matanya kini menatap tajam pada Tiara. Lalu ia kembali dengan aktivitasnya.

"Apa anda tahu sudah berapa lama saya dipindahkan ke tempat ini?"

Tiara berpikir sejenak. Matanya menatap langit-langit.

"Satu tahun bu."

Dila lalu menutup map dari laporan itu.

"Saya tanya kembali, sudah berapa lama anda berada di perusahaan ini?"

Dila mencengkram kedua sisi map yang kini sedang ia genggam.

"Ti-tiga tahun bu." Tiara semakin menundukkan kepalanya.

"Tiga tahun adalah waktu yang lebih dari cukup untuk memperbaiki kesalahan."

Dila mememainkan pulpennya. Memutarkan di atas meja. Aura intimidasi begitu terasa.

"Dan apa maksud anda dengan memberikan saya laporan tak rapi ini?"

Dila menggoyangkan map itu lalu melemparnya hingga mengeluarkan suara yang cukup menggema.

"Satu peringatan, normal. Dua peringatan, bisa saya tolerir. Tiga peringatan? Anda menghabiskan waktu saya."

Tatapan Dila terlihat begitu menusuk. Seakan ia bersiap untuk melahap wanita muda di hadapannya. Tak terlihat adanya ke abnormalan deru napasnya. Semuanya terlihat normal. Namun dari ekspresi beserta tingkah lakunya, jelas sekali Dila sedang emosi.

Dila ingin sekali berdiri lalu meninggalkan bawahannya itu. Namun ia harus tega melakukan ini semua.

"Ma-maaf bu." Tiara menunduk beberapa kali.

"Apa anda sadar bahwa dengan sikap tidak tanggung jawab anda pada laporan ini sudah menyulitkan banyak orang?"

Jemari panjangnya menunjuk kertas laporan itu.

"Anda sudah merugikan lebih dari 10 orang karena kelalaian yang selalu anda lakukan. Termasuk saya."

Dila memijat pelan pergelangan tangannya. Berusaha menekan emosi yang meluap-luap.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang