1. Lagi-lagi Perjodohan

Start from the beginning
                                    

Apa lagi? Itu sudah menjadi kriteria istri idaman.

Oh! Ia juga cukup mandiri hingga ia dapat membangun rumah impian dengan hasil jeri payahnya sendiri. Mobil? Jelas ia memilikinya.

Sesuatu sempat terbesit di benak Dila.

Apa aku bisa menikahi diriku sendiri?

Hal bodoh.

Dila kau memang idiot.

Jika saja seseorang sempat bertanya pada Dila, bagaimana tipe pria yang ia inginkan. Hanya satu jawabannya.

Yang dapat dipercaya.

Dan itu adalah hal yang sulit. Karena mengetahui bahwa fakta 'dipercaya' itu sangat relatif. Dan pada kenyataannya tak ada seorangpun yang bertanya tipe pria yang Dila inginkan.

Tanpa Dila sadari, tangannya bergerak begitu saja. Menorehkan noda di atas kertas, hingga terbentuk sketsa acak. Dila memperhatikan hasil sketsanya secara saksama.

Pria dengan rahang yang kuat, berkacamata, tatapan intens namun lembut secara bersamaan. Tanpa diberi line art secara jelas pun Dila sudah bisa membayangkan pria seperti itu. Lelaki yang selalu menjadi idaman Dila. Lelaki yang selalu ada dalam imajinasinya.

Dan itu adalah original character dari komik miliknya.

Menyedihkan bukan?

Dila tertawa miris. Ia mengambil kertas itu, melipatnya secara acak, dan membuangnya ke tempat sampah di ujung ruangan. Ia harus fokus pada pekerjaannya. Sebelum auman Pak Sudrajat menjadi-jadi.

***

Dila merenggangkan punggungnya yang kaku. Ia sudah duduk selama berjam-jam. Seempuk apapun kursi yang ia miliki, tetap saja tak akan seempuk kasur di rumahnya. Jika diperbolehkan, Dila lebih memilih untuk pulang ke rumahnya timbang ke rumah orangtuanya.

Rumah milik Ayahnya berada di komplek yang sama dengan anggota keluarganya yang lain. Jadi bisa diartikan jika satu komplek itu adalah keluarganya.

Dan itu pasti akan membuat Dila harus tersenyum sepanjang masa.

Pasalnya, Dila tak terlalu suka untuk tersenyum tanpa penyebab yang jelas. Terkecuali ketika ia sedang membuat novel atau komik. Sementara anggota keluarganya tak pernah mengetahui apa pekerjaan sampingan Dila selain bekerja di kantoran.

Namun ini demi ayah!

Dila mengemasi beberapa dokumen ke dalam tas khusus bekerjanya. Dan ia mengambil tas tangan lain. Dengan langkah penuh percaya diri, Dila keluar dari ruangannya. Beberapa pegawai yang kebetulan akan pulang pun menyapa Dila. Seperti biasa ia akan tersenyum dan bercanda sesaat.

Dila merogoh sakunya. Mencari-cari kunci mobil. Seseorang menarik bahunya dari belakang.

"Hei Bunda! Aku boleh ikut di mobilmu?" Dila memutarkan bola matanya.

"Aku akan pergi ke rumah Ayah. Kau ikut, dan akan ku kenalkan kau sebagai calon suamiku." Dila selalu seperti itu di hadapan Herlambang.

"Jika saja aku mau, aku akan ikut denganmu." Herlambang tersenyum jahil pada Dila.

Sahabatnya itu menyebalkan.

"Ha? 'Jika' itu hanya jika Bang. Berhentilah untuk mencoba merayuku. Sekarang lebih baik kau pulang, dan cucilah otak kotormu itu. Datanglah menghadapku ketika kau sudah bisa membuat laporan yang baik." Dila sedikit menyenggol tubuh Herlambang.

Sementara Herlambang tertawa keras ketika Dila meninggalkannya. Sahabat sejak masa SMA-nya itu memang keterlaluan. Ia bahkan tak pernah berpikir akan kembali dipertemukan dengan Herlambang usai kuliahnya di Kyoto.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Where stories live. Discover now