Keira sebenarnya ingin sekali menemani Samuel, tetapi kalau tidak mengingat bahwa ia mempunyai tugas kelompok yang harus segera dikerjakan, ia pun akhirnya menggeleng. "Ngga bisa. Gue ada tugas kelompok dari Bu Dinar."

"Lo sekelompok sama siapa?" Tanya Samuel. Pura-pura menutupi rasa kecewa. Namun, saat melihat bola mata Keira yang melirik ke arah Liam, saat itu juga ia langsung mengetahui jawabannya. Ya, lagi dan lagi dadanya terasa sangat sesak. Namun, sekuat tenaga ia tidak menunjukkannya.

"Berarti, lo juga, ya? Wah, gagal dong kita jalan bareng?" Rio tiba-tiba membuka suaranya dan merangkul bahu Lisa dari samping. Tidak sampai satu detik, kakinya pun langsung dihadiahi sebuah tendangan kencang dari Lisa. Seketika, ia meringis kesakitan. "Aaaaa, sakit, woy!"

"Rasain, tuh!" Lisa tersenyum puas saat melihat Rio tengah berjingkat-jingkat mengangkat satu kakinya karena kesakitan

"lo cantik-cantik, tapi kasar banget, sih."

Lisa membuang tatapannya ke arah lain. Malas menatap wajah Rio. "Suka-suka gue, dong."

Melihat pemandangan yang sudah bosan ia lihat setiap hari. Keira pun langsung saja menarik tangan Liam dan pergi menuju ke mobil cowok tersebut. Ya, walaupun ia sendiri tidak tahu mobilnya yang mana. "Yang mana mobil lo?"

Liam tidak menjawab, melainkan langsung membuka kunci mobilnya melalui kunci alarm, lalu masuk ke dalam mobilnya. Lagi-lagi meninggalkan Keira begitu saja. Menyebalkan sekali.

•••

Satu jam kemudian, mobil Liam pun akhirnya sampai di depan gerbang rumah Keira. Jangan tanyakan bagaimana ia bisa tahu, karena Keira telah memberitahunya saat di perjalanan tadi.

"Pak, tolong bukain gerbangnya, dong."

Mendengar perintah dari Keira, satpam yang sedang berjaga pun langsung menjalankan tugasnya. Setelah gerbangnya terbuka, mobil Liam dengan segera masuk dan berhenti tepat di depan halaman rumah Keira. Rumah yang bagus, pikirnya.

"Yuk, turun," kata Keira, lalu dengan cepat membuka pintu mobil Liam sebelum cowok itu meninggalkannya lagi untuk yang ketiga kali. Tidak lama setelahnya, Liam pun ikut turun mengikuti Keira masuk ke dalam rumahnya dari belakang.

"Assalamu'alaikum, Keira pulang."

"Ibu lagi pergi ke luar, Non," tiba-tiba, Bik Irma—asisten rumah tangga di rumahnya—datang dari arah dapur.

"Pergi kemana, bik?" Tanya Keira.

"Tidak tahu, Non, Ibu tidak bilang."

Keira pun mengangguk. "Oh, yaudah,Bibik istirahat aja," Bik Irma pun membungkukkan badannya, lalu kembali lagi ke arah dapur.

"Duduk dulu, ya, di sofa, gue mau ganti baju sebentar," Keira lantas berlari kecil menuju kamarnya.

Tidak lama kemudian, Keira pun turun. Ia menggunakan hot pants dan kaos yang agak kebesaran dengan rambut yang diikat cepol menyisakan sebagian anak rambutnya. Ia terlihat santai. Berbeda sekali dengan Liam yang entah kenapa menjadi salah tingkah dan sedikit tidak nyaman.

Sebenarnya, Liam sudah sering melihat pemandangan seperti itu saat masih berada di Sydney. Bahkan, tidak jarang pula melihat wanita yang hanya memakai bikini. Namun, hanya dengan melihat penampilan Keira yang berbeda saat memakai seragam, jantungnya sudah berdebar dengan kencang.

"Lo gak punya celana lain selain itu?" Tanya Liam dengan mata yang sengaja tidak menatap Keira.

"Punya, tapi lebih santai kayak gini," balas Keira singkat yang mau tidak mau hanya dibalas helaan napas saja oleh cowok itu. "Oiya, lo mau minum apa?" Tanyanya.

"Apa aja."

Keira pun dengan segera berjalan menuju dapur. Membuatkan minuman untuk Liam dengan buatannya sendiri. Setelah itu, kembali lagi dengan satu gelas jus jeruk di tangannya.

"Nih, diminum."

"Makasih," kata Liam sembari mengambil gelas yang Keira berikan untuknya.

