Part 23

3.7K 212 14
                                    

hujan rintik-rintik menemani kegalauan hati Icha, memandang lapangan kampusnya dari sudut jendela ruang kelas yang hanya ada beberapa mahasiswi sebab kelasnya sudah berakir sejak sepuluh menit lalu, banyak mahasiswa yang berlalu lalang menerobos gerimis, ada juga sekumpulan pria yang digilai dikapusnya tengah bermain basket seolah gerimis adalah pengiring mereka, Icha mendengus kala melihat segrombolan gadis-gadis berteriak saat salah satu pria populer itu berhasil memasukan bola ke dalam ring, jika Ia menjadi salah satu dari segrombolan gadis itu mana sudi Icha berteriak-teriak di tengah gerimis yang senantiasa bisa membuatnya flu, kemudian mata Icha memicing saat Ia melihat sosok Alya yang ternyata ikut bergabung menjadi pemandu sorak, buru-buru Icha merogoh tasnya mengambil benda pipih nan cagih yang disebut ponsel pintar untuk menghubungi Alya

Icha menempatkan ponselnya ditelinga sebelah kiri, suara nada tunggu berdenging untuk sepersekian detik hingga suara Alya yang mengambil alih menyeruak ditelinga Icha.

"Heh cabe-cabean busuk, udah punya cowok juga lo, masih aja tebar pesona sama cowok-cowok laen, gue aduin aldi baru tau rasa lo"

"Heh, jangan dong! sialan lo, kan jarang-jarang juga mumpung mantan the most wanted kampus kita ada disini"

Icha mengerenyit, Ia memandangi satupersatu wajah para pemain basket yang dari pandangannya terlihat kecil, rasa-rasanya semua familiar, mereka sekumpulan pria-pria ganteng dari berabagai fakultas, lalu siapa yang dimaksud Alya?

"Siapa maksud lo?, perasaan gue yang main Basket anak kampus semua"

"Emang bukan yang lagi main basket tapi yang jadi wasit!"

Sontak mata Icha mencari-cari wasit yang dimaksud Alya, kontan saja matanya terbelalak lebar, disana Billy bersadar pada tiang di barisan penonton area yang tidak tersentuh gerimis sebab ada atap yang melindunginya, Ia berada tidak jauh dari segerombolan gadis-gadis pemandu sorak itu, memegang peluit sambil dengan serius memerhatikan jalannya permainan basket tanpa menghiraukan terikan-teriakan nyaring disebelahnya.

"Ih kak Billy ganteng banget deh Cha, sini deh lo turun, gabung sama kita-kita siapa tau lo dilirik Kak Billy, biar nggak jomblo lagi" ujar Alya dibarengi dengan tawanya diakhir kalimat yang menggelegar ditelinga Icha.

"Ngapain dia disini?" Gumam Icha bertanya pada dirinya sendiri, yang kemudian disauti Alya.

"Ya mana gue tau, mungkin mau nongkrong aja kali sama temen-temennya disini, tuh kak Dika sama kak damar yang main, mereka berduakan sohibnya kak Billy"

Icha kembali melihat kearah para pemain, benar kata Alya disana ada dua orang yang waktu itu makan bersama Billy di kantin kampus, dan yang berwajah manis itu orang yang sama dengan yang waktu itu Ia tanyai keberadaan Billy saat orang tersebut berada didepan mading

"Jadi nama mereka Damar sama Dika?"

"Ah elah lo mah, Cha. kak Damar sama Kak Dika aja nggak kenal, ngegosip sama lu mah nggak nyambung, udah sini cepet turun!"

"Ogah amat, sono lo aja sama geng cabe-cabean lo!" Ujar Icha

"Sialan lo!, yaudah deh bye!"

Ichapun mematikan sambungan telphonenya, kemudian Ia meletakan ponselnya diatas meja, Alya tidak tau saja orang yang paling Icha hindari hari ini adalah Billy, selain karena malu atas kejadian kemarin saat Ia mengungkapkan perasaannya, Ia juga tak mau bila tiba-tiba Ia menjilat ludahnya sendiri untuk melupakan kejadian diantara mereka berdua.

Tigapuluh menit berlalu, gerimis sudah tak berjatuhan lagi, permainan basketpun sudah berakhir kurang lebih lima belas menit yang lalu, sementara Icha belum berniat pulang padahal jam sudah menunjukan pukul setengah enam sore, Ia masih duduk dikelas sembari memandangi ponselnya yang sejak tadi tergeletak dimeja, tiba-tiba sedetik kemudian ponselnya berdering menampilkan nama orang yang sedari tadi Ia tunggu untuk menghubunginya

Merrying StrangersOnde as histórias ganham vida. Descobre agora