Setelah itu, Liam pun mulai mengeluarkan buku paketnya dari dalam tas karena Keira tidak mempunyainya. Ya ... tentu saja dengan alasan bahwa bukunya ia tinggal di sekolah. Ternyata, tidak ada satupun dari soal yang Bu Dinar berikan, dimengerti oleh Keira. Bahkan, walaupun sudah diajari beberapa kali, tetap saja hasilnya sama. Sama-sama tidak paham. Liam pun berulang-ulang kali menghela napas karena harus bersabar mengajarinya. Untung saja, ia mengerti dengan soal yang diberikan. Kalau tidak, bagaimana nasib tugas mereka nantinya?

"Gimana, ngerti?" Mungkin, sudah hampir ratusan kali pertanyaan itu keluar dari bibir Liam.

Keira mengangguk dengan wajah polosnya. "Lumayan sedikit-sedikit. Makasih, ya."

"Iya," balas Liam. Daripada engga ngerti sama sekali, pikirnya.

"Yaudah, gue balik sekarang, ya, udah sore soalnya," Liam pun memasukkan semua bukunya ke dalam tas. Menghabiskan minumannya, lalu bangkit berdiri.

"Oke," Keira pun ikut berdiri, kemudian mengantar Liam ke tempat di mana mobilnya terparkir.

Namun, hampir sampai di halaman depan rumahnya, tiba-tiba saja Keira tersandung dan membuat badannya oleng dan hampir terjatuh. Liam yang melihat pun dengan sigap menahan tubuh Keira yang untungnya tidak terlalu berat. Sayangnya, keberuntungan sedang tidak berpihak kepada mereka berdua, karena kini mereka sama-sama terjatuh dengan posisi Keira berada di atas tubuh Liam. Kepala mereka berdua juga hanya berjarak beberapa centi saja. Oh, sungguh drama.

Lama mereka berdiam-diaman, sebelum akhirnya terdengar sebuah suara...

"Astagfirullah, Apa yang kalian berdua lakukan?!" Teriak mama Keira yang baru saja turun dari mobil. Belanjaan yang dibawanya sampai terjatuh karena begitu terkejut melihat pemandangan seperti itu.

Keira dan Liam akhirnya tersadar, lalu berdiri. Liam yang menyadari bahwa itu sudah pasti mamanya Keira pun dengan segera mencium punggung tangannya dengan sopan. "Maaf, Tante, ini tidak seperti apa yang tante lihat."

"I-iyaa, Ma, tadi itu Liam mau nolongin Keira pas kesandung. Eh, gak taunya juga ikutan jatuh," jelas Keira. Berusaha meyakinkan mamanya bahwa mereka memang tidak melakukan apapun seperti yang mamanya pikir.

Mama Keira mengangguk, tapi juga masih menaruh curiga pada anak gadisnya itu. "Awas, ya, kalau kamu bohong."

"Keira gak bohong, Ma."

"Yaudah, iya, mama percaya."

"Kalau gitu, saya pamit pulang tante." Sahut Liam.

"Yaudah, kamu hati-hati, ya."

"Iya, makasih tante," Liam pun kembali mencium punggung tangan Mama Keira. "Gue balik dulu, ya, Kei," kemudian menuju ke mobilnya dan masuk ke dalam sana.

Setelah dilihatnya mobil Liam sudah keluar gerbang, Keira pun berjalan memasuki rumahnya. Tidak sadar bahwa dibelakangnya, mamanya mengikuti dengan pandangan meneliti.

"Tadi siapa, Kei? Mama lupa tanya nama dia," Tanya mama Keira.

"Dia itu Liam temen sekelas Kei, sebangku sama Kei juga." Jawab Keira sambil mengambil minuman dikulkas.

"Oh, teman sekelas, toh. Baik dan sopan ya, Kei, Mama setuju kok."

Keira pun menatap mamanya dengan bingung. "Setuju apa maksud mama?" Tanyanya.

"Setuju kalau kamu pacaran sama dia." Bisik mama Keira lalu berlari meninggalkan Keira dengan tawanya yang menggelegar seantero rumah.

"Ih, Mama!" Teriak Keira dengan wajah memerahnya, karena kesal digoda oleh mamanya sendiri.

•••

[A/N]

Hello, semua. Tau ngga, sebenernya part ini udah aku edit, tapi tadi ngga sengaja kehapus. Jadi, aku edit ulang dengan draft lama dan cuma jadi kaya gitu. Apa adanya banget. Aaaa, kesel!

Hope this chapter is more than enough to read and make you guys happy, while im trying my best to make this story better than before. Thank you!❤

Edited on June 21, 2016.

complicated feeling | ✓Where stories live. Discover now